KETERLIBATAN generasi muda dalam pelestarian budaya sangatlah penting karena mereka adalah penerus yang akan menjaga dan meneruskan tradisi.
Hal ini disadari Nadia yang menjabat Galuh Wakil II dan Galuh Favorit Balangan 2024. Dalam program kerjanya pelestarian budaya menjadi penekanan. "Ada tiga program yang kami jalankan yaitu Salimbada, Balabuh dan Kulineran," terang gadis berusia 21 tahun ini. Program kerja Salimbada merupakan singkatan atau akronim dari Senang Liwar (sekali) memakai Bahasa Daerah.
Adapun Balabuh singkatan dari Bailang (berkunjung) wan Nanang Galuh antara lain bersilaturahmi ke Tabalong menemui Utuh Diang di sana. Kemudian Kulineran yaitu kegiatan memperkenalkan makanan khas daerah di Balangan.
Mengenai program Salimbada, dipaparkannya bahwa Balangan wilayahnya luas, banyak desa sehingga banyak kosakata dan logat bahasa daerah apalagi ada masyarakat Dayak Halong yang juga ada bahasa sendiri.
"Contoh, alat masak berupa wajan, dalam bahasa Banjar disebut rinjing, sedangkan dalam bahasa Dayak Halong disebut ringging, logatnya berbeda," kata Nadia.
Sebagai Galuh yang aktif di Pawadahan Nanang Galuh Balangan ia juga ingin berpartisipasi mengenalkan budaya Balangan melalui media sosial dengan membuat vlog.
Salah satu budaya khas Balangan adalah Mesiwah Pare Gumboh yang merupakan ritual adat perayaan panen suku Dayak Deah yang bermukim di Desa Liyu, Kecamatan Halong.
"Ini merupakan festival budaya tahunan yang berlangsung pada bulan Juli," kata pelatih Paskibra Darul lstiqamah ini.
Sebelumnya Mesiwah Pare Gumboh dilangsungkan secara sendiri-sendiri oleh warga setempat. Beberapa tahun terakhir, mereka bersama-sama saling gotong-royong merayakan pesta panen.
Masyarakat menyiapkan makanan sehari sebelumnya. Ada beberapa makanan wajib yang dibuat, antara lain lamang dan sejumlah jenis kue tradisional.
Juga dalam budaya warga Kecamatan Juai ada budaya Jalan Liuk yang merupakan resepsi pernikahan pasangan pengantin duda dan janda yang dilangsungkan malam hari dengan penerangan obor.
Di tengah lapangan terbuka, bercahayakan obor bambu, sepasang pengantin menjalankan tradisi adat.
Dalam tradisi tersebut, dibuatlah jalan berliku yang dipagari menggunakan tali dari akar kayu yang dikenal sebagai tali bararan tapah. Ada lima liku pada sisi kiri dan kanan jalan dan dilewati oleh pengantin secara terpisah.
Diiringi alunan musik Banjar dan mengenakan pakaian adat Banjar berwarna kuning, berhias melati, pasangan ini melewati jalan berliku yang sudah disediakan.
Masing-masing pengantin, baik laki-laki maupun perempuan didampingi dua orang perwakilan keluarga yang disebut sebagai pantul.
Diiringi pantun jenaka berbalut nasihat pernikahan, keduanya berjalan dari pintu masuk yang berbeda. Hingga akhirnya bertemu di jalan yang sama dan saling bergandeng tangan. "Budaya masyarakat Balangan tersebut menjadi daya tarik tersendiri yang merupakan potensi daerah," pungkas Juara 3 Tartil dan Tilawatil Qur'an tingkat Mts ini. (dea)