Laporan Wartawan TribunSolo, Erlangga Bima Sakti
TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI - Warga Desa Paranggupito Kecamatan Paranggupito, Wonogiri menggelar tradisi Labuan Ageng menjelang satu suro di Pantai Sembukan, Sabtu (6/7/2024).
Kepala Desa Paranggupito, Dwi Hartono mengatakan, ada sejumlah kegiatan dalam tradisi Labuan Ageng itu. Seperti kirab dan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
Dwi mangatakan, tradisi Labuhan Ageng itu digelar sebagai wujud ungkapan rasa syukur masyarakat selama satu tahun. Sebab acara itu digelar setiap menjelang pergantian tahun baru hijriah.
"Kami hidup di Desa Paranggupito dengan penghasilan, keberkahan, wujud syukur kita lakukan Labuan Ageng. Masyarakat kami yang nelayan hasil dari laut bertambah melimpah," jelas Dwi.
Saat kirab ada sesaji yang dibawa masyarakat. Di bagian depan kirab itu ada warga yang membawa kepala, kaki dan ekor sapi, ayam panggang atau ingkung dan tumpeng.
Selanjutnya iring-iringan kirab itu disusul dengan gunungan hasil bumi setempat yang merupakan hasil panen warga yang dikemas pesta rakyat.
"Kepala, empat kaki, ekor sapi, ingkung tumpeng dilarung ke laut. Kalau dagingnya sapi dibuat pesta (dimakan warga). Gunungan untuk berebut warga mendapatkan berkah," terang dia.
Adapun menurut dia, secara supranatural ada makna tertentu dengan tradisi Labuhan Ageng itu. Kepala sapi yang dilarung sebagai simbol pengharapan. Warga menikmati serta mendapatkan rezeki.
Kemudian, kaki sapi sebagai simbol kekuatan. Dengan kaki yang kokoh bisa menjadikan kekuatan untuk mendapatkan hikmah dan hasil yang diharapkan.
Sementara itu, ekor sapi simbol upaya penyelamatan. Digambarkan saat sapi digigit nyamuk atau lalat, ekor yang akan digunakan untuk menghalau.
"Labuan Ageng ini sudah dari dulu, sejak saya kecil. Dulu didukung supranatueal Keraton Hadiningrat. Keluarga setiap tahun masih hadir," pungkas dia.
(*)