TRIBUNJATIM.COM - Kasus guru honorer Supriyani yang dituduh pukul murid pakai sapu telah berakhir.
Guru Supriyani divonis bebas atas kasus yang menjeratnya.
Setelah kebebasannya, fakta terkait uang damai Rp50 juta yang sempat ramai diperbincangkan akhirnya terungkap.
Eks Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor atau Kanit Reskrim Polsek Baito, Aipda AM akhirnya mengakui pernah meminta uang kepada Supriyani dan keluarganya.
Uang sebanyak itu diperlukan agar kasus Supriyani tidak dilanjutkan.
Dengan kata lain, yang Rp 50 juta itu sebagai bentuk uang damai.
Hal ini diungkapkan Kuasa Hukum Supriyani, Andri Darmawan usai mendampingi guru SDN 4 Baito ini di sidang dugaan pelanggaran etik terhadap Aipda AM di Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (4/12/2024).
"Jadi tadi waktu pemeriksaannya mantan Kanit Reskrim (Aipda AM) terkait permintaan uang Rp 50 juta itu ya diakui. Sesuai yang dia sampaikan ke Pak Desa, Ibu Supriyani, dan suaminya Katiran," kata Andri, dikutip dari Tribunnews.
Untuk diketahui, Aipda AM mulai menjalani sidang etik sekira pukul 17.36 WITA di Ruangan Propam Polda Sultra.
Aipda AM menjalani pemeriksaan yang dipimpin para pejabat utama Polres Konawe Selatan sebagai majelis hakim.
Sebelum sidang Aipda AM, Propam Polda Sultra lebih dulu memeriksa mantan Kapolsek Baito Ipda MI terkait permintaan uang Rp 2 juta.
Andri menyampaikan permintaan uang tersebut setelah beberapa kali proses mediasi antara Supriyani dengan orangtua korban D tidak ada kesepakatan damai.
Supriyani menolak damai dan memberikan uang yang diminta.
Alasannya selain karena tidak pernah memukul muridnya, keluarga Supriyani juga tidak punya cukup uang seperti yang diminta oleh Aipda AM.
Meski begitu dalam beberapa kali mediasi dengan keluarga korban, Supriyani juga sudah meminta maaf kepada Aipda WH dan NF, orangtua muridnya.
Supriyani adalah guru honorer di SD Negeri 4 Baito Sulawesi Tenggara.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, Senin (25/11/2024) lalu, Supriyani dinyatakan bebas dari tuduhan memukuli anak polisi.
Di sisi lain, Supriyani ternyata telah memberikan uang Rp 2 juta kepada polisi yang lain.
Polisi itu adalah Kepala Kepolisian Sektor atau Kapolsek Baito Ipda MI.
Ipda MI telah memakai uang senilai Rp 2 juta yang diberikan guru Supriyani untuk membeli bahan bangunan.
Hal ini terungkap saat sidang pelanggaran etik terhadap Ipda MI yang berlangsung di Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Propam Polda Sultra), Rabu (4/12/2024).
Agenda sidang pemeriksaan pelanggaran etik yang dilakukan Ipda MI berlangsung selama kurang lebih delapan jam.
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh mengtakan di sidang ini, Ipda MI telah mengakui perbuatannya meminta uang Rp2 juta kepada Supriyani dan keluarganya.
Uang itu bahkan diberikan kepada mantan Kapolsek Baito melalui perantara Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman.
"Iya Ipda MI mengakui sudah meminta uang itu kepada Supriyani," kata Sholeh, Rabu (4/12/2024).
Ia mengungkapkan Ipda MI juga sudah mengakui uang Rp2 juta dari Supriyani digunakan membeli bahan bangunan untuk Mako Polsek Baito.
"Uang kurang lebih Rp2 juta itu diterima untuk membeli bahan bangunan ruangan Unit Reskrim, seperti tegel, semen," jelas Kombes Pol Sholeh.
Sementara itu, pengakuan Ipda MI, tidak ada dugaan permintaan uang Rp50 juta.
"Yang Rp50 juta itu tidak ada," kata Sholeh.
Kabid Propam Polda Sultra ini menyampaikan sidang kode etik terhadap Ipda MI akan dilanjutkan Kamis (5/12/2024) besok.
Karena setelah meminta keterangan Ipda MI, Propam Polda Sultra akan melanjutkan peneriksaan terhadap Aipda AM selaku mantan Kanit Reskrim Polsek Baito dengan perkara yang sama.
"Untuk sidang terhadap Ipda MI dilanjutkan besok," kata Kabid Propam Polda Sultra.
Sementara itu usai bebas, Supriyani baru-baru ini mendapatkan kado istimewa dari politikus Dedi Mulyadi.
Dapat hadiah senilai fantastis dari Dedi Mulyadi, Supriyani pun menangis terharu.
Turut mengawal kasus Supriyani, Dedi Mulyadi pun mengurai ucapan selamat kepada guru honorer tersebut.
Lewat sambungan telepon, Dedi Mulyadi menghubungi Supriyani selepas divonis bebas.
Tampak wajah ceria Supriyani menyambut komunikasi dari Dedi Mulyadi.
Berbincang lebih lanjut, Dedi Mulyadi pun menyinggung nasib Supriyani setelah divonis bebas.
Diakui Supriyani, ia akan kembali bersemangat mengajar murid-muridnya lagi di SDN 4 Baito, Konawe Selatan, seperti sediakala.
Bukti keseriusan Supriyani untuk terus mengajar ia buktikan dengan ikut tes PPPK guru.
"Nanti bulan 12 ikut tes (PPPK), mudah-mudahan lulus dan PPG juga mudah-mudahan lulus," akui Supriyani.
Mendengar hal itu, Dedi Mulyadi ikut semringah.
Terlebih walaupun digaji ratusan ribu, Supriyani tetap ingin mempertahankan kariernya menjadi tenaga pendidik.
"Ibu sebagai tenaga honorer setiap bulan dapat berapa?" tanya Dedi Mulyadi, dilansir dari tayangan di kanal YouTube KANG DEDI MULYADI CHANNEL.
"Kalau untuk saya, honorer itu setiap bulan gajinya Rp300 ribu, itupun dibayar tiga bulan satu kali," ungkap Supriyani.
"Untuk menutupi kebutuhan ibu dalam setiap hari?" tanya kang Dedi lagi.
"Untuk menutupi kebutuhan tiap hari, ya suami kerja serabutan, itu saja," jawab Supriyani.
Guna membuat Supriyani semakin bersemangat mengajar, Dedi Mulyadi pun memberikan kado spesial untuk vonis bebas sang guru.
Hadiah tersebut juga diberikan Kang Dedi bertepatan dengan Hari Guru yang jatuh di Senin, 25 November 2024.
Kang Dedi memberikan uang senilai Rp50 juta untuk Supriyani.
Diberikan uang Rp50 juta, Supriyani berurai air mata.
"Ibu, di hari PGRI ini, saya ngasih spesial buat ibu ya, semoga bisa menjadi semangat bagi ibu, supporting saya, saya genapin jadi Rp50 juta ya," imbuh Dedi Mulyadi.
"Makasih pak, makasih," kata Supriyani sambil menangis.
"Semoga ibu tetap semangat, tetap mengajar," kata Dedi Mulyadi.
Setelah memberikan hadiah berupa uang, Dedi Mulyadi juga mengurai permintaan kepada Menteri Pendidikan yakni agar lebih memperhatikan nasib Supriyani.
"Pak Menteri dan bu wamen, ini Bu Supriyani S.Pd ya, semoga dia bisa lolos PPPK."
"Karena pengorbanannya untuk pendidikan itu sangat besar dan dia harus melewati proses hidup yang begitu berat dan sulit."
"Karena dilaporkan oleh orang tua siswa dengan tuduhan yang sebenarnya tidak mesti dituduhkan," tegas Dedi Mulyadi.