Gotong Royong vs Bekerja Sama Menurut Hukum PerdataKumparan | 14/01/2025 08:22:49
Oleh : Irman Ichandri, S.Pd., M.H.
Gotong Royong vs Bekerja Sama Menurut Hukum Perdata
Gotong royong dan bekerja sama adalah dua konsep kerja kolektif yang memiliki makna berbeda, meskipun sering kali dianggap serupa.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, gotong royong memiliki akar budaya yang kuat dan menjadi ciri khas bangsa, sedangkan bekerja sama merupakan istilah yang lebih formal dan sering kali diatur oleh hukum, termasuk hukum perdata. Artikel ini akan membahas perbedaan antara gotong royong dan bekerja sama menurut hukum perdata, dengan fokus pada karakteristik, dasar hukum, dan penerapannya dalam kehidupan masyarakat.
1. Pengertian Gotong Royong
Perbesar
Sumber : Dokumen pribadi
Gotong royong adalah bentuk kerja sama yang dilakukan secara sukarela, tanpa adanya imbalan atau paksaan. Konsep ini berasal dari nilai-nilai tradisional masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan, solidaritas, dan kebersamaan. Gotong royong sering kali diterapkan dalam berbagai kegiatan sosial, seperti membersihkan lingkungan, membangun fasilitas umum, atau membantu tetangga yang membutuhkan.
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, gotong royong merupakan asas dalam pembangunan masyarakat desa. Pasal 68 menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berpartisipasi secara gotong royong dalam kegiatan pembangunan desa. Hal ini menunjukkan bahwa gotong royong tidak hanya menjadi tradisi, tetapi juga mendapat pengakuan hukum di tingkat tertentu.
Ciri-ciri utama gotong royong adalah:
Sukarela: Tidak ada unsur paksaan dalam pelaksanaannya.
Berbasis kekeluargaan: Dilakukan atas dasar solidaritas dan kebersamaan.
Tidak formal: Tidak ada kontrak atau perjanjian tertulis yang mengikat.
Tidak berorientasi pada keuntungan: Fokusnya adalah membantu sesama atau mencapai tujuan bersama tanpa mengharapkan imbalan materi.
2. Pengertian Bekerja Sama
Perbesar
Sumber : Dokumen Pribadi
Bekerja sama, di sisi lain, adalah bentuk kolaborasi antara dua atau lebih pihak untuk mencapai tujuan tertentu. Berbeda dengan gotong royong, bekerja sama biasanya memiliki struktur yang lebih formal dan sering kali melibatkan perjanjian atau kontrak. Dalam hukum perdata, bekerja sama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), khususnya dalam bagian yang mengatur perikatan dan kontrak.
Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban. Dalam konteks bekerja sama, perikatan ini biasanya timbul dari perjanjian yang disepakati oleh para pihak. Pasal 1338 KUH Perdata juga menegaskan asas kebebasan berkontrak, yang memungkinkan para pihak untuk membuat perjanjian selama tidak bertentangan dengan undang-undang, moral, atau ketertiban umum.
Ciri-ciri utama bekerja sama adalah:
Formal: Biasanya melibatkan perjanjian tertulis yang mengatur hak dan kewajiban para pihak.
Berorientasi pada tujuan tertentu: Kolaborasi dilakukan untuk mencapai hasil atau keuntungan bersama.
Terikat hukum: Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, dapat timbul konsekuensi hukum, seperti wanprestasi (ingkar janji).
Profesional: Ada pembagian tugas yang jelas dan terorganisasi.
3. Perbedaan Menurut Hukum Perdata
Dalam perspektif hukum perdata, gotong royong dan bekerja sama memiliki perbedaan mendasar yang dapat dirangkum sebagai berikut:
Gotong Royong dalam Hukum Perdata
Gotong royong tidak secara eksplisit diatur dalam KUH Perdata karena sifatnya yang tidak formal dan lebih berlandaskan pada nilai sosial. Gotong royong biasanya tidak menimbulkan hubungan hukum yang mengikat, sehingga jika seseorang tidak berpartisipasi, tidak ada konsekuensi hukum yang dapat dikenakan. Namun, dalam beberapa kasus, gotong royong dapat diatur dalam peraturan daerah atau kebijakan lokal yang mengatur kewajiban partisipasi masyarakat.
Bekerja Sama dalam Hukum Perdata
Sebaliknya, bekerja sama sering kali melibatkan perjanjian yang diatur oleh hukum perdata. Perjanjian kerja sama menciptakan hubungan hukum antara para pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, pihak lainnya dapat mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata tentang wanprestasi. Dengan demikian, bekerja sama memiliki tingkat formalitas dan kepastian hukum yang lebih tinggi dibandingkan gotong royong.
4. Contoh Kasus
Gotong Royong
Dalam suatu desa, warga secara sukarela bergotong royong untuk membersihkan saluran irigasi. Tidak ada kontrak atau perjanjian formal yang mengatur kegiatan ini. Semua warga berpartisipasi atas dasar kesadaran dan solidaritas. Jika ada warga yang tidak ikut serta, tidak ada sanksi hukum yang dikenakan, tetapi warga tersebut mungkin akan dianggap kurang peduli oleh masyarakat sekitar.
Bekerja Sama
Dua perusahaan menandatangani kontrak kerja sama untuk membangun proyek infrastruktur. Dalam kontrak tersebut, masing-masing pihak memiliki tanggung jawab yang jelas, seperti menyediakan bahan bangunan atau tenaga kerja. Jika salah satu pihak gagal memenuhi kewajibannya, pihak lainnya dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi.
5. Kelebihan dan Kekurangan
Gotong Royong
Kelebihan:
Menumbuhkan rasa solidaritas dan kebersamaan.
Tidak memerlukan biaya atau formalitas.
Cocok untuk kegiatan sosial dan komunitas.
Kekurangan:
Tidak memiliki kepastian hukum.
Bergantung pada partisipasi sukarela, sehingga rentan terhadap ketidakhadiran.
Bekerja Sama
Kelebihan:
Memberikan kepastian hukum bagi para pihak.
Dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang kompleks.
Ada pembagian tugas yang jelas dan terorganisasi.
Kekurangan:
Memerlukan biaya dan waktu untuk menyusun perjanjian formal.
Rentan terhadap konflik hukum jika salah satu pihak wanprestasi.
Gotong royong dan bekerja sama adalah dua konsep yang berbeda, baik dari segi budaya maupun hukum. Gotong royong lebih bersifat informal, sukarela, dan berbasis pada nilai sosial, sedangkan bekerja sama lebih formal, terorganisasi, dan diatur oleh hukum perdata. Dalam kehidupan sehari-hari, kedua konsep ini memiliki peran penting yang saling melengkapi. Gotong royong cocok untuk kegiatan yang melibatkan solidaritas dan kebersamaan, sementara bekerja sama lebih sesuai untuk hubungan profesional yang memerlukan kepastian hukum.
Dengan memahami perbedaan ini, masyarakat dapat memilih pendekatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan konteksnya. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa setiap bentuk kerja kolektif, baik gotong royong maupun bekerja sama, tetap mencerminkan semangat saling membantu yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Baca Lebih Lanjut
Jelaskan Apa Saja Bentuk Gotong Royong dalam Masyarakat Indonesia
Moh. Habib Asyhad
Di Bawah MIND ID, 6 Anggota Holding Gotong Royong Bangun Hilirisasi Minerba
KumparanBISNIS
Bersama Warga, Bhabinkamtibmas Gotong Royong Perbaiki Saluran Irigasi Desa Batang Bulu Baru Palas
Muhammad Tazli
Terkendala Mengolah Lahan, Petani di Sungai Limau Kotabaru Gotong-royong Bersihkan Parit
Irfani Rahman
LBH Fakultas Hukum Unpatti Ambon Raih Akreditas B dari BPHN
Tanita Pattiasina
Sambangi Petani, Bhabinkamtibmas Polsek Stabat Dorong Ketahanan Pangan di Desa Karang Rejo Langkat
Muhammad Tazli
Laksanakan Pelantikan Notaris, Kakanwil Kemenkum Kalsel : Notaris Harus Menjadi Teladan Dalam Hukum
Hari Widodo
Dugaan Pelanggaran Penanganan Kasus Penyelundupan Satwa, Kuasa Hukum Berharap STH Bisa Segera Pulang
Tribunnews
Hasil Liga Italia: AC Milan & Juventus Sama-sama Gagal Menang
KumparanBOLA
Lalulintas Masih Ramai, Relawan Masjid Al Abrar HSS Layani Jemaah Haul Guru Sakumpul Sampai Rabu