Belakangan heboh kasus penyandang disabilitas tuna daksa berinisial IWAS diperiksa di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB pada Senin (9/12/2024). Tersangka pelecehan seksual itu memenuhi panggilan polisi didampingi pengacaranya.
"Sampai saat ini pemeriksaan masih terus berjalan dan hari ini juga didampingi oleh pengacara yang baru ini, dan sudah kami terima surat kuasa pendampingan dari yang baru," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, kepada awak media Senin (9/12/2024).
IWAS diduga melancarkan aksinya dengan menggunakan taktik manipulasi kepada korbannya. Sejauh ini, korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan IWAS mencapai 15 orang.
Terlepas dari kasus tersebut, Psikolog klinis Veronica Adesla menjelaskan soal taktik manipulasi emosional dan psikologis lewat kata-kata.
Ia mengungkapkan ada beberapa tahapan yang dilakukan seseorang dalam melakukan aksinya. Hal pertama adalah dengan menargetkan siapa yang bisa dimanipulasi.
"Biasanya orang ini adalah orang-orang yang rentan, sehingga mudah untuk dipersuasi, dimanipulasi dengan kata-kata," tutur Veronica pada detikcom, Selasa (10/12).
"Misalnya orang yang memang kelihatan lagi kondisi mood-nya nggak baik, mentalnya lagi nggak oke, kelihatan ada problem, merasa bersalah dengan sesuatu hal. Ini kan rentan," sambungnya.
Selanjutnya, si korban akan terus dipantau dan didekati agar pelaku dapat memahami apa yang sedang terjadi.
Di saat itu, korban akan mulai merasa percaya dan terbantu dengan kehadiran pelaku. Pada tahap ini juga, pelaku akan menggali informasi-informasi pribadi dari korban dan mulai masuk ke dalam permainan manipulasinya dengan dalih membantu.
"Dia mulai memasukkan, misalnya bisa dibantuin dengan cara begini, begitu. Kalau orang sudah percaya dan merasa terbantu, kemudian ngikutin lah arahan orang itu," jelas Veronica.
"Kemudian, munculah ancaman-ancaman untuk tidak memberitahu siapa pun. Kemudian diajak ke sebuah tempat yang privat, dengan ancaman kalau nggak ikut nanti gimana, kalau nggak mau ngelakuin gimana, gitu ya," terangnya.
Menurut Veronica, itu sudah masuk ke dalam fase manipulasi.
"Dari manipulasi tadi ya di awal manis, kemudian memasukkan kata-kata yang membuat dia merasa bersalah, membuat dia merasa malu, membuat dia merasa takut gitu. Ini kan intimidasinya di situ," pungkasnya.
"Dari manipulasi tadi ya di awal manis, kemudian memasukkan kata-kata yang membuat dia merasa bersalah, membuat dia merasa malu, membuat dia merasa takut gitu. Ini kan intimidasinya di situ," pungkasnya.