Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Nur Ika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Ibu, sebagai pengasuh utama anak. Tentu akan melakukan berbagai upaya untuk mendukung tumbuh kembang anak.
Layaknya anak-anak pada umumnya, anak penyandang disabilitas juga memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Esti Yuniarti yang memiliki anak berkebutuhan khusus menyebut peran seorang ibu adalah sosok utama yang mendampingi dan mengasah bakat anak.
Ibu akan berhadapan dengan pilihan. Diantara karir atau mengasuh anak. Hal ini dilakui Esti, merelakan karirnya di perbankan untuk sepenuhnya mengasuh sang anak,
“Saya sempat berfikir panjang karena waktu itu karir saya bagus, tapi mau tidak mau saya harus melepas itu. Sebagai orang tua harus turun tangan, saya mengajari langsung daripada hanya memfasilitasi guru les misalkan, karena dia akan lebih lama dengan orang tuanya,” ujar Minggu (22/12/2024).
Esti tak menampik masih banyak orang tua yang memiliki anak disabilitas, tidak dapat menentukan pilihannya.
Dihadapkan dengan harus bekerja menjadi tulang punggung keluarga, atau belum bisa mengenal bakat sang anak. Untuk itu, perlu hari yang besar untuk menemukan bakat minat anak disabilitas.
“Jangan pernah punya rasa malu, jangan diumpetin, justru kita bawa mereka ke lingkungan luar. Jika belum tau bakatnya, kita gali sebanyak-banyaknya bakat dia,” ujarnya.
Esti adalah ibu dari Desy Ramadhani Maghfiroh Ayu Putri yang akrab disapa Fira, seorang penyandang disabilitas tunarungu berbakat sekaligus mahasiswi Universitas Negeri Surabaya.
Dalam beberapa momen, Ia hadir mendampingi sang anak seperti saat tampil fashion show sebagai model maupun menari.
Sosoknya juga dikenal sebagai guru dari Fira Modelling Disabilitas (FMD). Sebuah kelas khusus modelling, kecantikan dan dance untuk penyandang disabilitas kecuali tuna netra.
“Apapun untuk anak akan diusahakan, jauh pun tetap mengantar. Saya juga mengajarkan disiplin, profesional, tepat waktu, tidak boleh telat, dan bisa membagi waktu,” ujarnya.
Salah satu pola asuh yang diberikan adalah membiasakan Fira untuk berkomunikasi. Menyampaikan maksud tanpa mengutamakan penggunaan bahasa isyarat.
“Dari dulu saya biasakan dia untuk berkomunikasi. Kadang dia tidak percaya diri dan membawa kertas untuk menulis, tapi saya bilang tidak perlu kertas, kamu bisa. Tapi saya selalu melihat dari belakang, ada tidak kesulitan dia, jika lawan bicaranya tidak mengerti baru saya samperin,” ujarnya.
Kebiasaan ini dimulai dari hal sederhana, seperti saat berbelanja menyuruh Fira membayar di kasir.
Lebih dari itu, Esti juga rutin memastikan ke teman-teman Fira terkait perkembangan komunikasi sang anak.
“Mau tidak mau, saya minta Fira untuk terjun ke lingkungan. Saya minta Fira untuk melihat lebih jelas verbal lawan bicaranya. Kadang saya hanya melihat saja, tapi kalau memang kesulitan saya maju. Kalau tidak, saya lepas, jadi tidak sepenuhnya saya dampingi,” ujar Esti.
Ketelatenan Esti dalam mendidik Fira membuahkan hasil, mengantarkan sang anak meraih prestasi dan menjadi seorang model skala nasional.
Berbagai kejuaraan dikantongi anak kelahiran 2000 tersebut. Di antaranya, sebagai Puteri Berbakat Indonesia 2021 dan Juara 1 Putra Putri Fashion Jawa Timur 2021.
Bahkan Fira sempat mengikuti lomba fesyen di Malaysia dan mewakili Indonesia ke Turki. Acara tersebut diikuti oleh anak reguler umum dan Fira menjadi delegasi untuk anak disabilitas satu-satunya dari Indonesia.
Esti lantas bercerita tentang sang putri yang pergi untuk menerima beasiswa ke Jakarta. Ada rasa khawatir melepas sang putri selama tiga hari tanpa pendamping. Namun, hal ini menjadi cara melatih kemandirian sang anak.
“Dia waktu ke Jakarta sendiri tanpa saya, saya sempat deg-deg an tanya ke panitia masak tidak ada pendampingan tetapi Alhamdulillah ternyata Fira justru menjadi pembimbing teman-teman (disabilitas) lain dan dia komunikasi dengan panitianya. Modal percaya dirinya tinggi banget, Alhamdulillah,” ujarnya.
Perempuan asal Surabaya ini mengaku, sang anak memiliki kemandirian dan kepercayaan diri yang tinggi. Itu lah yang juga menjadi bekal komunikasi Fira untuk mengatur jadwal kuliahnya sendiri.
Bahkan sang anak juga menjadi guru di kelas modelling dan juga Rumah Anak Prestasi (RAP) Surabaya.
“Memang masih banyak orang tua yang berpikiran anak disabilitas didiemin saja, di rumah saja, tidak akan bisa jauh. Seorang ibu memang harus punya pilihan. Saya pun cari bakat Fira tidak gampang,” ujarnya.
Perjalanan orang tua yang memiliki anak disabilitas adalah cerminan dari kekuatan, ketabahan, dan cinta luar biasa.
Sebagai ibu juga guru, sosok pahlawan tanpa tanda jasa untuk menghargai kompleksitasnya dan selalu melihat keindahan dalam keunikan setiap individu.
Sosok ibu dituntut untuk terus belajar, mengasah bakat sang anak, menjadi pelopor perubahan, dan membuka jalan bagi inklusi.
“Menjadi Ibu belajar terus, tidak bisa kita menyuruh anak belajar tapi kita hanya menonton. Itu tidak bisa, hasilnya akan nol. Ikut les dan lomba tidak hanya diikutkan saja, saya juga harus bisa. Mau tidak mau, saya belajar untuk melatih dia. Menjadi orang tua memang turun tangan, tidak bisa duduk manis,” tutupnya.