Strict parents adalah gaya atau pola asuh yang ketat dari orang tua kepada anak. Parenting ini berpengaruh pada karakter anak.
Namun, ada perdebatan mengenai dampak strict parents jangka panjang terhadap perkembangan emosi dan psikologis anak. Untuk itu, kenali ciri, penyebab, hingga dampaknya.
Dikutip laman Psych Central, umumnya, pola asuh strict parents berasal dari orang tua tipe otoriter, ketat, dan tidak fleksibel.
Biasanya orang tua akan memaksakan aturan yang tidak fleksibel ke anak mereka, dengan harapan anak bisa patuh tanpa mempertanyakan aturan atau harapan mereka. Aturan yang ketat dibuat karena mereka menginginkan yang terbaik untuk anak.
Misalnya, sang anak mungkin akan diberi tugas-tugas tertentu. Dalam hal ini, ia tidak diberikan ruang untuk negosiasi mengenai tugas-tugas apa saja atau kapan tugas-tugas itu harus diselesaikan.
Jika melakukan kesalahan, nantinya anak-anak akan mendapat hukuman. Salah satu tujuan menerapkan strict parents adalah untuk mendisiplinkan anak-anak mereka.
Orang tua akan menggunakan konsekuensi yang tepat. Sejatinya orang tua tidak serta merta menghukum mereka. Orang tua akan menjelaskan mengapa mereka menetapkan aturan yang mereka buat.
Mengutip Verywell Mind, berikut adalah ciri-ciri dari strict parents:
Punya banyak aturan untuk dipatuhi, meskipun anak-anak menerima sedikit /tidak ada instruksi yang jelas tentang "aturan" yang tersebut.
Orang tua seringkali tampak dingin, acuh tak acuh, bahkan kasar.
Bisa berupa pukulan, daripada mengandalkan penguatan positif . Jika anak melanggar aturannya, mereka bisa bereaksi cepat dan kasar.
Dalam mendisiplinkan anak, orang tua menetapkan aturan dengan pendekatan "caraku". Jadi, ruang untuk negosiasi sangat sempit bisa disebut mereka jarang mengizinkan anak-anak untuk membuat pilihan sendiri.
Mereka kurang sabar dalam menjelaskan ke anak-anak kenapa mereka harus menghindari perilaku tertentu.
Orang tua yang otoriter tidak percaya ke anak mereka untuk membuat pilihan. Jadinya, mereka mengawasi anak-anak untuk memastikan bahwa mereka tidak membuat kesalahan.
Strict parents biasanya sangat kritis, mereka mungkin bisa menggunakan rasa malu sebagai taktik untuk memaksa anak-anak mengikuti aturannya.
Orang yang mengasuh dengan gaya ini, seringnya dibesarkan oleh orang tua yang otoriter atau dalam budaya yang otoriter pula.
Hasil studi tahun 2012 yang dilakukan oleh Valentino K, dkk, menemukan bahwa orang tua yang terpapar pola asuh otoriter ketika masih anak-anak, cenderung membesarkan anak-anaknya sendiri dengan pola dan sikap yang sama.
Orang dengan sifat ini, cenderung kurang berempati. Alhasil, mereka juga memiliki hubungan yang lebih sulit, termasuk dengan anak-anak mereka sendiri.
Menurut penelitian bertajuk Comparison of Personality among Mothers with Different Parenting Styles tahun 2018 oleh Bita Bahrami, dkk, dari University of Social Welfare and Rehabilitation Sciences, menyebut bahwa, orang tua yang otoriter mendapat skor lebih tinggi dalam ukuran neurotisme. Neurotisme merupakan dimensi kepribadian mengenai stabilitas emosional, yang ditandai dengan kecenderungan depresi, kecemasan, keraguan, dan perasaan negatif lainnya.
Menurut banyak penelitian, pola asuh strict parents merupakan gaya pengasuhan dengan manfaat paling banyak. Karena menemukan keseimbangan antara disiplin dan otonomi si anak.
Berikut adalah beberapa manfaat dari pola asuh strict parents:
Menurut laman The Family & Youth Institute, kebanyakan orang berpikir pola asuh yang ketat akan menghasilkan anak-anak berperilaku lebih baik.
Namun, disiplin secara konsisten menunjukkan bahwa pola asuh yang ketat sebenarnya menghasilkan anak-anak dengan harga diri lebih rendah yang berperilaku lebih buruk.
Berikut adalah beberapa dampak negatif akibat strict parents: