-

Buaya memiliki kebiasaan seperti mengintip di permukaan air. Kebiasaan ini sering diartikan seperti mengintai mangsa. Buaya yang termasuk hewan karnivora dianggap membahayakan jika keberadaannya dekat dengan manusia.Tapi sebenarnya apa alasan buaya sering melakukannya?

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim ahli Paleobiologi Internasional berhasil memecahkan teka-teki ini. Para peneliti menemukan bahwa nenek moyang buaya modern yang hidup di laut tidak berevolusi seperti paus dan lumba-lumba. Hal ini menjadi penghambat para buaya untuk dapat menyelam ke kedalaman yang jauh.

Sejarah Thalattosuchian Nenek Moyang Buaya Modern

Penelitian ini diterbitkan di Royal Society Open Science hari ini menjelaskan bahwa Thalattosuchian yang hidup pada zaman dinosaurus berhenti menjelajahi laut dalam karena sinus moncong mereka yang besar.

Sedangkan paus dan lumba-lumba (cetacea) berevolusi dari mamalia darat menjadi mamalia air sepenuhnya dalam kurun waktu sekitar 10 juta tahun. Selama kurun waktu tersebut, sinus mereka yang terbungkus tulang menyusut dan mereka mengembangkan sinus dan kantung udara di luar tengkorak mereka.

Hal ini akan mengurangi peningkatan tekanan selama penyelaman yang lebih dalam, sehingga memungkinkan mereka mencapai kedalaman ratusan (lumba-lumba) dan ribuan (paus) meter tanpa merusak tengkorak mereka.

Dahulu, Thalattosuchian yang hidup selama periode Jurassic dan Cretaceous terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama Teleosauridae yang memiliki bentuk seperti buaya gharial modern, kemungkinan hidup di perairan pantai dan muara.

Sedangkan Metriorhynchidae memiliki tubuh yang ramping dengan tungkai seperti sirip dan ekor diperkirakan dapat hidup di laut.

Penelitian pada Nenek Moyang Buaya

Para peneliti dari Universitas Southampton, Universitas Edinburgh, dan lembaga lainnya ingin melihat apakah thalattosuchian telah membuat adaptasi sinus yang serupa dengan paus dan lumba-lumba dalam perjalanan evolusi mereka dari daratan ke laut.

Demi mengetahui jawabannya, tim peneliti menggunakan tomografi terkomputasi, yaitu jenis pemindaian khusus, untuk mengukur sinus dari 11 tengkorak Thalattosuchian serta 14 tengkorak spesies buaya modern, dan enam spesies fosil lainnya.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa akuran sinus bagian tempurung otak berkurang seiring meningkatnya adaptasi Thalattosucian terhadap kehidupan akuatik.

Ini mirip dengan perubahan yang terjadi pada jeda dan lumba-lumba.

Para peneliti berpendapat bahwa penurunan ini terjadi karena berbagai faktor, seperti daya apung, kemampuan menyelam, dan cara makan mereka. Tidak hanya itu, para peneliti juga menemukan bahwa ketika Thalattosuchian sepenuhnya menjadi akuatik, sinus pada moncong mereka akan lebih mengembang jika dibandingkan dengan nenek moyang mereka.

"Kemunduran sinus tempurung otak pada Thalattosuchia mencerminkan kemunduran yang terjadi pada cetacea, berkurang selama fase semi-akuatik dan kemudian berkurang lebih jauh saat mereka menjadi sepenuhnya akuatik," jelas Dr. Mark Young, penulis utama penelitian ini dari Universitas Southampton.

"Kedua kelompok juga mengembangkan sinus ekstrakranial. Namun, sementara sistem sinus cetacea membantu pengaturan tekanan di sekitar tengkorak selama penyelaman dalam, sistem sinus moncong yang luas dari metriorhynchids menghalanginya untuk menyelam dalam," ujarnya.
"Hal ini disebabkan pada kedalaman yang lebih dalam, udara di dalam sinus akan terkompresi dam menyebabkan ketidaknyamanan, kerusakan, atau bahkan kempis di moncong karena ketidakmampuannya untuk menahan atau menyamakan tekanan yang meningkat," kata Young.

Berbeda dengan hewan-hewan lain yang mengalami kesulitan ini, paus dan lumba-lumba karena memiliki ginjal yang efisien sehingga dapat menyaring garam dari air laut. Reptil dan burung laut mengandalkan kelenjar garam untuk mengeluarkan garam dari sistem mereka.

Dr. Young dan rekan-rekannya meyakini bahwa sinus moncong metriorhynchids yang lebih besar dan lebih kompleks dapat membantu membersihkan kelenjar garam mereka, mirip dengan cara kerja iguana laut modern.

"Masalah utama bagi hewan dengan kelenjar garam adalah 'penumpukan', di mana garam mengering dan menyumbat saluran pembuangan garam. Burung modern menggelengkan kepala untuk menghindarinya, sementara iguana laut bersin untuk mengeluarkan garam," kata Dr Young.

"Kami pikir sinus yang melebar pada metriorhynchidae membantu mengeluarkan kelebihan garam. Burung, seperti metriorhynchidae, memiliki sinus yang keluar dari moncong dan melewati bawah mata dan ketika otot rahang mereka berkontraksi, hal itu menciptakan efek seperti suara menggelegar di dalam sinus mereka. Bagi metriorhynchidae, ketika sinus mengalami efek ini, hal itu akan menekan kelenjar garam di dalam tengkorak dan menciptakan efek seperti bersin, mirip dengan iguana laut modern."

Studi ini menunjukkan bagaimana transisi evolusi utama berlangsung dan dibentuk oleh anatomi spesies, biologi, dan sejarah evolusi.
"Sangat menarik untuk menemukan bagaimana hewan purba, seperti thalattosuchia, beradaptasi dengan kehidupan di laut dengan cara mereka sendiri yang unik dengan menunjukkan persamaan dan perbedaan dengan cetacea masa kini," kata Dr. Julia Schwab, salah satu penulis makalah dari Universitas Manchester.

Dr Young menyimpulkan,"Thalattosuchia punah pada periode Cretaceous Awal, jadi kita tidak akan pernah tahu pasti apakah jika diberi lebih banyak waktu evolusi, mereka dapat menyatu lebih jauh dengan cetacea modern atau apakah kebutuhan untuk menguras kelenjar garam mereka secara mekanis merupakan penghalang yang tidak dapat dilewati untuk spesialisasi akuatik lebih lanjut."



Baca Lebih Lanjut
Cassius Si Buaya Terbesar di Dunia Mati, Usianya Lebih dari 100 Tahun
Detik
Kenapa Kucing Suka Menggaruk Sofa? Ternyata Ini Alasannya
Sindonews
BKSDA Sampit edukasi warga dengan spanduk imbauan waspada buaya
Antaranews
Buaya Terbesar Dunia Mati di Penangkaran, Usia 110 Tahun
Detik
Terpopuler: Buaya Terbesar Dunia Cassius Mati di Usia 110 Tahun
Detik
Begini Cara Benar Hangatkan Pizza dengan Microwave
Detik
Lirik Lagu Ikhlaskan Aku - Thomas Arya ft Elsa Pitaloka, Mengapa Kau Putuskan Untuk Mengakhiri Cinta
Yeshinta Sumampouw
Minum Air Bekas Rebusan Jagung Apa Manfaatnya? Ternyata Tak Main-main
Aullia Rachma Puteri
Sumber Air Panas di Desa Buong Baru tak Masuk Destinasi Wisata Tana Tidung, Begini Alasannya 
Junisah
Jenar Sragen Dipilih Jadi Lokasi Pemasangan Alat Pemantau Gempa Bumi, Ternyata Ini Alasannya
Ryantono Puji Santoso