TRIBUNJATIM.COM - Aksi Sudirman (32) menganiaya pencuri jemuran hingga meninggal.
Hingga akhirnya jenazah pencuri jemuran itu dibuang di Jalan Pondok Rawa, Desa Laut Dendang, Kabupaten Deli Serdang.
Peristiwa bermula ketika Sudirman dibangunkan oleh istri yang mendengar keributan dari angsa di belakang rumah, Senin (10/3/2025) pagi.
Sudirman lalu membuka pintu samping rumahnya.
Ia mendapati jemuran kainnya hilang.
Sudirman lekas membuka pintu depan dan melihat pelaku sedang membawa jemurannya.
"Terus saya tendang dan piting. Saya bilang, 'maling, maling'," kata Sudirman saat diwawancarai di Polsek Tembung pada Kamis (13/3/2025).
Setelah itu, Hasan Ashari (32), Muhammad Ridho (24), dan Rahmat Dermawan (31) membantu Sudirman menangkap pelaku.
Selanjutnya, pelaku dibawa ke dekat masjid.
Pelaku diikat di tiang listrik.
Sejumlah warga pun keluar rumah.
Kepala lingkungan turut dipanggil dan hadir di lokasi.
Pelaku pun dihajar massa dan berujung meninggal dunia.
Kemudian, jenazah diangkat ke becak dan dibawa ke Jalan Pondok Rawa.
Jenazah korban dibuang di pinggir jalan dekat tumpukan sampah.
Pada Selasa (11/3/2025) siang, jenazah itu ditemukan warga sekitar.
Sebelumnya diberitakan, Kasat Reskrim Polrestabes Medan AKBP Bayu Putro Wijayanto mengatakan, Sudirman dan tiga pelaku lainnya, yakni Hasan, Ridho, dan Rahmat, ditangkap.
"Korban lebam-lebam, banyak luka dari hantaman dan tendangan sehingga tidak bernyawa," ujar Bayu, Kamis (13/3/2025).
Polisi yang melakukan penyelidikan akhirnya menangkap para pelaku pada Rabu (12/3/2025).
Sudirman mengakui turut serta menganiaya korban hingga tewas.
Sementara itu, keempat pelaku ditahan di Polsek Tembung dan dijerat dengan Pasal 170 ayat 1 ke-3e serta Pasal 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Sementara itu aksi pembunuhan lainnya juga pernah terjadi di Semarang.
Sosok anak pembunuh ibu kandung di Semarang kini ditangkap polisi, Minggu (23/2/2025).
Anak tersebut bernama Imam Ghozali (36) yang membunuh ibu kandungnya, Salamah (62).
Peristiwa tragis itu dilakukan Imam di dalam rumah pada Selasa (18/2/2025) sekitar pukul 23.15 WIB.
Diketahui tersangka sempat buron.
Kasatreskrim Polrestabes Semarang, AKBP Andika Dharma, menyatakan tersangka ditangkap tak jauh dari rumahnya setelah menjadi buron selama lima hari.
"Kami tangkap tersangka di daerah Tanah Putih, Kecamatan Candisari, Kota Semarang," paparnya, Senin (24/2/2025), dikutip dari TribunJateng.com.
Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, Imam Ghozali menikam ibunya karena sakit hati.
Proses penyelidikan masih dilakukan untuk mengungkap kronologi pembunuhan.
"Iya tersangka kami tangkap kemarin, mengaku ke kami motifnya (membunuh) karena sakit hati," tuturnya.
Adik tersangka menyatakan Imam Ghozali pengangguran dan sering meminta uang ke orang tua.
Saat tak diberi uang, tersangka sering marah-marah ke orang tua.
Sementara itu, suami korban, Moeh Ghozali, mengaku tak berada di rumah saat terjadi pembunuhan.
"Saya baru tahu pukul 07.30 WIB. Saya diberitahu teman saya datang ke tempat kerjaan. Bahwa saya harus pulang karena istri di bunuh," tuturnya.
Moeh Ghozali menjelaskan dirinya memiliki lima anak dan korban merupakan anak pertama.
Tersangka tak disukai saudaranya karena meminta warisan rumah yang ditempati saat ini.
"Adik-adiknya marah waktu itu. Kamu gimana wong tuo (orang tua) masih kok ngomong warisan," bebernya.
Menurutnya, tersangka sering berbuat onar bahkan hampir dihajar massa.
"Anak saya bilang katanya mau di massa. Minta tolong ke ketua RT tetapi tidak berani. Yang berani menghadapi saya," tandasnya.
Sehari-hari tersangka tak bekerja dan hanya mabuk-mabukan.
Ia berharap Imam Ghozali dihukum setimpal meski anak kandungnya sendiri.
"Saya tidak masalah jika dihukum seberat-beratnya. Jika perlu dihukum mati," ucapnya.
Ketua RT setempat, Rohmad Widodo, membenarkan adanya aksi pembunuhan yang terjadi di lingkungannya.
"Pelaku keluar ibunya tergeletak di teras rumah. Kejadian itu disaksikan masyarakat," tukasnya.
Warga mengevakuasi korban yang tak berdaya ke RS Roemani.
"Ibunya sudah tergeletak berlumuran darah. Kondisinya sudah mendengkur tetapi tidak mengucap apapun," lanjutnya.
Ia menambahkan korban mengalami luka tusuk di perut serta dada dan dinyatakan meninggal saat perjalanan ke rumah sakit.
Ayah pasrah minta anak dihukum mati
Seorang ayah sudah pasrah meski sempat kaget istrinya dibunuh oleh anak kandung sendiri.
Ayah bahkan mengungkap bagaimana tabiat dari sang anak.
Ayah baru tahu peristiwa tragis itu ketika sedang berada di tempat kerjanya.
Peristiwa itu diketahui terjadi di Semarang, Jawa Tengah.
Pembunuhan tragis yang dilakukan anak terhadap ibu kandung itu terjadi di Jalan Gunungsari RT 010 RW 009, Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (18/2/2025).
Sang anak bernama Imam Ghozali (36), seorang pengangguran yang sering buat onar diduga pencandu pil koplo.
Imam Ghozali diduga membunuh ibunya, Salamah.
Moeh Ghozali, suami Salamah dan ayah pelaku, mengungkapkan ia tidak mengetahui kejadian tersebut hingga pagi hari.
"Saya baru tahu pukul 07.30. Saya diberitahu teman saya datang ke tempat kerjaan. Bahwa saya harus pulang karena istri di bunuh," ujarnya kepada tribunjateng.com, Rabu (19/2/2025).
Moeh menjelaskan, pada saat kejadian, ia sedang bekerja dan tidak mengetahui alasan di balik tindakan anaknya tersebut.
"Saya tidak tahu di mana lukanya dan apa penyebabnya," tambahnya.
Imam Ghozali merupakan anak pertama dari lima bersaudara.
Menurut Moeh, Imam pernah meminta warisan rumah yang mereka tinggali.
"Adik-adiknya marah waktu itu. Kamu gimana, wong tuo (orang tua) masih ada kok ngomong warisan," ungkapnya.
Moeh juga mengungkapkan Imam sering membuat ulah dan pernah terlibat keributan di luar rumah.
"Anak saya bilang katanya mau di massa. Minta tolong ke ketua RT tetapi tidak berani, yang berani menghadapi saya" jelasnya.
Moeh Ghozali menyatakan, ia ikhlas jika anaknya dihukum seberat-beratnya.
"Saya tidak masalah jika dihukum seberat-beratnya. Jika perlu dihukum mati," tegasnya.
Sementara itu, kasus anak bunuh ibu kandung juga pernah terjadi di Sleman, Yogyakarta.
Nasib nahas dialami ibu kandung yang dibunuh anaknya sendiri di Sleman, DI Yogyakarta.
Pelakunya adalah seorang pria berinisial A.
A ditangkap polisi setelah diduga melakukan kekerasan hingga menyebabkan ibu kandung berinisial MM meninggal.
Ternyata, pelaku sudah menganiaya MM pada 29 Desember 2024 dan 1 Januari 2025.
Hal itu seperti yang diungkap oleh Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo.
"Kemudian pada 7 Januari 2025, korban meninggal dunia," kata Edy Setyanto dalam jumpa pers, Kamis (30/01/2025), dilansir Kompas.com.
Kronologi Kejadian
Kasus pembunuhan terhadap ibu kandung di Sleman ini, terungkap setelah penemuan jenazah korban di sebuah kebun kosong pada 12 Januari 2025.
Pelaku diduga melakukan kekerasaan terhadap ibunya hingga korban meninggal dunia pada 7 Januari 2025.
Usai membunuh ibunya, pria berinisial A sempat membiarkan jenazah korban tergeletak di tempat tidur selama beberapa hari.
"Setelah beberapa hari, pada 10 Januari 2025, pelaku kemudian membawa jenazah korban ke kebun kosong di sekitar rumah dan menutupnya dengan daun," ungkap Edy Setyanto.
Kapolresta Sleman mengungkapkan, ada penemuan mayat pada Minggu (12/1/2025) sekitar pukul 16.40 WIB.
"Saat ditemukan (di kebun kosong), mayat ditutup dedaunan dan dalam kondisi mulai membusuk," kata Kombes Pol Edy Setyanto, Kamis.
Setelah diketahui adanya laporan penemuan mayat itu, pihak kepolisian melakukan identifikasi.
Jenazah pun dibawa ke RS Bhayangkara untuk dilakukan autopsi.
Hasil autopsi menunjukkan adanya luka di leher bawah dan patah tulang rusuk, yang mengindikasikan adanya tindak kekerasan.
"Kami curigai ada tindak kekerasan dan kami lakukan pemeriksaan," jelas Edy.
Pelaku Tinggal Serumah dengan Korban
Lebih lanjut, Edy menjelaskan, pelaku adalah anak kandung korban yang tinggal satu rumah dengan korban.
Hal tersebut, diketahui dari hasil penyelidikan polisi.
"Pelaku anak kandung korban yang tinggal sama-sama dengan korban," tuturnya.
Sementara itu, dari hasil keterangan yang didapat, pelaku melakukan tindak kekerasan terhadap ibu kandungnya pada 29 Desember 2024.
Di mana pelaku memukul bagian rusuk korban bagian kanan dan kiri.
Akibatnya, korban meninggal dunia.
Pelaku lantas membawa korban ke kebun kosong yang berada di sekitar rumah.
Pelaku Merasa Jengkel
Edy juga mengungkapkan, pelaku tega melakukan kekerasan terhadap ibu kandungnya karena merasa jengkel.
"Motif pelaku merasa jengkel kepada korban karena korban merasa tidak sesuai terus saat dilayani oleh pelaku dalam kehidupan sehari-hari," ucapnya.
Edy menyebut, selama ini, korban dan pelaku tinggal serumah, hanya berdua.
"Kakak-kakaknya (kakak pelaku) sudah berkeluarga dan tinggal bersama keluarganya. Pelaku ini tinggal bersama korban, jadi yang merawat korban selama ini adalah pelaku," jelas Edy.
Pelaku Terancam Hukuman Paling Lama 15 Tahun
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 44 ayat (3) jo pasal 5 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Adapun ancaman hukuman terhadap pelaku ini, paling lama 15 tahun penjara.
"Ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara," kata Edy.
Penyidik juga berkoordinasi dengan pihak RSJ Grhasia, Pakem, Kabupaten Sleman untuk melakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku.