TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Harmas Jalesveva melalui RPR LAW FIRM, memberikan klarifikasi terkait pemberitaan Tribunnews.com yang tayang pada 18 Februari 2025 berjudul Buntut Deposit Rp 6,46 Miliar, Bukalapak Ajukan Permohonan PKPU terhadap Harmas.
Sesuai Undang-undang Pokok Pers, Tribunnews memberikan hak jawab kepada PT Harmas Jalesveva RI terkait berita yang menjadi keberatan PT Harmas tersebut.
Dalam hak jawab yang diterima Tribunnews.com, kuasa hukum dari PT Harmas Jalesveva mengajukan keberatan atas pemberitaan yang tidak memuat berita yang sesuai dengan fakta dan hanya didasarkan pada keterangan salah satu pihak saja (tidak berimbang/proporsional dalam pemberitaan), yakni PT Bukalapak.com.
Berikut poin poin hak jawab dari kuasa hukum PT Harmas
1. Kami selaku kuasa hukum dari PT Harmas Jalesveva mengajukan keberatan atas pemberitaan atas pemberitaan di media Tribunnews yang tidak memuat berita yang sesuai dengan fakta dan hanya didasarkan pada keterangan salah satu pihak saja (tidak berimbang/proporsional dalam pemberitaan), yakni PT Bukalapak.com dengan alasan-alasan yang kami uraikan di bawah ini.
2. Hubungan hukum antara Klien kami dengan Bukalapak sudah diuji dan diputus secara keperdataan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta di Tingkat banding, hingga Mahkamah Agung di Tingkat kasasi (3 Tingkatan Peradilan), yang pada pokoknya menghukum pihak Bukalapak untuk membayar ganti rugi kepada Klien kami sebesar Rp 107 milyar. Dengan hubungan hukum yang demikian, segala alasan Bukalapak dalam mengajukan permohonan PKPU pada faktanya sudah diuji dan dipertimbangkan oleh 3 (tiga) Majelis Hakim berbeda dari Tingkat pertama, banding hingga kasasi. Sebagai media massa yang dipercaya dan berintegritas, Tribunnews seharusnya melakukan kroscek terhadap fakta hukum yang telah dipublikasikan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 575/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 12 April 2022 melalui situs Kepaniteraan Mahkamah Agung dan juga fakta bahwasanya sudah ada teguran dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (aanmaning) terhadap isi Putusan a quo.
3. Tagihan Klien kami kepada Bukalapak adalah sah dan berkekuatan hukum tetap (inkracht) di mana, dalam Putusan a quo dari Tingkat pertama sampai dengan kasasi, salah satu amarnya adalah menghukum Bukalapak untuk membayar sejumlah uang kepada Klien kami sebesar Rp107 milyar.
4. Pengertian utang dalam konsep kepailitan/PKPU tidak hanya didasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak, tetap segala kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Rupiah maupun mata uang asing dikategorikan sebagai hutang. Jika merujuk putusan a quo, Bukalapak memiliki kewajiban untuk membayarkan kewajibannya kepada Klien kami akibat pemutusan sewa sepihak yang dilakukan Bukalapak.
5. Dalil tagihan yang disampaikan oleh Bukalapak kepada Klien kami dalam permohonan PKPUnya adalah tidak berdasar secara hukum karena tuntutan tagihan tersebut sudah diperiksa dalam Rekonvensinya dan ditolak dalam Putusan a quo, bahkan dengan alasan-alasan seperti non adimpleti contractus juga telah diperiksa dan dipertimbangkan secara baik oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Lagipula jumlah tuntutan hutang yang diajukan oleh Bukalapak sebesar Rp6,4 milyar dibandingkan dengan kewajiban Bukalapak kepada Klien kami tidak sebanding, karena Bukalapak harus membayar Klien kami senilai Rp107 milyar.
6. Jika menggunakan logika yang dijadikan dalil oleh Bukalapak bahwa putusan yang memenangkan Harmas dan memerintahkan Bukalapak membayar Rp 107 milyar kepada Klien kami bukan sebagai utang, bagaimana mungkin Bukalapak bisa mengklaim bahwa tagihan Rp 6,4 milyar yang sudah dipertimbangkan, diputus tolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bisa digunakan sebagai dasar tagihan untuk mengajukan Permohonan PKPU? Dengan demikian, apa yang Bukalapak lakukan terhadap Klien kami merupakan abuse of process atau penyalahgunaan prosedur hukum atau menggunakan proses hukum untuk menyalahi putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap dan mengikat, serta vexatious litigation atau permohonan atau gugatan melalui pengadilan dengan iktikad buruk.
7. Seluruh penyajian berita yang diuraikan oleh Tribunnews seolah-olah fakta hukum yang sudah dipertimbangkan dan diputus oleh Pengadilan menjadi sia-sia dan Tribunnews tidak pernah memberikan kesempatan atau meminta klarifikasi kepada Klien kami terhadap pemberitaan dari Bukalapak tersebut.
8. Bahwasanya pada pokoknya, tindakan Bukalapak yang menghentikan rencana sewanya sedangkan Klien kami telah menyelesaikan Pembangunan Gedung yang akan disewa oleh Bukalapak, merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan akibat penghentian tersebut, Gedung yang telah diselesaikan sesuai rencana Bukalapak, menjadi kosong dan merugikan Klien kami.
9. Bahkan, jika Tribunnews merujuk pertimbangan hakim dalam Putusan a quo, akan Tribunnews temukan bahwasanya pembatalan perjanjian yang tidak mendapatkan persetujuan dari pihak lain dalam perjanjian, maka hal tersebut adalah pemutusan perjanjian secara sepihak. Apabila hal tersebut menimbulkan kerugian pihak lain tersebut, maka pihak yang memutuskan secara sepihak tersebut dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, sehingga pengesampingan Pasal 1266 KUHPerdata tidak dapat dikesampingkan dan harus diajukan pembatalan melalui pengadilan, bukan seperti apa yang Bukalapak lakukan kepada Klien kami.
10. Dan keterlambatan yang selalu didalilkan oleh Bukalapak sebagai dalilnya sudah diperiksa dan dipertimbangkan dalam Putusan a quo Dimana tidak ada keterlambatan yang terjadi kecuali karena akibat ketidakmampuan Bukalapak untuk memberikan gambar blueprint ruangan yang akan disewanya sesuai dengan tenggat waktu yang disepakati dan seluruh fakta tersebut sudah diperiksa dan dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara profesional, sehingga Tribunnews seharusnya merujuk putusan a quo bukan merujuk pada perkataan sepihak dari Bukalapak.
Dengan penayangan poin poin tersebut, Tribunnews.com sudah memenuhi hak jawab sesuai dengan peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab