TRIBUNJATIM.COM - Seorang pasien diabetes kaget kakinya tak ada usai operasi amputasi jari.
Pasien itu adalah wanita berinisial JS (43).
JS diduga jadi korban malapraktik salah satu dokter di Rumah Sakit Mitra Sejati, Kota Medan, Sumatra Utara (Sumut), dan video masalah ini menjadi viral di media sosial.
Disebutkan bahwa menurut keputusan dokter bersama keluarga, pasien seharusnya menjalani amputasi pada jari kakinya yang terluka.
Namun, setelah operasi selesai, keluarga pasien terkejut karena bukan hanya jari kaki yang diamputasi, melainkan juga kaki pasien.
Akibat kejadian ini, keluarga korban menuntut pihak rumah sakit untuk bertanggung jawab.
“Saya menuntut direktur RS ini karena saudara saya kakinya dipotong, dipotong kakinya,” kata seorang pria dalam video viral, Selasa (4/3/2025).
Sementara itu, perekam video tersebut juga mengungkapkan bahwa amputasi seharusnya hanya dilakukan pada jari korban.
“Gak ada bilang, jari kakinya dioperasi okelah kami setuju, dioperasilah hari Kamis. Dibawa ke ruang operasi rupanya kaki dipotong tanpa sepengetahuan,” kata pria lain yang merekam video itu.
Di sisi lain, Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Utara telah buka suara.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Faisal Hasrimy menjelaskan bahwa pihaknya sudah mendengar informasi tersebut beberapa hari lalu.
Setelah mengetahui informasi tersebut, pihaknya langsung mendatangi pihak rumah sakit dan menggelar mediasi kepada korban dan RS Mitra Sejati.
"Jadi kami Dinkes begitu dapat informasi dari masyarakat kita langsung melakukan pemeriksaan mulai dari kendali mutu hingga mengecek prosedur yang dikerjakan RS Mitra Sejati," terangnya, Selasa (4/3/2025), dikutip dari Tribun-Medan.com.
Faisal pun menceritakan kejadian tersebut terjadi pada hari Senin (24/2/2025). Atas persetujuan pasien, dokter di RS Mitra Sejati melakukan tindakan operasi amputasi jari kaki pasien.
"Jadi dari informasi yang kami dapatkan dari pihak rumah sakit bahwa prosedur sudah dijalankan. Memang yang kebetulan si ibu ini ada riwayat diabetes nah tinggi 449 ya. Namun, pada saat diambil tindakan operasi, ternyata jaringan itu yang mati sudah menyebar ke atas bukan hanya di jari saja," katanya.
Namun, pada saat akan dikonfirmasi kembali, kata Faisal, pihak keluarga tidak ada di dekat ruangan operasi.
"Nah, pada saat mau dikonfirmasi kembali, keluarga ibu itu enggak di dekat ruang operasi. Sementara, inikan harus diambil tindakan. karena, sedang proses operasi berjalan, tapi dipanggil beberapa kali keluarganya enggak ada yang hadir," katanya.
Sementara itu, keluarga merasa keberatan karena pihak rumah sakit diduga tidak memberikan konfirmasi sebelum melakukan amputasi kaki.
"Itulah posisinya, nah di sinilah keberatan keluarganya. Kenapa penjelasan awal yang diamputasi jari kaki kenapa sampai ke kaki," katanya.
Namun, kata Faisal, sudah ada pertemuan antara keluarga pasien dan juga pihak rumah sakit.
"Tapi ini sudah ada pertemuan dan dibicarakan. Kita pun dari rumah sakit, ini sudah kita sampaikan ke kita lakukan pemeriksaan nanti akan kita lakukan evaluasi," katanya.
Ia menyatakan bahwa meskipun prosedur telah dijalankan, evaluasi terhadap rumah sakit tetap akan dilakukan.
"Nanti temuan-temuan apa yang kita dapatkan akan kita publish. Karena saat ini tim kami serang melakukan pengecekan apakah ini memang ada kelalaian, atau apa karena salah prosedural. Ini sedang proses tim sedang bekerja," katanya.
Selain itu, berdasarkan hasil mediasi, pihak rumah sakit mengklaim bahwa pasien telah menerima tindakan tersebut, tetapi keluarga masih belum menerimanya.
"Jadi hasil mediasi, kalau menurut management rumah sakit, ke tim kami, si ibu sudah menerima legowo, tapi yang belum menerima suami dan pengacara," katanya.
Faisal Hasrimy menegaskan pihaknya akan memberikan sanksi tegas kepada rumah sakit apabila terdapat kesalahan.
"Jadi sekarang belum ada sanksi baik itu ke dokter atau rumah sakit. Karena pemeriksaan masih diproses," katanya.
Suami korban, Everedy Sembiring (49), telah melaporkan salah satu dokter RS tersebut kepada Polda Sumut.
Laporan Polisi ini tertulis dalam bukti laporan LP/ B/303/III/SPKT Polda Sumut tertanggal 3 Maret 2025.
Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani Tampubolon, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut dan akan segera menindaklanjutinya.
"Laporannya sudah diterima dan tentunya akan ditindaklanjuti, akan diproses," kata Kasubbid Penmas Polda Sumut Kompol Siti Rohani Tampubolon, Selasa (4/3/2025).
Berdasarkan bukti laporan (LP), Everedy Sembiring membawa istrinya, JS, ke RS tersebut pada Minggu, 23 Februari 2025.
Jari telunjuk kaki sebelah kanan JS mengalami luka hingga membuat jari kakinya itu menghitam akibat terkena paku.
Pada Senin (24/2/2025) sekira pukul 15.00 WIB, Everedy menandatangani surat persetujuan operasi jari telunjuk istrinya. Setelah itu, JS dibawa ke ruang operasi.
Saat Everedy menunggu bersama anaknya, ia dipanggil oleh perawat sekira pukul 18.00 WIB.
Everedy sangat kaget ketika perawat tiba-tiba menyerahkan kaki kanan istrinya yang telah diamputasi hingga bagian lutut.
Akibatnya, sang istri mengalami cacat permanen karena setengah kaki kanannya diamputasi, diduga tanpa persetujuan.
Kasus Dugaan Malpraktik Lain
Seorang anak tiga tahun meninggal dunia usai disuntik dokter magang karena sakit flu.
Peristiwa ini terjadi di Malaysia, melansir dari WorldofBuzz via TribunJateng, Selasa (4/3/2025).
Kejadian tersebut berawal dari seorang ibu yang membawa anaknya berobat ke rumah sakit di Malaysia.
Anak tersebut diketahui sakit flu namun tak kunjung membaik.
Pihak dokter yang memeriksanya, mengungkap jika anak tersebut mengalami deidrasi hingga memerlukan suntikan sebelum dilakukan tes darah.
"Kondisi anakku lemah, dan aku melihat dokter magang memberi suntikan tanpa anestesi apapun," tulis sang ibu dalam unggahannya.
Diketahui, anak tersebut mengalami perubahan kondisi yang cukup drastis setelah menerima suntikan.
Anak itu menangis dan tubuhnya gemetar sebelum akhirnya mengucapkan kata-kata terakhirnya pada sang ayah.
"Ayah, aku tidak bisa melihat apa-apa," ungkap anak tersebut dengan suara yang mulai melemah.
Situasi semakin memburuk ketika dokter magang lainnya, memberikan suntikan tambahan kepada anak itu.
Gadis malang tersebut mengalami peningkatan detak jantung yang cukup drastis.
Pihak keluarga segera diminta untuk keluar ruangan, sementara tim medis tengah berupaya menyelamatkan nyawa anak itu.
Namun, upaya yang dilakukan oleh tim medis rupanya tak membuahkan hasil.
Pada pukul 09.00 waktu setempat gadis tersebut dinyatakan telah meninggal dunia.
Sementara itu, pihak rumah sakit menyatakan bahwa gadis kecil itu meninggal dunia akibat mengalami infeksi bakteri.
Sang ibu lantas mempertanyakan prosedur yang dilakukan, khususnya terkait suntikan yang diberikan tanpa izin orang tua yang bersangkutan.
"Mengapa Anda memberikan suntikan booster? Anda bilang itu obat, selanjutnya Anda bilang itu booster. Bahkan, Anda tidak meminta izin apapun kepada kami," ungkapnya.
Ibu gadis itu juga menyesalkan keputusan pihak rumah sakit lantaran memintanya keluar ruangan saat kondisi sang anak mulai kritis.
Pihak rumah sakit diketahui menawarkan otopsi atas keberatan keluarga, unntuk memastikan penyebab kematian gadis kecil tersebut.
Namun, pihak keluarga kemudian memilih membawa jenazah sang anak untuk dimakamkan.
Selanjutnya, ibu anak tersebut bertekad untuk menempuh jalur hukum terhadap pihak rumah sakit.
"Kepada dokter magang, berhenti menghilangkan nyawa orang lain," tulisnya dalam unggahan terakhirnya.
Tampak dalam unggahan tersebut, sang ibu merasa sangat kecewa dan terpukul atas apa yang telah terjadi.