Selama ini, melampiaskan kemarahan sering dianggap sebagai salah satu cara untuk meredakan emosi. Bahkan, beberapa tempat self-healing dirancang khusus untuk mendukung praktik ini melalui aktivitas penghancuran barang.
Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa metode ini ternyata tidak efektif dalam mengurangi emosi.
Seorang ilmuwan komunikasi dari Ohio State University, Brad Bushman menegaskan belum ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa melampiaskan amarah dapat mengurangi emosi.
"Saya pikir sangat penting untuk menghilangkan mitos bahwa jika Anda marah, Anda harus melampiaskannya," ujar Bushman kepada Science Alert.
Studi berjudul "A Meta-Analytic Review of Anger Management Activities That Increase or Decrease Arousal", yang diterbitkan dalam Clinical Psychology Review, Volume 109 pada April 2024 oleh Sophie L Kjærvik dan Brad J Bushman, menemukan cara meredakan emosi yang lebih baik dibandingkan dengan pelampiasan emosi.
Kjærvik dan Bushman menganalisis 154 studi terkait kemarahan menggunakan pendekatan meta-analitik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pelampiasan kemarahan dalam mengurangi emosi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelampiasan kemarahan, yang sering dianggap sebagai solusi, ternyata tidak membantu mengurangi emosi. Sebaliknya, metode ini justru meningkatkan intensitas kemarahan secara signifikan.
Para peneliti kemudian melanjutkan penelitian terhadap sekitar 10.189 responden yang terdiri dari berbagai jenis usia dan kelamin. Hal ini dilakukan untuk mencari metode yang dinilai paling baik dalam membantu mengurangi emosi.
Peneliti menemukan kunci utama untuk meredakan amarah adalah dengan menurunkan rangsangan fisiologis, seperti suhu, hormon, atau cahaya, yang memicu respons tubuh.
"Untuk mengurangi amarah, lebih baik terlibat dalam aktivitas yang menurunkan tingkat gairah. Terlepas dari apa yang mungkin disarankan oleh kebijaksanaan populer, bahkan berlari bukanlah strategi yang efektif karena hal itu meningkatkan tingkat gairah dan akhirnya menjadi kontraproduktif," kata Bushman kepada Science Alert.
Menurut ilmuwan sekaligus penulis utama penelitian ini, Sophie L Kjærvik, aktivitas yang mengurangi gairah dan tidak melibatkan aspek fisiologis adalah cara paling efektif dalam mengurangi emosi berdasarkan penelitian terhadap sekitar 10.189 responden.
"Kami ingin menunjukkan bahwa mengurangi gairah, dan sebenarnya aspek fisiologisnya, sangatlah penting," ujar Kjærvik kepada Science Alert.
Aktivitas yang mengurangi gairah, seperti yoga dapat memberikan kesadaran penuh, relaksasi otot, dan mengatur pernapasan yang berguna dalam mengurangi emosi.
"Sangat menarik untuk melihat bahwa relaksasi otot progresif dan relaksasi secara umum mungkin sama efektifnya dengan pendekatan seperti perhatian penuh dan meditasi," tutur Kjærvik kepada Science Alert.
"Dan yoga, yang bisa lebih membangkitkan gairah daripada meditasi dan kesadaran, tetap merupakan cara menenangkan dan memfokuskan pada napas Anda yang memiliki efek serupa dalam mengurangi kemarahan," tuturnya.
Oleh karena itu, daripada melampiaskan amarah yang dapat membahayakan, para peneliti merekomendasikan aktivitas yang menurunkan rangsangan fisiologis untuk meredakan emosi dan stres.
"Jelas dalam masyarakat saat ini, kita semua menghadapi banyak tekanan, dan kita juga butuh cara untuk mengatasinya," kata Kjærvik.
"Aktivitas fisik tertentu yang meningkatkan gairah mungkin baik untuk jantung Anda, tetapi itu jelas bukan cara terbaik untuk mengurangi kemarahan," tambahnya.