TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKA RAYA - Kuasa hukum I, tersangka kasus izin tambang di Barito Utara, Erman Umar mengungkapkan, masih mempelajari berkas perkara kliennya.
Erman juga mempertanyakan, kerugian negara yang disebabkan kliennya.
Pasalnya, kata dia, perusahaan yang dijalankan kliennya ini belum ada produksi yang menghasilkan.
"Kita belum ada menghasilkan, kalau produksi kan ada lagi proses pinjam pakai ke Dinas Kehutanan, jadi 10 tahun terhambat," ujar Erman, Rabu (05/03/2025).
Erman juga menilai, ada potensi kasus yang menyeret nama kliennya ini merupakan pesanan.
"Karena klien kita mengaku sempat ditemui beberapa pihak, masuk ke perusahaan tapi menurut kita dengan cara tidak elegan," kata dia.
DD satu di antara tersangka juga sempat buka suara saat ia digiring menuju mobil tahanan.
"Kami berharap semua yang berparaf itu dipanggil semua, termasuk mantan bupati, sekda, asisten, kabag hukum, anggota kabag hukum, anggota kabag ekonomi, kepala dinas kami, karena semua paraf," tegasnya.
Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah atau Kejati Kalteng sebelumnya menetapkan tiga tersangka, dalam dugaan korupsi penerbitan izin usaha pertambangan di Barito Utara, Rabu (5/3/2025).
Tiga tersangka tersebut masing-masing inisial A, Mantan Kepala Dinas (Kadis) Pertambangan dan Energi Barito Utara.
Lalu, DD, Mantan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Distamben Barito Utara, dan I Direktur Utama PT Pagun Taka.
Ketiga tersangka melakukan perbuatan korupsi tersebut sejak 2009-2012.
Asisten Pidana Khsus (Aspidsus) Kejati Kalteng, Wahyudi Eko Husodo, menjelaskan, setelah berlaku UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada tanggal 12 Januari 2009, penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) harus melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Namun, untuk mendapatkan IUP dengan menghindari proses tersebut, PT Pagun Taka mengajukan permohonan pencadangan wilayah pertambangan, yang kemudian oleh Bupati Barito Utara pada saat itu, AY, permohonan tersebut didisposisikan ke Dinas ESDM Barito Utara, sehingga dibuatlah draft SK bupati tentang surat persetujuan pencadangan wilayah pertambangan yang diparaf oleh A selaku Kepala Dinas ESDM Kabupaten Barito Utara dan DD, Kabid Pertambangan Umum Dinas ESDM Kabupaten Barito Utara.
Kemudian, SK bupati tentang surat persetujuan pencadangan wilayah pertambangan PT Pagun Taka ditandatangani oleh Bupati Barito Utara dan diberikan nomor dengan tanggal mundur atau back date, pada tanggal sebelum UU RI Nomor 4 Tahun 2009 berlaku.
Sehingga, kata Wahyudi, terbitlah IUP PT Pagun Taka, tanpa melalui proses lelang WIUP.
"Akibat perbuatan tersangka, negara kehilangan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya didapatkan dari proses lelang WIUP," ujar Wahyudi.
Wahyudi mengungkapkan, berdasarkan perhitungan dari Kementerian ESDM kerugian negara dari 2009-2012 berkisar antara Rp 20-120 miliar.
"Untuk perhitungan pastinya kita masih menunggu dari hasil auditor BPKP RI
Lebih lanjut, Wahyudi menambahkan, pihaknya juga telah memeriksa mantan bupati, namun ia masih menderita strok sehingga sulit dimintai keterangan.
Meski begitu, Kejati Kalteng juga telah meminta keterangan melalui keluarga Bupati Barito Utara yang masih menjabat pada 2009-2012.
Wahyudi menjelaskan, kasus ini baru terungkap pada 2025 karena ia baru bertugas di Kejati Kalteng dan masih ada berkas perkara dugaan korupsi izin tambang ini.
"Kebetulan pada saat saya baru bertugas di sini, kita coba ungkap dengan tim dengan petunjuk pimpinan," jelasnya.
Tribun masih terus mengonfirmasi pihak-pihak terkait.