BANGKAPOS.COM - Inilah kisah Hadi Manansang hingga akhirnya mendirikan Taman Safari Indonesia.
Hadi Manansang merintis Taman Safari Indonesia dari nol bersama tiga anaknya, yakni Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampau.
Keempatnya dikenal dalam dunia konservasi dan pariwisata.
Pasalnya, mereka adalah pendiri Taman Safari Indonesia.
Perjalanan serta sepak terjang Hadi Manansang dan ketiga anaknya dalam membangun Taman Safari Indonesia dituangkan dalam buku berjudul Tiga Macan Safari yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada 2 Desember 2019.
Dalam buku tersebut, Frans Manansang berkisah, sang ayah memulai perjalanannya dari nol dan sebatang kara karena Perang Dunia.
Hadi Manansang berasal dari Shanghai, China dan sempat di Filipina lalu masuk ke Manado.
Hadi Manansang rupanya memiliki cita-cita bisa memiliki sirkus seperti di tempatnya dulu bekerja.
Oleh karena itu, Hadi Manansang mulai melatih ketiga anaknya akrobatik.
Latihan itu dilakukan Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampau setelah pulang sekolah.
Pada musim libur sekolah, anak-anak diajak keliling ikut show sembari mencari dana.
Mereka 'mengamen' di alun-alun, lapangan, kelenteng, sekolah, hingga paguyuban Tionghoa.
Ia membentuk rombongan akrobatik yang berjumlah tujuh orang yang terdiri dari tiga "Macan" dan tiga anak angkat.
Tiga "Macan" ini adalah Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampau.
Mengapa? Pertama, macan dijadikan sebagai kode nama anak-anak Hari Manansang yaitu Macan 1, Macan 2, dan Macan 3.
Kedua, Macan diketahui sebagai singkatan dari nama belakang mereka, yaitu Manansang.
Profesi lain yang dilakoni Hadi Manansang adalah menjual obat koyok ramuan sendiri.
Sekira tahun 1963-1964, setelah mengamen dan jual obat, Hadi Manansang membentuk Bintang Akrobat dan Gadis Plastik.
Tiga tahun kemudian, hadirlah Oriental Show yang berganti nama menjadi Oriental Circus Indonesia (OCI) pada 1972.
Saat mulai banyak satwa ikut dalam sirkus, bersama tiga putranya, Hadi Manansang pun membuat kebun binatang atau safari.
Kecintaan pada satwa dan kepedulian terhadap alam membuat keluarga Hadi Manansang mengembangkan taman satwa.
Taman satwa ini dikelola secara profesional dan menciptakan lingkungan yang asri sesuai habitat satwa di alam liar.
Butuh waktu puluhan tahun agar cita-cita Hadi Manansang itu bisa terwujud. Sebab mereka harus mencari lokasi, lahan, satwa dan lainnya.
Taman satwa ini lantas diberi nama Taman Safari Indonesia yang dibangun di atas tanah seluas 55 hektar pada 1981.
Mengutip dari tamansafari.com, tanah ini dulunya merupakan eks tanah perkebunan Cisarua Selatan yang sudah tidak produktif.
Untuk membuat modern zoo ini mengundang 2 konsultan dari Jerman dan Amerika.
Hingga akhirnya dibuka pada April 1986 dan diresmikan sebagai obyek wisata nasional tanggal 16 Maret 1990.
Awal dibuka, Taman Safari memiliki 400 ekor satwa dari 100 spesies dari 5 benua di dunia.
Di antaranya badak, orang utan, harimau, dan lain-lain.
Kini, lebih dari 50 tahun, Taman Safari Indonesia berkembang dan melahirkan unit-unit lain.
Misalnya Taman Safari Indonesia II di Prigen, Jawa Timur, Bali Safari & Marine Park di Gianyar, Batang Dolphin Center, serta Jakarta Aquarium.
Berdirinya Taman Safari Indonesia ini didasari kecintaan Hadi dan anak-anaknya kepada binatang.
"Kecintaan orang tua saya kepada karyawan, sehingga menciptakan Safari Park sehingga karyawan bisa tetap bekerja dan satwanya bisa berkembang biak."
"Waktu pertama kali buka, sempat ditanya apakah akan berorientasi bisnis atau konservasi (perlindungan), dan orang tua saya menjawab dua-duanya, 50 persen bisnis, 50 persen lagi konservasi," ujar Jansen Manansang dalam buku berjudul Tiga Macan Safari: Kisah Sirkus Ngamen Sebelum Permanen, dikutip dari laman resmi Taman Safari Indonesia.
Setelah lebih dari 50 tahun berlalu, Taman Safari Indonesia telah berkembang membuat unit lain, seperti Taman Safari Indonesia II di Prigen, Pasuruan, Jawa Timur; Bali Safari & Marine Park di Gianyar; Batang Dolphin Aquarium, Jawa Tengah; serta Jakarta Aquarium.
Diterpa Isu Eksploitasi
OCI Taman Safari Indonesia tengah diterpa isu dugaan eksploitasi.
Hal ini terungkap setelah mantan pemain OCI melakukan audiensi dengan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, baru-baru ini.
Mereka mengaku mengalami kekerasan dan penganiayaan selama menjadi pemain sirkus OCI.
Terkait hal itu, Polri memastikan bakal mendalami dugaan eksploitasi oleh pihak Taman Safari Indonesia, jika para korban membuat laporan polisi.
"Selama ada aduan atau laporan, pasti akan kami tindak lanjuti dan dalami kasusnya," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo, Puro saat dikonfirmasi, Kamis (17/4/2025).
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO), Brigjen Nurul Azizah, mengatakan saat ini tim yang dipimpin Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tengah bekerja.
"Untuk permasalahan tersebut saat ini sedang difasilitasi oleh Kemen PPPA dgn melibatkan Komnas Perempuan, Komnas HAM dan Dit PPA-PPO," jelas dia, Kamis.
Nurul menjelaskan pelaku eksploitasi terhadap pemain sirkus tidak bisa diterapkan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang peristiwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Karena asas non-retroaktif menyatakan bahwa UU itu tidak berlaku surut.
"Non retroaktif adalah asas hukum yang menyatakan bahwa suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat berlaku surut. Asas ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi masyarakat," tuturnya.
Sementara itu, pendiri OCI yang juga Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah isu eksploitasi yang diungkapkan mantan pemain sirkus kepada Wamen HAM.
Menurut Tony, pernyataan-pernyataan yang dibuat itu hanya untuk membuat sensasi.
"Kalau benar disetrum, mau pakai setrum apa? Kalau setrum rumah itu nempel, enggak bisa lepas. Orang yang (nyetrum) juga bisa kena. Ini kan cuma sensasi aja," kata Tony dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, dilansir Kompas.com.
Terkait tudingan lainnya, termasuk dugaan pemerasan yang menyebut ada permintaan dana sebesar lebih dari Rp3,1 miliar, Tony menyebut pihaknya masih mengamati aktor utama di balik tuduhan tersebut.
Tony mengatakan, pihaknya masih terus mengamati untuk mengetahui siapa dalang di balik tuduhan itu.
Ia memastikan tidak akan memperpanjang urusan dengan mantan pemain sirkus yang mengaku dianiaya.
"Dari awal kami tidak merespons karena ingin tahu siapa pemain utamanya. Anak-anak itu hanya diperalat."
"Tapi yang di belakang mereka, itu yang harus kami tindak secara hukum," tegas Tony.
Ia menambahkan, sebagian bukti telah dikumpulkan dan langkah hukum sedang dipersiapkan.
Tetapi, ujar Tony, pihaknya juga berhati-hati agar tidak merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah, terutama mantan anak didik yang disebut Tony masih dianggap sebagai keluarga sendiri.
"Saya enggak pernah mau bicara untuk membela. Bukti-buktinya sudah ada sebagian," pungkasnya.
(Pravitri Retno W/Abdi Ryanda Shakti, Kompas.com/Kiki Safitri)