TRIBUN-MEDAN.COM,- Nama Yu Hao mendadak ramai dibahas di media sosial.
Yu Hao adalah orang China pencuri 774 Kg emas dengan modus tambang ilegal di wilayah Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
Yang bikin namanya tenar lantaran dia dibebaskan hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak.
Hakim PT Pontianak menjatuhi vonis bebas terhadap Yu Hao karena menilai dia tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin.
Adapun hakim yang memberikan vonis bebas terhadap Yu Hao yakni Ketua Majelis Hakim Isnurul S Arif.
Dalam sidang sebelumnya di Pengadilan Negeri Ketapang, Yu Hao dijatuhi hukuman 3,5 tahun serta denda sebesar Rp 30 miliar.
Yu Hao terbukti merugikan negara hingga Rp 1,020 triliun.
Namun ia mengajukan banding, hingga mendapat vonis bebas.
Tak mau Yu Hao lepas begitu saja, Kejaksaan Negeri Ketapang akan mengajukan kasasi.
Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Ketapang, Panter Rivay Sinambela mengkonfirmasi hal tersebut.
“Iya betul, kita wajib kasasi,” kata Panter," dikutip dari Kompas.com.
Yu Hao merupakan warga negara asing (WNA) asal China.
Ia lahir di Provinsi Shaanxi, China pada 3 September 1975.
Menurut website Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Ketapang, Yu Hao berusia 50 tahun saat divonis bebas.
Dia menempuh pendidikan di tanah kelahirannya dengan jenjang terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA).
Singkat ceritanya, Yu Hao datang ke Indonesia.
Ia tinggal di Perumahan The Green Park Blok C No. 20 Jalan Panglima Ain Gang Tekem, Pontianak, Kalimantan Barat.
Yu Hao tercatat sebagai pemilik perusahaan PU ER RUI HAO LAO WU YOU XIAN GONG SI.
Dirinya lalu melakukan kegiatan penambangan dengan cara pengangkutan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan emas secara ilegal.
Lokasi penambangan berada di Dusun Pemuatan Batu, Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Yu Hao dalam kasus ini juga berstatus sebagai kontraktor di PT Sultan Rafli Mandiri (PT.SRM).
Dirangkum dari sipp.pn-ketapang.go.id, kasus mulai terbongkar saat seorang saksi bernama Dr. Yuli Sulistiyohadi, S.T., M.Si melaporkan Yu Hao ke Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Minerba Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tangga 7 Mei 2024 lalu.
PPNS Ditjen Minerba selanjutnya melakukan serangkaian penyelidikan lalu ditingkatkan penyidikan terhadap aktivitas Yu Hao.
Adapun modus Yu Hao adalah memanfaatkan lubang tambang yang masih dalam masa pemeliharaan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik dua perusahaan swasta lokal.
Dua perusahaan itu, yaitu PT BRT dan PT SPM, tak memiliki persetujuan untuk produksi dalam kurun waktu 2024-2026.
Di wilayah IUP itulah Yu Hao melakukan penambangan. Ia menggunakan bahan peledak untuk menggali dan mengolah bijih emas dalam terowongan.
Hasilnya, pemurnian emas dari upaya tersebut kemudian diangkut keluar dalam bentuk emas doré.
Terungkap volume batuan bijih emas sudah tergali sebanyak 2.6887,4 m3.
Diketahui juga, dalam wilayah IUP itu, terdapat kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dan volume total tunnel adalah 4.467,2 m3, dikutip dari laman ESDM.go.id.
Yu Hao kemudian diseret ke persidangan di Pengadilan Negeri Ketapang.
Dalam sidang vonis, Yu Hao bersalah dan menjatuhkan vonis hukuman penjara selama 3,5 tahun serta denda sebesar Rp 30 miliar.
Terdakwa dituduh melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan tuntutan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 50 miliar.
Jika denda tidak dibayar, terdakwa akan dikenakan kurungan selama enam bulan, dikurangi masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani.
Yu Hao kemudian mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Pontianak.
Hakim memvonis bebas pada 10 Oktober 2024 kemarin.(tribun-medan.com)