-

Cerita rakyat adalah sebuah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang secara turun temurun dalam yang berasal dari masa lampau. Jenis cerita ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan cerita lainnya.

Dalam cerita rakyat terdapat unsur-unsur yang tidak masuk akal, sesuatu yang sakti, budaya tradisional, berlatar di kerajaan, dan anonim atau tidak diketahui pengarangnya.

Di Indonesia cerita rakyat merupakan bagian dari warisan budaya yang masih terus dilestarikan hingga kini dan diwariskan dari generasi ke generasi lainnya.

Setiap daerah di Indonesia memiliki cerita rakyat yang mencerminkan kearifan lokal, kepercayaan, dan bahasa masyarakat setempat.

Apa Itu Cerita Rakyat?


Menurut James Danandjaja dalam Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain, cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa yang memiliki kultur budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Cerita rakyat terbagi atas mitos, legenda, dan dongeng.

Sedangkan menurut Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan, cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari zaman dahulu dan diwariskan secara lisan.

Maka secara singkat, cerita rakyat atau folklor adalah cerita dari masa lampau yang diwariskan secara lisan secara turun temurun. Cerita ini memiliki ciri khas yang membedakan dengan cerita pada umumnya , yaitu terdapat hal yang tidak biasa dan sakti.

Cerita ini ada di setiap daerah Indonesia dan mencerminkan kearifan lokal masing-masing daerah.


Ciri-Ciri Cerita Rakyat

Menurut Ichwanda (2016) berikut ciri-ciri cerita rakyat telah dirangkum:


1. Disebarkan Secara Lisan dan Pemeliharaan Sulit

Jenis cerita ini disebarkan atau diwariskan secara turun-temurun melalui dari mulut ke mulut seperti dikutip dari buku Teknik Menulis Cerita Rakyat karya Korrie Layun Rampan. Cerita ini juga dipelihara secara kolektif di dalam banyak variasi dan ceritanya mencakup segala keyakinan, mitos, legenda, serta adat istiadat. Karena itu penyebarannya sangat lambat dan pemeliharaannya sangat sulit dilakukan karena sangat bergantung pada juru kisah.

2. Anonim

Pengarang dari cerita ini tidak diketahui karena diwariskan tanpa kejelasan pengarangnya.

3. Bersifat Tradisional

Danandjaja menyatakan cerita rakyat bersifat tradisional karena disampaikan dengan cara yang tetap dan tidak banyak berubah dari generasi ke generasi. Cerita ini sudah ada sejak lama dan biasanya tetap sama meskipun diceritakan oleh orang yang berbeda.

4. Mengandung Unsur Ajaib dan Mitos

Cerita rakyat sering melibatkan kejadian-kejadian yang mustahil atau di luar nalar seperti diungkap Vladimir Propp dalam Morfologi Cerita Rakyat serta berkaitan dengan mitos dan legenda.

5. Berfungsi Sebagai Alat Pendidikan dan Hiburan

Cerita ini digunakan untuk mendidik, menghibur, serta sebagai media protes sosial dan proyeksi keinginan terdalam.

6. Memiliki Pola Tertentu

Jenis cerita ini memiliki cara penyampaian yang khas, seperti penggunaan kata-kata yang sering diulang atau frasa yang sudah biasa dipakai serta mengikuti pola cerita yang tetap.

Unsur Cerita Rakyat

Menurut Ichwanda (2016), unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur cerita, dan latar cerita

1. Tema

Tema adalah makna atau gagasan utama yang terkandung dalam sebuah cerita.

2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh : karakter atau pelaku dalam cerita.

Penokohan : cara menggambarkan karakter meliputi sifat, peran, dan perkembangan tokoh yang membantu pembaca memahami kepribadian.

3. Alur atau Plot

Alur adalah urutan peristiwa dalam cerita yang saling terhubung berdasarkan sebab-akibat.

4. Latar Cerita

Latar atau setting adalah tempat, waktu, dan suasana di mana cerita berlangsung. Latar terbagi menjadi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

Contoh Cerita Rakyat

1. Terjadinya Danau Toba

Sumatera Utara

Dahulu kala, ada seorang pemuda yang bekerja sebagai Penangkap ikan. Hanya itulah yang bisa dia lakukan untuk mencari nafkah. Hasilnya tak banyak sehingga pemuda itu hidup sederhana.

Suatu hari, pemuda itu tak berhasil menangkap satu ikan pun. Saat dia bersiap untuk pulang, tiba-tiba seekor ikan besar berwarna keemasan muncul di permukaan sungai. Dengan sigap, pemuda itu menangkapnya.

Paling tidak, aku punya lauk untuk makan malam, batinnya riang.

Sesampai di rumah, pemuda itu hendak memasak ikan tangkapannya. Namun, ikan itu menatapnya dengan tatapan sedih. Pemuda itu jadi tak tega. Dia lalu memelihara ikan itu dalam sebuah tempayan.

Keesokan harinya, pemuda itu pergi lagi untuk menangkap ikan. Lagi-lagi, dia tak mendapat ikan. Dengan lesu, dia pulang.

Namun, betapa terkejutnya dia saat melihat banyak hidangan lezat di rumahnya. Karena lapar, pemuda itu tak berpikir panjang. Dia melahap semua hidangan itu sampai habis.

Sejak saat itu, setiap hari selalu tersedia hidangan lezat di rumah si pemuda. Hal ini membuat si pemuda penasaran. Dia memutuskan untuk mengintip siapa yang menyediakan semua itu untuknya.

Saat mengintip itulah, dia melihat seorang gadis cantik sedang memasak. Dalam sekejap, dia pun jatuh cinta pada gadis itu. Pemuda itu melompati jendela dapur dan melongok tempayannya yang berisi ikan. "Apakah kau ikan yang kupelihara?" tanyanya.

Gadis itu terkejut, tak menyangka kalau pemuda itu memergokinya.

"Eh... benar. Aku adalah jelmaan ikan. Akulah yang menyediakan makanan untukmu."

Si pemuda lalu meminta gadis itu untuk menjadi istrinya.

"Aku mau, tapi kau harus menjaga rahasiaku. Jangan bilang pada siapa pun bahwa aku adalah seekor ikan. Bahkan pada anak kita nanti," sahut gadis itu.

Si pemuda setuju, lalu mereka menikah dan dikaruniai seorang anak lelaki.

Anehnya, anak lelaki mereka suka sekali makan. Sebanyak apa pun yang dilahapnya, dia masih merasa lapar.

Suatu hari, sang ibu menyuruh anak lelakinya mengantar makan siang untuk ayahnya yang sedang bekerja di sawah.

Namun dalam perjalanan, dia merasa sangat lapar dan menghabiskan makan siang ayahnya.

Melihat makan siangnya habis, ayahnya amat kecewa.

"Kenapa makannya banyak sekali? Apa karena dia anak seekor ikan?" gumamnya.

Si anak terkejut mendengar gumaman ayahnya. Dia menangis dan melapor pada ibunya.

"Kata Ayah, Ibu adalah seekor ikan. Benarkah, Bu?"

Sang ibu sedih karena suaminya mengingkari janjinya. Saat suaminya pulang, dia pun berpamitan, "Kau telah mengingkari janjimu, maka aku akan kembali ke alamku bersama anakku."

Dia lalu mengajak anaknya keluar dari rumah dan berdiri di tanah lapang. Hujan perlahan turun, makin lama makin deras, dan tepat saat petir menyambar, keduanya menghilang.

Setelah hujan reda, dari tempat ibu dan anak tadi berdiri, muncullah mata air yang cukup deras. Airnya terus mengalir hingga membentuk danau yang luas.

Danau itulah yang sampai sekarang disebut dengan Danau Toba.


2. Malin Kundang

Sumatera Barat


Alkisah di Sumatera Barat, hiduplah seorang janda beserta anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang. Meski hidup mereka berkekurangan, sang ibu selalu berusaha keras memberikan kehidupan yang baik bagi Malin.

Ketika Malin dewasa, dia pergi merantau bersama seorang saudagar demi mencari kehidupan yang lebih baik.

"Malin akan pulang setelah berhasil. Malin akan menjemput Ibu. Doakan Malin, ya."

Bertahun-tahun kemudian, Malin Kundang menjadi Pedagang yang berhasil. Dia berdagang dengan jujur dan menjadi terkenal karenanya. Dia juga sudah menikah dengan putri seorang kepala kampung. Sayangnya, Malin lupa kepada janjinya untuk menjemput ibunya. Malah, dia berbohong kepada istrinya dan mengatakan bahwa ayah ibunya sudah tiada.

Suatu hari, Malin dan istrinya pergi berlayar. Karena cuaca di laut yang amat buruk, nakhkoda memutuskan untuk berhenti di pulau terdekat.

Ketika kapal merapat, Malin terhenyak. "Bukankah ini kampung halamanku?" bisiknya cemas.

Malin ingin memerintahkan nakhoda untuk berbalik arah, tetapi sudah terlambat.

"Suamiku... lihat! Kapal nelayan itu sedang membongkar ikan. Aku ingin sekali makan ikan segar. Ayo kita turun dan membeli ikan!" ajak istri Malin.

Malin berusaha menolak, tetapi istrinya tak peduli.

"Minggir... minggir... Saudagar Malin hendak lewat," teriak anak buah Malin.

Tak jauh dari situ, ibu Malin yang kebetulan sedang membantu para nelayan terkesiap. "MALIN? Apakah aku tidak salah dengar?"

Dia lalu mendekat dan melihat. Benar, itu Malin, anaknya yang telah lama pergi.

"MALIN... MALIN KUNDANG anakku!" teriaknya sambil memeluk Malin erat-erat.

Malin cepat-cepat melepaskan diri dari pelukan ibunya.

"Hei, kau wanita tua, siapa kau hingga berani memanggilku sebagai anakmu?" teriak Malin lantang.

Ibu Malin terkesiap mendengar ucapan Malin.

Istri Malin berusaha menengahi keadaan. "Wahai Ibu, apakah Ibu bisa membuktikan bahwa Malin benar-benar anak Ibu?" tanyanya dengan santun.

Ibu Malin lalu berkata bahwa ada bekas luka di tangan Malin. Itu adalah luka yang didapat Malin saat kecil gara- gara dipatuk ayam milik tetangganya.

Istri Malin teringat, memang ada bekas luka di tangan suaminya.

"Suamiku, mengapa kau mengingkari ibumu sendiri?"tanyanya dengan sedih.

Malin tak peduli. Dia tetap tak mengakui ibunya dan mengajak istrinya untuk meninggalkan tempat itu.

Ibu Malin terus meratap, dan tepat pada saat itu, hujan turun deras sekali.

Petir menggelegar dan angin bertiup kencang.

Tiba-tiba, duarrr... petir menyambar tepat di kaki Malin. Kaki Malin mendadak kaku dan keras seperti batu.

Malin amat ketakutan. Dia sadar bahwa dia telah berdosa pada ibunya.

"Ibu, ampuni aku. Tolong selamatkan aku," teriaknya.

Ibu Malin berusaha menolong, tetapi terlambat. Tubuh Malin mengeras menjadi batu.

Konon, batu yang menyerupai bentuk Malin Kundang masih dapat ditemui di sebuah pantai bernama Aia Manih, di sebelah selatan Kota Padang, Sumatera Barat.


3. Siamang Putih

Sumatera Barat

Puti Juilan adalah cucu dari Tuanku Raja Kecik, raja di Kerajaan Pagaruyung. Parasnya amat cantik, tingkah lakunya pun sopan dan lembut. Begitu cantiknya dia hingga tak ada pemuda yang berani melamarnya, apalagi Puti Juilan adalah keturunan bangsawan.

Semakin lama, usia Puti Juilan semakin bertambah. Kakeknya mulai gelisah karena cucunya tak kunjung menikah. Beliau lalu berunding dengan orangtua Puti Juilan, dan mereka sepakat untuk mencarikan jodoh bagi Puti Juilan.

Sebelum usaha mencari jodoh dimulai, Puti Juilan bercerita tentang mimpinya yang aneh. "Aku bermimpi menikah dengan seorang pemuda keturunan bangsawan bernama Sutan Rumandang."

Mendengar ucapan cucunya, Tuanku Raja Kecik segera mengerahkan Para pengawalnya untuk mencari Pemuda yang bernama Sutan Rumandang ke pelosok negeri.

Sayangnya, usahanya itu tak berhasil. Sutan Rumandang tak juga ditemukan.

Tuanku Raja Kecik putus asa. "Menikahlah dengan orang lain." Namun, Puti Juilan tak mau.

Hari berganti hari, mimpi Puti Juilan pun menjadi kenyataan. Sebuah kapal besar yang dinakhodai oleh seorang pemuda berlabuh di Pantai Tiku.

"Nama hamba Sutan Rumandang, anak seorang bangsawan dari negeri seberang. Hamba sedang berlayar ke banyak negeri untuk berdagang. Bolehkah hamba beristirahat sejenak di sini?" tanya pemuda itu dengan sopan saat menghadap Tuanku Raja Kecik.

Puti Juilan terkejut melihat wajah pemuda yang sama persis dengan Pemuda dalam mimpinya. Dalam sekejap, dia pun jatuh cinta. Demikian juga dengan Sutan Rumandang.

Tuanku Raja Kecik lalu memutuskan untuk menikahkan mereka berdua. Sayang, Sutan Rumandang menolak.

"Izinkan hamba mencari kekayaan terlebih dahulu. Hamba akan segera kembali begitu hamba sudah pantas menikahi Puti Juilan."

Puti Juilan setuju. Sebelum Sutan Rumandang melanjutkan perjalanannya, mereka berdua pun mengucap janji untuk saling setia dengan disaksikan Tuanku Raja Kecik.

"Aku akan menunggumu. Jika aku sampai menikah dengan pria lain, maka aku akan berubah menjadi siamang putih," janji Puti Juilan.

Sutan Rumandang melambaikan tangannya. "Aku berjanji akan selalu setia padamu. Jika tidak, biarlah kapalku ini tenggelam di laut," janjinya.

Kapal Sutan Rumandang pun mulai meninggalkan Pantai Tiku.

Bertahun-tahun telah berlalu. Sutan Rumandang tak kunjung datang. Tuanku Raja Kecik mulai mendesak Puti Juilan untuk melupakan Sutan Rumandang dan menikah dengan pemuda lain. Dalam hati, Puti Juilan membenarkan saran kakeknya. Sepertinya, Sutan Rumandang sudah melupakannya.

Kebetulan, saat itu ada seorang pemuda dari tanah seberang yang sedang merapatkan kapalnya di Pantai Tiku. Pemuda itu merupakan anak seorang bangsawan yang kaya raya. Saat bertemu dengan Puti Juilan, pemuda itu jatuh cinta padanya. Dia lalu menyatakan niatnya kepada Tuanku Raja Kecik untuk menikahi Puti Juilan.

Pada hari pernikahannya, Puti Juilan duduk berdampingan dengan pemuda itu di singgasana Pengantin.

Tiba-tiba, "Aduh...," teriaknya. Puti Juilan mulai bertingkah aneh. Dia berdiri sambil melompat-lompat. Dia bahkan melompat sampai ke langit-langit istana.

Semua tamu yang hadir terpekik. Mereka melihat, tubuh Puti Juilan mendadak ditumbuhi bulu berwarna putih.

Tuanku Raja Kecik terhenyak karena dia teringat akan janji Puti Juilan pada Sutan Rumandang. Puti Juilan berubah menjadi siamang putih!

Tuanku Raja Kecik berusaha membatalkan pernikahan, tetapi sudah terlambat. Puti Juilan tak bisa kembali ke wujud asalnya.

Sejak saat itu, Puti Juilan yang sekarang berwujud siamang putih, selalu duduk di tepi Pantai Tilu. Dia berharap, Suran Rumandang akan kembali. Namun, sampai akhir hayatnya, Sutan Rumandang tak pernah kembali.



Baca Lebih Lanjut
Lindungi Data Anda! Ini Ciri-ciri Hp Disadap dan Cara Antisipasinya
Pos Kota
Kenali Ciri-ciri WhatsApp Telah Dibajak dari Jarak Jauh dan Berikut Cara Mengatasinya
Yeni
7 Ciri-Ciri Link Phising yang Wajib Diwaspadai
Uswatun Khasanah
Ciri-ciri Tubuh Overdosis Gula, Mudah Lapar hingga Sering Jerawatan
Detik
Ciri-ciri Sakit Dada Pertanda Serangan Jantung, Sering Dikira 'Angin Duduk'
Detik
Identitas Mayat Pria di Semak-semak Bogor Misterius, Ini Ciri-cirinya
Detik
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 7 Halaman 32: Tentang Pemaparan Ciri Benda Kesukaan
Naufal Hanif Putra Aji
Mengapa Cerita yang Dibuat AI Belum Bisa Menyaingi Karya Manusia?
Detik
Apa Arti Independent Women? Ini Ciri-ciri dan Tips untuk Jadi Sosoknya
Detik
Cerita Band Ajojing Nyanyikan Ulang Lagu 'Bujangan' Ciptaan Murry dan Pernah Dipopulerkan Koes Plus
Irwan Wahyu Kintoko