TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Suasana duka menyelimuti kediaman keluarga, I Wayan Mudiana asal Banjar Timbul, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Senin 20 Januari 2025.
Mudiana merupakan satu dari 4 korban meninggal dunia, dalam musibah tanah longsor di Lingkungan Celuk, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Minggu 19 Januari 2025.
Istri dari Mudiasa, Ni Nengah Rengkig tidak kuasa menahan sedih.
Ia terus menangis, mengetahui suaminya menjadi korban musibah tanah longsor di pasraman di Desa Pikat.
“Kemarin tahu musibah ini dari handphone,” ungkap Rengkig sembari terus menangis.
Ia mengatakan, sebelum musibah itu suaminya sempat minta canang.
Namun Rengkig tidak mengetahui suaminya hendak ke mana, dan bersama siapa.
“Kemarin dia (Mudiana) minta canang, tidak bilang mau ke mana,” ungkap Rengkig dengan meneteskan air mata.
Rengkig mengaku tidak mengetahui, suaminya mengikuti kegiatan spiritual di Desa Pikat.
Karena Mudiana tidak pernah bercerita terkait kegiatan tersebut.
“Tidak pernah ada cerita mau ke mana,” ungkapnya.
Mudiana sehari-harinya diketahui bekerja sebagai buruh bangunan. Ia meninggalkan 3 anak dan seorang di antaranya sudah menikah.
Di tempat terpisah suasana duka juga menyelimuti keluarga dari I Wayan Nata dan Nengah Mertayasa di Desa Pesinggahan. Keduanya menjadi korban meninggal dunia dalam musibah longsor di Desa Pikat.
Nata dan Mertayasa tinggal dalam 1 pekarangan rumah. Bertetangga langsung dengan korban lainnya, I Wayan Mudiana.
Kerabat dari Nata dan Mertayasa, Ketut Subrata (50) tidak kuasa menahan tangis. Saat mengetahui kerabatnya menjadi korban dalam musibah longsor.
“Saya kemarin paruman di banjar, dapat informasi saudara saya kena musibah,” ungkap Subrata dengan meneteskan air mata, Senin 20 Januari 2025.
Subrata mengatakan, walau mereka bersaudara dekat, namun jarang komunikasi. Sehingga Subrata tidak mengetahui kedua kerabatnya itu melakukan aktivitas apa di pasraman di Lingkungan Celuk.
“Saya tidak tahu, karena memang jarang komunikasi. Tiba-tiba ada kabar seperti ini,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Meski jarang komunikasi, Subrata mengaku sangat terpukul dengan kepergian keduanya.
Nengah Mertayasa selama ini sehari-hari sebagai nelayan, dan meninggalkan seorang istri dan 3 anak.
Sementara Nata merupakan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), meninggalkan 2 anak.
Sementara pihak keluarga masih berunding, terkait dengan upacara pemakaman keduanya.
Rencananya jenazah korban baru akan diupacarai setelah rahina Buda Wage Klawu yang jatuh, Rabu 22 Januari 2025 nanti. (eka mita suputra)