Laporan Gabriela Irvine Dharma
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski diterpa isu bahan bakar minyak (BBM) oplosan jenis Pertalite menjadi Pertamax, masih banyak warga tetap setia menggunakan bensin beroktan 92 tersebut untuk kendaraan bermotornya.
Apis (39), salah satu warga yang ditemui Tribun di SPBU KS Tubun, Jakarta Pusat mengaku sejauh ini sepeda motornya tidak mengalami masalah saat diisi dengan menggunakan Pertamax.
"Saya sih selama ini biasa saja sih pakai Pertamax, nggak ada perubahan sih. Mesin juga aman. Saya juga melihat bensinnya warna apa gitu, nggak sih nggak ada campurannya. Soalnya beda rasanya kalau pakai Pertalite, lebih enteng ini (Pertamax)," ujarnya, Rabu(26/2/2025).
Berlanjut di SPBU Pertamina Penjernihan, Jakarta Pusat dua mahasiswa yang ditemui Tribun, David dan Yohanes (23), mengaku belum benar- benar membaca secara mendetail mengenai berita dugaan bensin oplosan. Namun mereka berdua mengaku tetap mengisi BBM untuk kendaraan bermotornya menggunakan Pertamax.
Sejauh ini, mereka mengisi bahan bakar disesuaikan dengan kondisi keuangan mereka saat itu. "Kita belum baca bener sih terkait berita itu, baru denger aja. Sejauh ini kalau lagi ada uang lebih, ya isi Pertamax. Kalau lagi pas- pasan, ya Pertalite saja," ujar David.
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) bikin heboh. Sebab, ada praktik culas bos Pertamina Patra Niaga mengoplos Pertalite menjadi Pertamax.
Kendati demikian, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar meminta masyarakat tak khawatir, karena produk Pertamina yang beredar di masyarakat kini bukanlah bahan bakar minyak (BBM) oplosan.
Karena kasus korupsi di Pertamina ini terjadi pada 2018 hingga 2023 lalu.
Harli juga memastikan bahwa BBM yang kini beredar di masyarakat bukan hasil oplosan dan tidak berkaitan dengan kasus yang saat ini tengah diusut Kejagung.
“Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu nggak tepat,” kata Harli.