TRIBUNJATIM.COM - Viral sosok kakek jalan kaki 500 km ke kampung halamannya.
Itu semua terjadi setelah si kakek diusir istri dan anak tirinya.
Kakek itu diketahui bernama Tuan Phon.
Pria bersama 62 tahun itu menceritakan kronologi kejadian yang dialaminya.
Melansir dari Eva.vn via TribunnewsMaker, ia mengaku tinggal bersama istrinya selama lebih dari 13 tahun di Distrik Satuek, Provinsi Buriram, Thailand.
Namun, segalanya berubah ketika anak tiri istrinya pindah dari ibu kota Bangkok untuk tinggal bersama pada pertengahan Desember 2024.
Beberapa minggu kemudian, istri dan anak tirinya mengusirnya dari rumah.
Karena patah hati, Tuan Phon meninggalkan rumah pada tanggal 28 Desember tanpa membawa harta benda atau uang.
Dia mengembara tanpa tujuan dari satu tempat ke tempat lain, tinggal sementara di kantor polisi dan meminta makanan dari kuil.
Beruntungnya, seorang petani tebu memberinya tumpangan ke distrik Chai Wan, provinsi Udon Thani.
Dia kemudian dibawa ke rumah sakit dengan kaki bengkak parah.
Dokter membalut lukanya dan melaporkan kejadian tersebut ke polisi.
Pak Phon mengatakan dia berjalan kaki dari rumahnya di distrik Satuek, provinsi Buriram dan sedang dalam perjalanan ke kampung halamannya di distrik Phon Phisai, provinsi Nong Khai, sekitar 500 km dari rumah.
Dia dulu bekerja sebagai tukang las dan menghabiskan semua uang yang diperolehnya untuk istrinya.
Namun, semua usahanya menjadi sia-sia ketika putranya sendiri muncul.
Saat mengenang masa-masa ia tinggal bersama istrinya, Pak Phon tak bisa menyembunyikan emosinya.
"Lebih dari 13 tahun tidak berarti apa-apa baginya." ungkapnya.
"Cinta sudah berakhir," tegasnya.
Setelah kembali ke rumah, Tuan Phon ingin menjadi biksu, menemukan kedamaian dan menyingkirkan kehidupannya yang menyakitkan.
Di Indonesia, nasub kakek penjual pisang namun dagangannya tak kunjung laku juga viral di media sosial.
Kakek itu bernama Mbah Imang alias Abah Imang.
Untuk berjualan, Abah Imang harus menempuh perjalanan jauh berjalan kaki.
Perjalanan itu dimulai dari Ciawi menuju ke Stasiun Bogor.
Ia menjajakan dagangannya keliling Bogor.
Saat berjuang mencari nafkah, Abah Imang sering menahan lapar.
Kisah pilu penjual buah asal Bogor bernama Abah Imang pun mengetuk pintu hati donatur PING.
Walhasil para donatur sepakat untuk memberi bantuan ke Abah Imang.
Saat donatur datang ke rumah Abah Imang di Kampung Sukamanah, Kelurahan Bitung Sari, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, kakek itu tengah merasakan sakit.
Melihat hal itu, donatur langsung membawa Abah Imang ke klinik kesehatan.
"Ketika kami datang, Abah Imang sedang merasakan sakit di tubuhnya namun beliau dan istri tak menyangka hari itu akan menerima rejeki yang menurut mereka besar," tulis akun medsos partnersingoodness, Jumat (13/12/2024).
"Abah Imang juga bisa memeriksakan kondisi tubuh beliau yang selama ini sering kali menahan rasa sakit," sambungnya.
Lebih lanjut, kebahagiaan Abah Imang semakin bertambah ketika tim donatur membawakan kalung emas yang disediakan untuk istri kakek penjual buah tersebut.
"Seuntai kalung emas juga menjadi hadiah terindah bagi istri Abah Imang. Belum pernah sebelumnya Istri beliau memakai emas di lehernya. Bahagia dan haru langsung terasa manakala istri Abah Imang berterimakasih dan memanjatkan doa," ungkapnya.
Tak hanya itu, Abah Imang juga diberi bantuan uang tunai senilai Rp 8 juta.
"Alhamdulillah senang. Ini rezeki," ungkap Abah Imang.
"Alhamdulillah, mudah-mudahan dimudahkan segala urusan, dipanjangkan umur, disehatkan rezekinya dilancarkan," sambungnya.
Abah Imang tetap semangat mencari nafkah demi bisa tetap bertahan hidup.
Setiap harinya, ia harus berjalan berkilo-kilo meter sambil memikul dua keranjang berisi pisang.
Pilunya ia kuat berjalan tanpa alas kaki, sembari berjualan.
Kakek penjual pisang itu diketahui sedang keliling berjalan kaki dikawasan Jalan Merdeka, Kota Bogor.
"Dari kejauhan abah keliatan bingung karena hari sudah sore tapi pisang jualannya masih dua keranjang penuh," tulis narasi dalam video tersebut.
Saat ditemui, ternyata buah pisang yang dibawa Abah Imang masih utuh belum ada yang membelinya sejak pagi hingga sore.
"Karena tak kunjung ada yang beli abah mencoba keliling lagi tanpa menggunakan alas kaki," kata dia.
Ia pun kemudian sempat sedikit berbincang dan membeli buah pisang yang dijual Abah Iman.
"Abah tak berhenti berdoa karena kami mebeli dagangannya," sambungnya.
Semangat kakek penjual pisang ini nampak tak pernah luntur.
Peci hitam yang warnanya sudah mulai pudah, menjadi pelindung kepala Abah Iman dari terik panas dan hujan.
Dari wajahnya nampak tergambar jika ia merupakan sosok yang tegar dalam menjalani kehidupan.
Panasnya aspal jalanan, batu krikil hingga tajamnya duri, bukan menjadi penghalan Abah Iman dalam mencari nafkat dengan kerangjang pisangnya.
Telapak kakinya seolah sudah tak lagi rasa sakit demi saat berjuang mencari nafkah untuk keluarganya di rumah.
Ia pun kembali melanjutkan memikul keranjang pisangnya untuk berkeliling dengan harapan pulang membawa uang hasil jualannya.
"Diwaktu sudah sore hari abah masih harus berjalan kaki mencari rezeki tanpa alas kaki," kata dia.