TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Selat Solo merupakan makanan khas Solo yang sudah ada sejak era kolonial Belanda.
Rasa Selat Solo ini terbilang unik, karena memiliki cita rasa manis, asam, dan gurih.
Makanan ini memiliki aroma rempah ringan yang khas.
Warna kecoklatan yang mendominasi hidangan berbahan dasar daging ini berasal dari pemakaian kecap.
Dahulu, makanan ini disebut dengan bistik Jawa yang hanya dinikmati kalangan bangsawan.
Namun, di masa sekarang semua kalangan bisa menikmati Selat Solo karena sudah banyak dijual di rumah makan.
Sejarah Selat Solo
Selat Solo merupakan perpaduan antara bistik dan salad.
Nama selat diambil dari kata slachtje yang artinya salad.
Kata slachtje juga bermakna hasil penyembelihan daging yang dijadikan dalam bentuk kecil-kecil.
Pada saat itu, masyarakat Surakarta atau Solo sulit menyebutkan kata slachtje, kemudian mereka kerap mengucapkannya dengan kata Selat.
Daging steak dalam bahasa Belanda disebut biefstuk, yang biasa disajikan dalam ukuran besar dan dimasak setengah matang
Awal mula Selat Solo berawal sejak pembangunan Benteng Vastenburg yang terletak di depan gapura keraton Surakarta.
Tempat tersebut kerap terjadi pertemuan antara pihak Belanda dan keraton.
Dalam setiap pertemuan selalu disediakan makanan, namun makanan tersebut tidak sesuai dengan selera Belanda yang menginginkan makanan berbahan utama daging.
Sedangan, raja terbiasa makan dengan sajian sayur dan tidak terbiasa makan daging besar dengan olahan setengah matang.
Alhasil, daging yang semestinya dimasak setengah matang diubah menjadi daging cincang yang dicampur sosis, telur, dan tepung roti.
Bahan-bahan tersebut dicampur lalu dibentuk menyerupai lontong dan bungkus menggunakan daun pisang. Kemudian, daging yang sudah dicampur tersebut dikukus hingga matang.
Daging yang sudah matang didinginkan, kemudian daging diiris tebal dan digoreng menggunakan sedikit margarine.
Isi Selat Solo
Pihak keraton kemudian memodifikasi masakan daging olahan dengan menu baru yang dikombinasikan dengan sejumlah bahan-bahan, seperti aardappel (kentang), boon (buncis), wortelen (wortel), komkommer (ketimun), ei (telur), sla (slada), sojasous (kuah kecap), dan saus mayones.
Perpaduan ini menjadi makanan khas dari Solo yanng dikenal dengan Selat Solo.
Isi Selat Solo yang banyak dikenal terdiri dari daging olahan yang telah digoreng atau daging yang dimasak dengan kuah encer khas Jawa, wortel rebus, buncis rebus, irisan tomat, daun selada, dan kentang goreng untuk memberikan rasa kenyang.
Di atas daun selada bisanya diberi saus mustard dan adapula yang menambah dengan irisan mentimun.
Ciri khas Selat Solo lainnya adalah adanya irisan telur rebus.
Kombinasi ini menjadikan Selat Solo berwarna dan menggugah selera.
Perbedaan Selat Solo dan steak Eropa adalah steak Eropa biasanya disajikan selagi panas, sedangkan Selat Solo disajikan dalam kondisi dingin.
Namun sejumlah rumah makan dapat menyajikan Selat Solo dalam kondisi hangat sesuai permintaan tamu.