Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kanker kolon atau dikenal juga dengan sebutan kanker kolorektal (kanker usus besar) akhir-akhir ini mulai menyerang kalangan muda berusia 20 tahun ke atas.
Karena itu, waspada dan segera deteksi dini jika muncul gejala kanker kolon.
Kanker kolon menjadi salah satu kanker yang bersifat silent killer, lantaran awal kemunculannya seringkali tidak disadari.
“Kanker kolon ini tidak serta merta muncul melainkan berproses. Sebagian besar berasal dari polip yang kecil dan terus tumbuh mengalami mutasi genetik, hingga akhirnya pertumbuhan tumor tidak terkendali dan menjadi ganas," ujar Dokter spesialis penyakit dalam dr. Randy Adiwinata, Sp.PD ditulis di Jakarta, Senin (7/4/2025).
Berikut gejala-gejala yang dapat menandai kanker kolon, antara lain:
1. Perubahan pola dan konsistensi feses
Frekuensi BAB yang menjadi lebih sering atau lebih jarang dari biasanya, serta perubahan bentuk atau tekstur feses tanpa penyebab yang jelas.
2. BAB (Buang Air Besar) berdarah
Adanya darah segar atau darah yang bercampur dengan feses, yang dapat menjadi tanda perdarahan dalam saluran pencernaan.
Namun kerap kali gejala pendarahan saat BAB kanker kolon mirip dengan wasir.
Perdarahan akibat kanker usus besar biasanya ditandai dengan darah berwarna segar yang bercampur dengan feses, disertai dengan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, serta perubahan pola dan konsistensi feses.
Sementara itu, pendarahan akibat wasir umumnya tidak menimbulkan rasa nyeri, dengan darah yang tidak bercampur dengan feses, melainkan menetes setelah BAB, dan sering terjadi pada feses yang keras.
Meski mirip, untuk membedakan secara tepat perlu pemeriksaan penunjang yang lebih akurat.
Jika mengalami gejala yang mencurigakan, segera konsultasikan dengan tenaga medis untuk pemeriksaan lebih lanjut.
”Pada prinsipnya semua perdarahan pada kotoran merupakan alarm bahwa seorang pasien memerlukan evaluasi dari dokter. Sering kali pasien menganggap ini wasir. Setelah diperiksa lebih lanjut ternyata itu kanker usus besar stadium lanjut,” tutur dokter Randy.
Diagnosis kanker kolon utamanya dilakukan melalui tindakan kolonoskopi. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan selang endoskopi melalui dubur untuk memeriksa permukaan dalam usus. Dengan kolonoskopi, dokter akan mengambil sampel atau biopsi dari massa kanker. Sampel ini kemudian diperiksa di laboratorium untuk mengetahui jenis kanker serta mutasi genetiknya.
Selain itu, dokter juga bisa menggunakan CT scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI), bahkan Positron Emission Tomography (PET) scan untuk memeriksa lebih lanjut penyebaran kanker.
Dokter Randy mengatakan, American College of Gastroenterology merekomendasikan skrining kolonoskopi pada semua orang dengan atau tanpa gejala pada usia 45 tahun.
3. Perasaan BAB tidak tuntas
Sensasi seolah-olah usus belum sepenuhnya kosong setelah buang air besar, meskipun sudah dilakukan berkali-kali.
4. Anemia
Kekurangan sel darah merah yang dapat menyebabkan kelelahan, pucat, dan lemas, sering kali akibat perdarahan kronis di usus besar.
5. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
Berat badan turun secara signifikan tanpa perubahan pola makan atau aktivitas fisik yang berbeda.
6. Adanya benjolan pada perut atau dubur
Teraba massa atau pembengkakan yang bisa menjadi tanda adanya pertumbuhan abnormal di dalam usus besar atau di sekitar area dubur.
7. Sumbatan usus yang parah
Kanker yang membesar dapat menghalangi saluran usus, menyebabkan kesulitan buang air besar dan buang angin, yang bisa berujung pada kondisi darurat medis.
8. Perut membesar
Akumulasi gas atau cairan di dalam rongga perut akibat gangguan pada usus, yang bisa menjadi indikasi kanker kolon stadium lanjut.
Faktor risiko kanker kolon bersifat multifaktorial dan dipengaruhi oleh berbagai aspek, diantaranya faktor genetik, yaitu riwayat keluarga dengan kanker kolon.
Risiko kanker kolon ini meningkat pada usia di atas 45 tahun.
Gaya hidup dan kondisi kesehatan tertentu turut menjadi pemicu, seperti obesitas dan diabetes melitus yang dapat meningkatkan risiko. Keberadaan polip usus yang tidak ditangani juga berpotensi berkembang menjadi kanker.
Kebiasaan tidak sehat, seperti merokok, kurangnya asupan serat dalam pola makan, serta tingginya konsumsi daging merah, turut berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker kolon. Selain itu, kondisi medis tertentu seperti penyakit radang usus kronik (Inflammatory Bowel Disease).
Pada kanker kolon stadium awal, terapi pembedahan umumnya menjadi pilihan. Tujuannya untuk mengangkat seluruh kanker usus besar.
Sedangkan pengobatan lanjutan dengan kemoterapi tergantung pada stadium kanker. Pada beberapa kasus, kemoterapi dilakukan lebih dulu untuk mengecilkan kanker agar pembedahan bisa dilakukan. Radiasi juga bisa menjadi tambahan pengobatan.
”Penanganan kanker kolon di RS Siloam MRCCC Semanggi dilakukan secara multidisiplin. Kami melakukan multidisciplinary team meeting, mendiskusikan rencana tindak lanjut baik diagnostik maupun terapi. Tim terdiri dari ahli yang berpengalaman di bidangnya. Ada konsultan onkologi, konsultan gastroenterologi, tim radioterapi, spesialis bedah, spesialis gizi, spesialis radiologi yang saling menunjang satu sama lain untuk merawat pasien kanker kolon. Selain itu, terdapat perawat ahli luka untuk stoma dan juga unit paliatif untuk para pasien kanker kolon stadium lanjut,” jelas dokter Randy.