TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Tim peneliti dari Universitas Sumatera Utara (USU) mengungkapkan hasil penelitian terbaru mengenai keasaman dan kebersihan air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat.
Penelitian ini dilakukan oleh tim dari Kelompok Studi Kimia Organik USU dan dipimpin oleh Prof Juliati Tarigan, M.Si, Guru Besar Kimia Organik dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU. Hal itu disampaikannya dalam diskusi dan dialog terbuka, Kamis (6/2/2025).
"Penelitian kami membuktikan bahwa tidak ada migrasi atau luruhan Bisphenol-A (BPA) ke dalam air minum, bahkan setelah galon terpapar sinar matahari selama beberapa hari," tutur Dr Juliati Tarigan dalam dialog dan temu pers.
Di masyarakat ada kekhawatiran mengenai kemungkinan migrasi Bisphenol-A (BPA) dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air minum.
"Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada luruhan atau migrasi BPA pada semua sampel yang diuji, baik yang disimpan dalam kondisi normal maupun yang terpapar sinar matahari selama lima hingga sepuluh hari," katanya.
Prof Juliati menjelaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi air minum kemasan galon berbahan polikarbonat.
Di antaranya, terdiri dari dua merek nasional, yaitu Aqua dan Prima, serta dua merek lokal, yaitu Amoz dan Himudo. Sampel dari setiap merek diambil dari tiga titik distribusi berbeda, dengan kondisi penyimpanan yang beragam, yaitu tidak terpapar sinar matahari, terpapar sinar matahari selama lima hari, dan terpapar sinar matahari selama sepuluh hari.
"Pengujian dilakukan dengan metode High-Performance Liquid Chromatography (HPLC), sebuah instrumen canggih yang mampu mendeteksi BPA hingga level mikrogram per liter," jelasnya.
Untuk memastikan keakuratan, penelitian ini dilakukan dengan metode triplo, yaitu dengan tiga kali pengujian pada setiap sampel.
Kekhawatiran masyarakat bahwa BPA dapat luruh ke dalam air minum akibat paparan panas matahari juga terbantahkan dalam penelitian ini. Prof Juliati juga menjelaskan bahwa BPA memiliki titik leleh yang sangat tinggi, yaitu 159 derajat Celsius. Sementara itu, suhu tertinggi yang tercatat di Indonesia hanya mencapai 38,5 derajat Celsius.
"Dengan demikian, tidak ada kemungkinan BPA berpindah dari kemasan ke air minum dalam kondisi penyimpanan normal,"ujarnya.
Dari segi kesehatan, Dr dr.
Dr. Brama juga menambahkan bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme alami untuk mengurai zat kimia yang masuk ke dalam tubuh. Jika ada BPA yang terserap, hati akan mendetoksifikasi zat tersebut sebelum akhirnya dikeluarkan melalui urin dan feses.
"Klaim bahwa air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat dapat memicu masalah kesehatan seperti gangguan metabolik, kanker, atau diabetes tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat,"jelasnya.
Sebagai penutup, Prof. Juliati menekankan pentingnya masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berbasis penelitian ilmiah dalam menyikapi isu-isu kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat dan meluruskan berbagai misinformasi terkait dampak BPA. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat tidak perlu khawatir dalam mengonsumsi air minum kemasan galon yang telah terbukti aman.
Profil Narasumber
Prof. Dr. Juliati Tarigan, M.Si.
Prof. Juliati Tarigan adalah Guru Besar Kimia Organik di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU). Ia telah mengabdi lebih dari satu dekade di bidang kimia dan menerima penghargaan Satya Lencana Karya Satya atas dedikasinya. Pada 15 Agustus 2022, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap USU dengan pidato berjudul "Oleokimia: Perkembangan dan Prospeknya di Indonesia," yang membahas potensi industri oleokimia berbasis minyak sawit di Indonesia. Dengan lebih dari 700 sitasi, ia telah menerbitkan berbagai penelitian ilmiah, termasuk studi tentang senyawa flavonoid pada daun katuk, sintesis galactomannan maleic ester, dan produksi biodiesel dari ampas kopi.
Dr. dr. Brama Ihsan Sazli, M.Ked(PD), Sp.PD-KEMD
Dr. Brama Ihsan Sazli adalah dokter spesialis penyakit dalam dengan subspesialisasi Endokrinologi, Metabolik, dan Diabetes. Ia merupakan staf Divisi Endokrin di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU serta praktik di Rumah Sakit CPL USU dan RS Royal Prima Medan. Lulus sebagai spesialis penyakit dalam dari USU, ia aktif dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Dr. Brama fokus pada penanganan penyakit terkait endokrin, metabolisme, dan diabetes.
(Dyk/www.tribun-medan.com).