Selain papeda, di Indonesia Timur juga ada camilan berbahan sagu. Bernama sagu lempeng, camilan ini dianggap sebagai roti dengan karakternya yang unik.
Wilayah Indonesia Timur dikenal dengan penduduknya yang handal mengolah sagu. Mengingat bahan makanan pokok mereka mengandalkan sagu, maka banyak sekali olahan sagu yang dapat dinikmati.
Selain papeda atau kapurung yang sudah terkenal ada juga sagu yang disajikan sebagai camilan bernama sagu lempeng. Sagu lempeng ini dikenalkan oleh Arie Kriting dan Mamat Alkatiri dalam siniarnya pada Kaks Production.
Tamu yang diundang untuk berbincang disuguhkan sagu lempeng untuk dinikmati sambil berbincang hangat. Teksturnya yang keras dan sering membuat tamu yang diundang tak percaya sagu lempeng bisa dimakan, ternyata ada berbagai keunikan dibaliknya.
Baca juga: Mantan Pekerja Google Sukses Jadi Petani di Kampung Halaman
![]() |
Melansir laman Budaya Indonesia, sagu lempeng disebutkan berasal dari bumi Cenderawasih atau Papua. Hampir di seluruh bagian di Papua menyajikan sagu lempeng sebagai camilan khas daerah mereka.
Faktanya sagu lempeng tak hanya disajikan di Papua. Tetapi banyak daerah di bagian Indonesia Timur yang juga menyajikan sagu lempeng sebagai kudapan sehari-hari seperti Maluku, Ambon, Nusa Tenggara, dan beberapa daerah lain.
Sesuai dengan namanya, sagu lempeng menggunakan bahan utama sagu atau yang juga disebut sebagai kasbi. Sehingga camilan ini juga banyak dikenal di daerah-daerah yang mengandalkan sagu sebagai makanan pokok mereka.
Sekilas sagu lempeng tampak seperti makanan yang dibuat secara sederhana. Bentuknya yang hanya persegi panjang dengan warna merah bata, bagi sebagian orang yang tak awam akan dianggap kurang menggugah selera.
Nyatanya proses untuk membuat sagu lempeng justru menggunakan teknik yang cukup sulit.
Melansir artikel dari Universitas Gadjah Mada, secara singkat, gelatinisasi merupakan proses fitokimia untuk mengubah pati atau kandungan karbohidrat kompleks pada sagu melalui pemanasan hingga pendinginan. Proses gelatinisasi ini bertujuan untuk membuat lempengan sagu yang kering lebih tahan terhadap kerusakan mikroba, sama seperti proses yang dilalui pada pembuatan mie instan.
Setelah melalui proses gelatinisasi, sagu akan memiliki tekstur yang padat. Pemadatan ini terjadi ketika sagu yang sudah dimasak kemudian dicetak dan dipadatkan untuk mengurangi kadar airnya.
Tetapi akibat proses gelatinisasi yang dilalui, tekstur kering pada sagu tidak sepenuhnya kering. Sagu lempeng yang keras saat digigit juga tetap memiliki tekstur kenyal untuk memudahkan lempengannya dipatahkan hanya dengan digigit.
Selain dikonsumsi secara langsung, banyak juga cara untuk menyantap sagu lempeng. Baik menjadi pendamping saat minum teh atau terlebih dahulu disiram dengan air panas jika ingin lebih lunak.
![]() |
Awamnya, di kampung halamannya, sagu lempeng disajikan sebagai teman minum teh. Waktu tea time yang tradisional ini memadukan secangkir teh hangat atau kopi hangat bersama sagu lempeng yang keras.
Sagu lempeng dapat digigit atau dicelupkan ke dalam minuman panas terlebih dahulu. Teksturnya akan melunak dan lebih mudah dikunyah seperti roti yang kenyal.
Kandungan pati di dalamnya dapat memberikan rasa manis ketika dikunyah berkat perubahan pati menjadi glukosa oleh enzim amilase pada air ludah. Selain itu sagu lempeng juga menjadi camilan yang cukup mengenyangkan dengan kadar kalori gula yang rendah.
Bagi penduduk di wilayah Indonesia bagian Barat tak begitu awam dengan sagu lempeng. Mengingat sagu tidak menjadi bahan makanan pokok yang banyak dikonsumsi sebagai menu utama maupun camilan.
Tetapi Arie Keriting dan Mamat Alaktiri melalui siniar atau podcastnya pada saluran YouTube Kaks Production membantu mengenalkan camilan tradisional ini. Ada satu stoples berisi sagu lempeng yang boleh dicicipi oleh siapapun tamu yang diundang untuk berbincang.
Karena merasa tidak familiar dengan sagu lempeng, banyak tamu datang ragu dengan teksturnya yang keras dapat dikonsumsi secara langsung. Tetapi ada juga tamu yang diundang merasa nyaman mengonsumsi sagu lempeng atau sudah penasaran sejak pertama kali melihatnya.
Baca juga: 10 Tempat Makan Legendaris di Surakarta yang Cocok Untuk Nostalgia