Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggelar konsultasi publik rancangan revisi Peraturan BPOM Nomor 14 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Rancangan Peraturan BPOM tentang kajian risiko penggunaan bahan baku dalam obat bahan alam, obat kuasi, suplemen kesehatan, dan kosmetik sediaan tertentu.
"Kita ketahui bersama bahwa regulasi itu disusun karena adanya ketidakteraturan, atau adanya kekosongan hukum. Maka, perlu dilakukan penyusunan regulasi seperti yang berkaitan dengan rancangan penyusunan kajian risiko," ujar Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM Mohamad Kashuri di Jakarta, Jumat.
Kashuri juga menyebutkan alasan mengapa peraturan BPOM tersebut perlu direvisi, salah satunya berkaitan dengan pentingnya menjawab tantangan bahwa regulasi tersebut harus adaptif dan mengikuti perkembangan zaman.
"Meskipun sudah punya, tetapi sudah tidak sesuai dengan kondisi realitas sekarang dan banyak yang tidak bisa diimplementasikan. Hasilnya juga tidak efektif, maka perlu juga dilakukan revisi," katanya.
Kashuri menjelaskan, revisi tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 142 ayat 5, yang menyebutkan bahwa bahan baku tertentu, baik digunakan untuk obat tradisional, suplemen kesehatan maupun kosmetik harus disesuaikan dengan standar setelah dilakukan kajian risiko.
"Nah kajian yang risikonya seperti apa itu belum diatur. Oleh karena itu, rancangan sudah disusun, kemudian dikomunikasikan kepada para pemangku kepentingan yang nanti akan mengimplementasikan regulasi itu," ucapnya.
Sebelumnya, BPOM berupaya meningkatkan perekonomian melalui pengembangan daya saing produk kosmetik dalam negeri serta mengoptimalkan pelindungan masyarakat dari risiko kosmetik berbahaya melalui “SEMARAK Kosmetik (Selebrasi Maju Produk Aman dan Berkualitas Kosmetik)”.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan bahwa sektor kosmetik terus mengalami pertumbuhan. Hingga pertengahan 2024, pihaknya mencatat 47.280 nomor izin edar produk (notifikasi) kosmetik telah diterbitkan atau 57 persen dari total izin edar produk obat dan makanan.
"Bisnis kosmetik menjadi salah satu pilihan usaha yang menjanjikan. Tidak hanya menawarkan peluang keuntungan yang besar, bisnis ini juga terus mengalami pertumbuhan pesat," kata Taruna.Sebelumnya, BPOM berupaya meningkatkan perekonomian melalui pengembangan daya saing produk kosmetik dalam negeri serta mengoptimalkan pelindungan masyarakat dari risiko kosmetik berbahaya melalui “SEMARAK Kosmetik (Selebrasi Maju Produk Aman dan Berkualitas Kosmetik)”.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan bahwa sektor kosmetik terus mengalami pertumbuhan. Hingga pertengahan 2024, pihaknya mencatat 47.280 nomor izin edar produk (notifikasi) kosmetik telah diterbitkan atau 57 persen dari total izin edar produk obat dan makanan.
"Bisnis kosmetik menjadi salah satu pilihan usaha yang menjanjikan. Tidak hanya menawarkan peluang keuntungan yang besar, bisnis ini juga terus mengalami pertumbuhan pesat," kata Taruna.
Baca Lebih Lanjut
BPOM: Keterbukaan informasi publik wujudkan kesadaran akan obat aman
Antaranews
BPOM: Obat tetes mata herbal dapat sebabkan kebutaan
Antaranews
BPOM Perbarui Pedoman CPOB untuk Rumah Sakit Terkait Sediaan Radiofarmaka
David Togatorop
BPOM Update Pedoman CPOB di Rumah Sakit terkait Pembuatan Sediaan Radiofarmaka
Antaranews
BPOM ungkap keterbukaan informasi kunci pengawasan obat dan makanan
Antaranews
Disporapar Kota Tegal Gelar Forum Konsultasi Publik Layanan Pariwisata 
Raka f pujangga
BPOM edukasi publik dalam memilih kosmetik yang aman
Antaranews
BPOM cabut izin edar 16 produk kosmetik menyerupai obat dengan jarum
Antaranews
BPOM Temukan Kosmetik Bermerkuri di Sulsel, Bisa Picu Kanker hingga Rusak Ginjal
Detik
BPOM selaraskan praktik regulasi ATMP dengan standar internasional
Antaranews