SURYAMALANG.COM, - Belum selesai sejarah dualisme Arema antara Arema FC dan Arema Indonesia masih jadi masalah rumit yang menyelimuti klub sepak bola asal Malang ini.
Dualisme Arema kembali dibicarakan setelah PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI) yang menaungi Arema FC melayangkan somasi pertama tertanggal 12 Desember 2024.
Somasi dilayangkan PT AABBI terhadap tiga klub yakni Akademi Arema Ngunut, SSB Putra Arema, dan Arema Indonesia.
Selain klub, Asprov PSSI Jatim juga mendapat somasi, sebagai bentuk penegasan agar tidak ada lagi anggotanya yang menggunakan nama Arema untuk berlaga di Liga 4.
Somasi ini memang berkaitan dengan lisensi sah penggunaan nama Arema di kancah sepak bola Indonesia.
Dari beberapa organisasi yang mendapat somasi, PT Arema Indonesia yang bersikukuh untuk mengambil langkah hukum atau menggugat balik Arema FC di bawah PT AABBI.
Lantas seperti apa sebetulnya sejarah dualisme Arema?
Dihimpun dari berbagai sumber, nama Arema diketahui telah ada sejak zaman kerajaan.
Arema pertama kali tercatat dalam Kidung Harsawijaya, berkisah tentang Patih Kebo Arema, ketika Singosari diperintah Raja Kertanegara.
Prestasi Kebo Arema mentereng, ia meredam pemberontakan Kelana Bhayangkara.
Sebagaimana tertuang dalam Kidung Panji Wijayakrama, disebutkan saat itu seluruh pemberontak hancur seperti daun dimakan ulat.
Namun, kini nama Arema lebih identik dengan akronim Arek Malang.
KBBI menjelaskan bahwa arek berarti orang yang berasal atau dilahirkan di suatu daerah. Singkat kata, Arek Malang dapat diartikan sebagai orang-orang dari daerah Malang.
Arema pertama kali dibentuk oleh Derek dengan nama Armada 86, gabungan dari Armada dan Arema.
Beberapa bulan kemudian, nama Armada 86 berubah menjadi Arema 86.
Sayangnya, upaya Derek mempertahankan Arema`86 di kompetisi Galatama saat itu mendapat berbagai hambatan, termasuk kesulitan dana.
Di sinilah, Mantan Gubernur Irian Jaya ke-3, sekaligus eks pengurus PSSI periode 80-an, Acub Zaenal, berandil besar bagi napas panjang Arema sebagai klub sepak bola.
Usai diambil alih oleh Zaenal, nama Arema 86 diubah menjadi PS Arema Malang, lalu ditetapkan sebagai salah klub peserta Galatama.
PS Arema Malang resmi berdiri pada 11 Agustus 1987, sesuai akta notaris Pramu Haryono SH No 58.
Bulan kelahiran klub yang sesuai dengan zodiak Leo, membuat klub ini mendapat julukan Singo atau singa.
Duduk Perkara Dualisme
Sejak dibentuk pada 1987, Arema telah mengikuti berbagai kompetisi sepakbola strata tertinggi di Indonesia, mulai dari Galatama, Liga Indonesia, Indonesia Super League (ISL) hingga Liga 1.
Beberapa gelar yang pernah diraih Arema adalah juara Galatama musim 1992-93, juara ISL musim 2009-10, juara Piala Galatama 1992, dan juara Piala Indonesia 2005 serta 2006.
Duduk perkara dualisme klub terjadi pada 2011 ketika Indonesia memiliki dua kompetisi bola papan atas, yakni Indonesia Premier League (IPL) dan ISL.
Saat itu, ketua Yayasan Arema Indonesia, Muhammad Nur, bersama Acub Zaenal, mendaftarkan Arema Indonesia untuk bermain di IPL, kompetisi yang dianggap resmi.
Hanya saja, pada musim kedua PSSI memutuskan IPL sebagai kompetisi ilegal karena adanya konflik internal.
Di sisi lain, kubu Rendra Kresna (sekretaris Yayasan Arema), ternyata tidak setuju dengan keinginan ketua Yayasan Arema yang mendaftarkan Arema ke kompetisi IPL.
Padahal, ketika itu Rendra diketahui sudah mengundurkan diri dari yayasan.
Kubu Rendra Kresna beralasan, saat saham Arema dilepas oleh pemilik Arema terdahulu, PT Bentoel pihak Rendra lah yang mendapat amanat dan berhak atas arah tujuan Arema.
Dua kubu itu lantas sama-sama membentuk klub bernama Arema, lalu mengikuti dua kompetisi berbeda.
PT Arema Indonesia pimpinan M. Nur, mendapat suntikan dana dari konsorsium Ancora dan mengikuti kompetisi Liga Primer Indonesia (IPL) dengan nama Arema Indonesia.
Di sisi lain, Arema versi Rendra berkompetisi Liga Super Indonesia menggunakan nama Arema Cronus.
Seiring meredupnya konflik internal di tubuh PSSI, kompetisi ISL akhirnya diakui sebagai satu-satunya kancah tertinggi dalam strata sepakbola Indonesia.
Arema telanjur terbagi menjadi dua klub.
Kendati demikian, PSSI mengabulkan dua kubu mereka untuk tetap bisa berkompetisi.
Arema Indonesia, sebagai klub yang terhukum karena mengikuti Liga ilegal (LPI), akhirnya wajib mengulang kompetisi dari level Liga Nusantara.
Hal itu didasarkan pada hasil kongres PSSI di Bandung pada 2017.
Saat ini Arema Indonesia, yang kerap disebut sebagai Arema asli, berkompetisi di Liga 4.
Sementara Arema Cronus yang berkompetisi di ISL, berganti nama menjadi Arema FC dan tetap mengikuti kompetisi teratas, kini disebut Liga 1.
Status PT AABBI dan PT Arema Aremania
PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI), perusahaan yang menaungi klub Arema FC telah memegang lisensi sah atas nama Arema.
Keputusan itu telah terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM dengan nomor pendaftaran IDM00065610, tertanggal 20 September 2019, nomor pengumuman BRM1715A, tanggal 13 Maret 2017.
Karena itu, ada hak untuk melakukan somasi jika ada yang menggunakan nama Arema tanpa seizin PT AABBI.
Sebaliknya, PT Arema Aremania mengklaim Arema Indonesia telah diakui oleh PSSI pada 2012 silam.
Serta meraih banyak prestasi seperti menjadi juara Liga Indonesia musim 2009/2010 hingga masuk 16 besar Piala AFC.
Somasi Demi Pembenahan
Di sisi lain, pembenahan secara bertahap tengah dilakukan PT AABBI sehingga perlu merasa melindungi nama Arema.
Adi Ismanto selaku Direktur Legal PT AABBI menjelaskan upaya somasi ini demi kebaikan dan masa depan Arema FC.
“Nama Arema tentu harus diproteksi. Kami berupaya semaksimal mungkin menjaga image Arema sebagai tim profesional. Ini jadi sebuah kewajiban juga" jelas Adi Ismanto.
"Jangan sampai banyak nama Arema tapi justru melekatkan image yang kurang bagus,” lanjutnya.
Selain ingin menyelesaikan dualisme, hasil dari pembenahan mulai terlihat baik dari sisi panitia pelaksana pertandingan (Panpel), tiket management system hingga team management.
General Manager Arema, Yusrinal Fitriandi menyampaikan jika perubahan itu merupakan hasil dari pertemuan internal bersama BOD (Board of Directors).
"Pasca-Tragedi Kanjuruhan, semua berbenah. Mulai dari federasi, operator Liga hingga klub-klub di Indonesia" kata Yusrinal.
"Dalam dua tahun terakhir, PT AABBI sudah memperlihat hasil dari pembenahan tersebut,” jelasnya.
Dari segi panpel, penyelenggaraan laga home Arema FC lebih rapi, nyaris tidak ada insiden yang terjadi.
Mulai dari homebase di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali musim lalu dilanjutkan ke Stadion Soepriadi, Kota Blitar musim ini.
Begitu juga ticket management system, transisi dari tiket konvensional atau manual ke tiket online sudah berjalan.
Sedangkan team management, juga berjalan sesuai rencana.
Arema kini punya tim scouting pemain muda dari even PON hingga Liga Amatir.
Itu berjalan tidak hanya di sisi tim Liga 1 tapi juga di tim Arema Women.
Ketika tim women klub Liga 1 mati suri, Arema Women sukses meraih prestasi yakni juara di Kajati Kalteng Cup 2024 pada November lalu.
“Kami ingin dalam proses ini lebih tertata dengan baik dan profesional" terang Yusrinal.
"Baik secara operasional, administrasi maupun legalitas yang tujuannya tentu untuk memproteksi intellectual property kami,” tandasnya.