Bos maskapai penerbangan Hendry Lie membantah perusahaannya PT Tinindo Internusa (Tin) memiliki afiliasi dengan sejumlah perusahaan boneka dalam menjalankan kerja sama dengan PT Timah Tbk.
Adapun hal itu diungkapkan tim penasihat hukum Hendry Lie dalam pembacaan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan yang dilayangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/2/2025).
Dalam eksepsinya, tim penasihat hukum Hendry lie membantah bahwa kliennya itu memiliki afiliasi dan menggunakan perusahaan bonek untuk mengambil bijih timah dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Timah Tbk.
Adapun perusahaan boneka yang dimaksud yakni CV Semar Jaya Abadi, CV Sekawan Makmur Sejati dan CV Bukit Persada.
"Faktanya terdakwa tidak pernah mengetahui keberadaan CV CV tersebut. Terdakwa juga tidak pernah membeli bijih timah yang dikumpulkan dari CV CV tersebut," ucap penasihat hukum di ruang sidang.
Selain itu penasihat hukum juga berdalih, bahwa tidak ada aliran uang dari para perusahaan boneka kepada PT TIN.
Hal itu lantaran menurut penasihat hukum, bahwa Hendry Lie tidak pernah terlibat dalam proses penambangan adapun pengumpulan bijih timah dari para penambahan ilegal tersebut.
"Terdakwa juga sama sekali tidak terlibat dalam pembentukan perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT Tinindo Internusa. Terdakwa juga tidak pernah menerbitkan atau menandatangani dokumen apapun terkait CV CV tersebut," jelasnya.
Atas dasar itu kemudian penasihat hukum menilai bahwa Jaksa telah keliru karena telah menyamaratakan kondisi dan fakta hukum yang terjadi dengan perusahaan smelter swasta lain yang terlibat dalam kasus timah dengan perusahaan milik kliennya itu.
"Maka surat dakwaan JPU telah disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap karena tidak menguraikan secara spesifik peran terdakwa dalam pembelian dan atau pengumpulan bijih timah," pungkasnya.
Didakwa Perkaya Diri Rp 1 TriliunSebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa bos maskapai Hendry Lie sekaligus pemilik PT Tinindo Inter Nusa atau PT TIN terlibat korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung.
Dalam dakwaannya, JPU mendakwa Hendry Lie memperkaya diri sendiri dalam perkara tersebut hingga Rp 1 triliun.
“Memperkaya terdakwa Hendry Lie melalui PT. Tinindo Inter Nusa setidaktidaknya Rp 1.059.577.589.599.19,” kata JPU membacakan dakwaan di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).
Selain itu, JPU juga menyatakan terdakwa Hendry Lee dalam perkara tersebut telah memerintahkan Rosalina dan Fandy Lingga.
Untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT Tinindo Inter Nusa terkait kerjasama sewa alat processing Timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lainnya.
“Antara lain PT RBT, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa dan PT Stanindo Inti Perkasa yang diketahuinya smeltersmelter swasta tersebut tidak memiliki CP dan format surat penawaran kerja sama sudah dibuatkan oleh PT Timah,” kata JPU.
Jaksa juga menyebutkan Hendry Lie memerintahkan Fandy Lingga mewakili PT Tinindo Internusa menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkal Pinang dengan Mochtar Rizal Pahlevi selaku Direktur Utama PT Timah TBK dan Alwin Albar selaku Direktur Operasional PT Timah TBK dan 27 pemilik smelter swasta.
Pertemuan tersebut kata jaksa membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut. Karena biji timah yang diekspor oleh smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah.
“Terdakwa Hendry Lee bersamasama Fandy Lingga dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa menerima pembayaran atas kerjasama sewa peralatan processing penglogaman timah dari PT Timah yang diketahuinya bahwa pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga,” jelas jaksa.
Di persidangan jaksa juga mendakwa Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 USD sampai dengan 750 USD per ton.
Seolaholah dicatat sebagai CSR dari smelter swasta yaitu CV venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
“Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina maupun fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Internusa mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey moeis bersama smelter swasta lainnya yaitu CV venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT. Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa smelter swasta. Sehingga kesepakatan harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai atau mendalam,” jelas jaksa.
Atas perkara ini jaksa mendakwa Hendry Lie merugikan keuangan negara dalam perkara tersebut sebesar Rp300 triliun berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara perkara dugaan tindak pendana korupsi tata niaga komoditas timah. Pada wilayah izin usaha pertambangan IUP PT Timah tahun 2015 sampai dengan tahun 2022 dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia.
Atas hal itu Hendry Lie didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomer 31 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 Ke1 KUHP.
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun.
Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.