TRIBUNJATENG.COM - Kecerdasan buatan (AI) sering kali dianggap sebagai ancaman bagi aspek budaya dan kearifan lokal. Namun, dalam seminar online bertajuk "Optimizing Local Wisdom using Artificial Intelligence Technology" yang digelar Universitas Pancasakti Tegal pada Jumat, (31/1/2025) lalu, dengan menghadirkan Fikri Hidayatullah, dosen Sarjana Terapan Teknik Informatika Politeknik Harapan Bersama (Poltek Harber), sebagai pemateri utama.
Seminar ini dibuka oleh Wakil Dekan I, Rusnoto, yang menyampaikan apresiasinya terhadap tema yang diangkat. Ia menekankan bahwa pemanfaatan AI dalam mendukung kearifan lokal adalah langkah inovatif yang perlu didorong.
"Topik ini sangat menarik karena membuka peluang baru bagi kita untuk memanfaatkan teknologi tanpa meninggalkan akar budaya yang sudah ada," ujarnya.
Dalam pemaparannya, Fikri Hidayatullah menjelaskan bahwa meskipun AI sering dianggap mengancam banyak aspek konvensional, termasuk budaya dan tradisi lokal, hal ini tidak sepenuhnya benar. Justru, AI bisa menjadi alat yang kuat untuk melestarikan dan memperkuat identitas lokal.
"Memang betul, selain membawa kemajuan, terkadang teknologi juga membawa dampak yang tidak diinginkan. Namun, bukan berarti kita harus menolaknya. Di Inggris, pada masa Revolusi Industri, ada profesi bernama Knocker-Upper yang bertugas mengetuk pintu untuk membangunkan orang.
Seiring hadirnya fitur alarm pada jam, profesi ini pun hilang. Lalu, apakah kemunculan alarm harus ditiadakan? Justru, alarm berkembang menjadi teknologi yang sangat bermanfaat, seperti alarm gempa, alarm mesin produksi, hingga alarm sabuk pengaman," jelasnya.
Sebagai bukti bahwa AI dapat berpadu dengan kearifan lokal, Fikri menampilkan berbagai aplikasi cerdas yang dikembangkan oleh dosen dan mahasiswa Teknik Informatika Poltek Harber.
Beberapa di antaranya adalah Ngapak Translator (penerjemah bahasa Indonesia ke bahasa Tegalan), Rempahtour (aplikasi wisata digital jalur rempah Nusantara), Jelajah Tegal (pemandu wisata lokal di Tegal), serta Batik Tegalan Recognizer (aplikasi pengenal motif batik Tegalan menggunakan teknologi computer vision).
Antusiasme peserta seminar sangat tinggi, terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dalam sesi diskusi. Di penghujung acara, Fikri mengajak seluruh peserta untuk aktif dalam mengembangkan teknologi yang tidak hanya canggih, tetapi juga mampu mengangkat identitas lokal dan nasional.
Seminar yang dihadiri oleh 82 peserta dari berbagai kampus ini menjadi bukti bahwa AI bukan hanya milik industri besar, tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk menjaga dan memperkuat budaya lokal dengan cara yang lebih modern dan relevan. (*)
Seminar yang dihadiri oleh 82 peserta dari berbagai kampus ini menjadi bukti bahwa AI bukan hanya milik industri besar, tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk menjaga dan memperkuat budaya lokal dengan cara yang lebih modern dan relevan. (*)