Pekerja dengan status karyawan kontrak yang kemudian diangkat menjadi karyawan tetap akan mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Hal ini mengikuti ketentuan yang berlaku.
Namun ada hitungan-hitungannya soal THR dengan status baru karyawan tetap. Simak informasinya berikut ini.
Dikutip dari laman Instagram Kementerian Ketenagakerjaan (@kemnaker), jika pekerja diangkat dari karyawan kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi karyawan tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), dalam masa kontrak yang masih berjalan, masa kerja pekerja dihitung dari awal PKWT.
Artinya, jika sudah bekerja 3 tahun sebagai PKWT, THR tetap dihitung dari masa kerja. Pekerja berhak mendapat THR penuh sebesar satu bulan upah.
Lalu, bagaimana jika ada jeda waktu antara kontrak lama dan pengangkatan jadi karyawan tetap? Jika masa kerja PKWTT sudah minimal satu bulan, tetapi kurang dari 12 bulan, THR dihitung secara proporsional.
Ada dua jenis THR yang diberikan kepada pekerja, yakni THR satu bulan upah dan proporsional. Apa bedanya?
1. Satu Bulan Upah
Pekerja/buruh dengan masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih.
Contoh: Pekerja dengan upah Rp 3.000.000/bulan dan sudah bekerja lebih dari satu tahun, maka ia akan mendapat THR sebesar satu bulan upah, yakni Rp 3.000.000-.
2. Proporsional
Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan. Ini cara menghitungnya: masa kerja/12 x 1 bulan upah
Contoh:
Masa kerja: 6 bulan
Upah sebulan: Rp 6.000.000
Cara menghitung THR:
- masa kerja/12 x 1 bulan upah
: 6 bulan/12 x Rp 6.000.000 = Rp 3.000.000
Pekerja/buruh berdasarkan PKWT/kontrak dan telah berakhir masa kerjanya, sebelum hari raya keagamaan, tidak mendapat THR. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.