Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes
TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Evan Dimas Darmono, mantan pemain tim nasional (Timnas) terlihat berlarian di antara para pemain dengan rompi kuning dan hijau.
Berulang kali Evan berteriak memberikan instruksi pada anak-anak yang sedang berlatih sepak bola di Lapangan Desa Mojoarum, Kecamatan Gondang, Kamis (13/2/2025) sore.
Jebolan Akademi Persebaya ini memang mengambil peran baru sebagai pelatih Sekolah Sepak Bola (SSB) Saraswati.
SSB ini awalnya berasal dari Sanggar Kesenian Saraswati yang ada di Dusun Majan, Desa Mojoarum.
Mengawali pembicaraan dengan Tribun Jatim Network, Evan mengaku sudah setahun tinggal di Desa Mojoarum ini.
“Selama saya di Persik Kediri kemarin, saya tinggalnya di Mojoarum. Tidak di mess pemain,” ucapnya, saat ditemui di Sanggar Saraswati.
Lanjutnya, setelah dari Sanggar Saraswati, Evan mulai merintis SSB dengan nama yang sama, Saraswati.
Proses ini dimulai saat dia ada pertengahan bergabung dengan Persik Kediri, dimulai hanya dengan beberapa anak saja.
Saat ini total anak-anak yang bergabung dengan SSB Saraswati ada 22.
Mereka berasal dari Desa Mojoarum dan sekitarnya, seperti Desa Ngrendeng dan Desa Cabe.
Mereka tidak dipungut biaya, justru Evan Dimas yang menyediakan peralatan latihan, seperti bola dan cone.
Dia juga menyiapkan air minum untuk anak-anaknya selepas latihan.
“Setiap hari jumlahnya bertambah. Mayoritas mereka baru pertama gabung ke SSB,” sambung Evan.
Menurutnya, saat ini nilai-nilai keindahan sepak bola mulai berkurang, seperti kemenangan yang dicapai dengan berbagai cara.
Hal yang sama juga terjadi pada kesenian, seperti tari dan gamelan yang kurang diminati anak muda.
Evan juga menemukan adanya nilai-nilai dalam seni tradisional yang bisa dibawa ke sepak bola.
“Misalnya menari tentang keluwesan, seperti mengatur tempo. Dalam sepak bola, kalau tidak ada tempo akan pelanggaran terus,” katanya.
Untuk menanamkan nilai-nilai sepak bola yang mulai hilang, Evan kadang membawa anak didiknya ke Sanggar Saraswati.
Menurutnya, tantangan melatih anak-anak ini bulan asalah skill dan passing saja, tapi juga mental dan karakter pemain.
Mental dan karakter ini yang dibawa selanjutnya dan sampai pemain membela merah putih.
“Lebih fokus pada pembinaan usia muda. Nyaman dan senang tidak bisa dinilai dengan apapun,” ucap Evan Dimas mengutarakan perasaannya.
Baginya, melatih anak-anak di SSB Saraswati bukan sekedar mengajari mereka bermain sepak bola.
Namun juga melatih dan mendidik anak-anak bersikap di luar lapangan dengan menerapkan nilai-nilai yang mulai pudar, seperti menjaga kebersihan selepas latihan dan saling menghormati.
Bukan sekedar tentang kalah dan menang serta skill yang bagus, namun juga kerukunan dan kekompakan.
“Kemenangan tidak bisa dipisahkan dari kerukunan dan kekompakan,” ucapnya.
Selama melatih Evan mendapat dukungan dari banyak pihak, seperti Kepala Desa Mojoarum dan warga sekitar.
Mantan pemain nomor 6 di Timnas ini mengaku merasa senang dan nyaman di SSB Saraswati karena layaknya satu keluarga.
Antara Sanggar Saraswati, SSB Saraswati dan masyarakat Mojoarum saling mendukung satu sama lain.
Suasana ini yang menurutnya sulit jika sekedar dinilai dengan materi.
Karena itu untuk saat ini Evan Dimas belum terpikir untuk kembali ke klub profesional.
Bahkan jika nanti ada klub yang menggunakan jasanya, Evan bertekad tetap akan melatih di SSB Saraswati.
“Melatih memang tidak bisa orientasi materi, tapi tekaD mendidik generasi muda dengan nilai-nilai yang saat ini mulai hilang,” tegasnya.
Berada di Sanggar Seni Saraswati membuat Evan Dimas punya kesempatan belajar kesenian.
Mesti belum ahli, Evan mulai menguasai alat musik gamelan, dan secara khusus tengah meminati kendang.
Menurutnya, ada filosofi kesenian yang bisa dibawa ke sepak bola, seperti tempo yang sangat penting dalam gamelan dan tari.
Dalam sepak bola tempo memegang peran penting, karena tidak mungkin sebuah tim bermain kencang terus.
Sebagai seorang gelandang, Evan mengaku harus pantai bermain tempo karena tanpa tempo maka akan terus melakukan pelanggaran.
“Ada hal yang sama antara seni dan sepak bola. Jadi kita punya sesuatu yang dibawa ke sepak bola,” tandasnya.