TRIBUNMADURA.COM - Setiap tahun, masyarakat suku Madura yang merantau memiliki tradisi unik disebut toron, yaitu pulang ke kampung halaman untuk berkumpul bersama keluarga besar. 

Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang bulan Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua dan leluhur.

Dilansir dari Kompas. Com, toron bukan sekadar ritual pulang kampung, tetapi juga sarana mempererat tali silaturahmi dan menjaga nilai-nilai budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Para perantau dari berbagai kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali, berbondong-bondong kembali ke tanah kelahiran mereka di Madura.

Salah satu nilai utama dari tradisi ini adalah rasa hormat terhadap keluarga dan leluhur.

Setibanya di kampung halaman, masyarakat Madura biasanya mengunjungi orang tua, sanak saudara, serta berziarah ke makam leluhur.

Biasanya orang Madura setelah melakukan tradisi toron, mereka juga sering mengadakan doa bersama sebagai ungkapan syukur atas keselamatan dan rezeki yang diperoleh selama merantau.

Selain aspek spiritual, toron juga sangat berdampak bagi masyarakat Madura.

Kedatangan para perantau meningkatkan aktivitas ekonomi lokal, terutama di sektor perdagangan dan jasa.

Pasar-pasar tradisional ramai oleh para pendatang yang berbelanja kebutuhan selama tinggal di kampung halaman.

Meskipun zaman terus berkembang, tradisi toron tetap dijaga dan diwariskan kepada generasi muda agar mereka tetap memiliki ikatan kuat dengan tanah kelahiran serta nilai-nilai luhur budaya Madura. 

Tradisi ini bukan hanya sekadar perjalanan pulang, tetapi juga bentuk penghormatan, kebersamaan, dan cinta terhadap keluarga serta kampung halaman.

Lantas, mengapa tradisi ini dikatakan sebagai momen sakral? 

Tradisi Toron dikatakan sebagai momen sakral karena memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat Madura.

Selain menjadi ajang untuk berkumpul dengan keluarga, tradisi ini juga melibatkan penghormatan kepada leluhur melalui ziarah dan doa bersama.

Keberkahan, keselamatan, serta rasa syukur atas kehidupan menjadi inti dari perayaan , menjadikannya lebih dari sekadar perjalanan pulang kampung, melainkan sebuah ritual yang sakral nilai budaya dan keagamaan.

Bagi masyarakat Madura, toron menjadi kewajiban yang harus dijalankan ketika seseorang telah memiliki bekal yang cukup dan berada dalam kondisi fisik yang sehat.

Budayawan asal Madura, Abrari Alzael, menjelaskan bahwa tradisi toron yang dilakukan oleh masyarakat suku madura terbagi menjadi dua jenis.

Yang pertama adalah toron, yang memiliki makna turun ke bawah, sedangkan yang kedua disebut toron tana, yang berarti turun ke tanah.

Dikutip dari Kompas.Com, (27/2/2025 ). Sosiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto menyatakan bahwa tradisi toron dipahami oleh perantau Madura sebagai bentuk menjaga ikatan kekeluargaan atau "nyambung ‘bheleh’" setelah mereka pulang dari perantauan.

Tradisi toron memiliki keterkaitan erat dengan konsep onggha, yang berarti migrasi atau merantau.

Bagi masyarakat Madura, merantau bukan sekadar berpindah tempat, melainkan sebuah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan mencari peluang ekonomi di luar tanah kelahiran.

Tekad yang kuat untuk memperbaiki kehidupan menjadi dorongan utama selama di perantauan.

Oleh karena itu, ketika kondisi ekonomi sudah lebih baik, mereka merasa memiliki tanggung jawab moral untuk tetap menghormati dan kembali ke kampung halaman, sebagai bentuk penghormatan terhadap tanah leluhur.

Istilah "toron" tak hanya berarti turun, tetapi juga berkaitan dengan toronan, yang merujuk pada keturunan.

Karena itu, tradisi Toron bukan sekadar kepulangan, melainkan wujud nyata dalam menjaga dan melestarikan ikatan keluarga lintas generasi.

Informasi lengkap dan menarik lainya di TribunMadura.Com

Baca Lebih Lanjut
Bersih-Bersih Makam Hingga Bertukar Berkat dalam Tradisi Rokat Jelang Ramadan di Bangkalan Madura
Haurrohman
Hampir 2 Musim Jadi Tim Musafir, PSM Akhirnya 'Pulang Kampung' ke Parepare untuk Jamu Persebaya
Hasiolan Eko P Gultom
Alhamdulillah, Fiersa Besari Akhirnya Pulang ke Rumah dengan Selamat, Begini Momen saat Ketemu sang Putri!
Widy Hastuti Chasanah
Momen Zulhas Pakai Caping Ikut Tradisi Methil di #DemiIndonesia Mandiri Pangan
Detik
Hari Jadi ke-299 Grobogan, Kirab Keris Kiai Sengkelat dan Gunungan Hasil Bumi Meriahkan Acara
Daniel Ari Purnomo
Jadi Buronan Korupsi Penyelewengan Tanah Kas Desa, Eks Kades Teras Boyolali Masuk DPO Sejak 2009
Vincentius Jyestha Candraditya
Boyong Grobog Hari Jadi ke-299 Grobogan: Kirab Keris Kiai Sengkelat hingga Pesta Gunungan Hasil Bumi
Catur waskito Edy
Makna Pembagian Kue Ganjel Rel dan Munculnya Warak Ngendok saat Dugderan di Semarang
Catur waskito Edy
Keseruan Warga Desa Panjer di Kediri Berebut Gunungan Hasil Bumi, Tradisi Jelang Ramadan
Sudarma Adi
Duka Fiersa Besari di Hari Ulang Tahun, 2 Pendaki Meninggal di Carstensz, Istri Berharap Kuat Pulang
Weni Wahyuny