TRIBUNNEWS.COM – Sani Dinar Saifuddin merupakan sosok yang kini menjabat sebagai Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, anak usaha dari PT Pertamina (Persero).
Sani telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.
Ia menjadi satu dari tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas kasus yang membuat negara mengalami kerugian mencapai Rp 193,7 miliar.
Berikut sepak terjang Sani Dinar Saifuddin.
Dikutip dari kpi.pertamina.com, Sani Dinar Saifuddin saat ini telah berusia 47 tahun.
Ia pernah mengenyam pendidikan di Universitas Padjadjaran Bandung dan berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi tahun 2001.
Sani pun melanjutkan pendidikannya di Binus University untuk mengambil program Magister Management dari Fakultas Binus Business School Master Program.
Sani memulai karier di PT Pertamina (Persero) pada 2004 di bidang Oil Products & Crude Oil Trader.
Pada Januari 2010, ia dimutasi ke Pertamina Energy Services sebagai Trader hingga Juli 2011.
Setelah itu, Sani dipercaya menjadi Business Development di Pertamina Energy Services.
Pengalaman kerja Sani juga mencakup Supply Chain, Market Analysis, dan Crude Trading di Pertamina. Pada 2022, ia diangkat menjadi Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Terbaru, Sani Dinar Saifuddin resmi ditetapkan sebagai salah satu dari tujuh tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.
Enam tersangka lainnya yakni Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS), Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF), Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.
Lalu, Agus Purwono (AP), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Muhammad Keery Andrianto Riza (MKAR), beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadan Joede (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Sani Dinar berperan sebagai orang yang memberikan izin impor untuk minyak mentah dengan harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi.
Mengutip Kompas.com, kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina untuk mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.
Artinya pemenuhan kebutuhan minyak mentah di dalam negeri mesti dipasok dari dalam negeri, begitu pula kontraktornya yang harus berasal dari dalam negeri.
Namun, penyidikan Kejagung menemukan bahwa tersangka Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, dan Agus Purwono melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.
Hal itu membuat produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Pengondisian tersebut, membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.
Selanjutnya, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara subholding Pertamina dengan broker.
Para tersangka diduga mengincar keuntungan dengan memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Terkait hal tersebut, penyidik Kejagung kemudian memeriksa sejumlah saksi dan ahli hingga akhirnya dapat menetapkan beberapa tersangka.
(David Adi) (Kompas.com/Teuku Muhammad Valdy Arief)