TRIBUNJAKARTA.COM - Berikut ini perbedaan status pekerja PKWT dan PKWTT, fresh graduate perlu tahu.
Beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan beberapa poin uji materi atas UU Cipta Kerja.
Salah satu poin yang dikabulkan adalah terkait durasi kontrak kerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang dipertegas.
Melalui putusan ini, demi melindungi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi pekerja/buruh, Mahkamah Konsitusi menegaskan bahwa durasi PKWT maksimum 5 tahun, termasuk bila terdapat perpanjangan PKWT.
Lantas, sebenarnya apa arti PKWT dan apa perbedaan PKWT dan PKWTT?
Selain PKWT, ada juga PKWTT yang perlu dipahami para pekerja. Dilansir dari laman BPJS Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah dua istilah kontrak kerja antara pemberi kerja dan pekerja yang lazim digunakan pemberi kerja dalam beberapa tahun terakhir.
Kedua kontrak ini mengatur tentang hak dan kewajiban pemberi kerja dan pekerja (kontrak, lepas, dan tetap).
Apa itu PKWT?
PKWT merupakan perjanjian kerja yang mengikat pemberi kerja dan pekerja dalam sebuah kerja sama untuk kurun waktu tertentu.
Perjanjian kerja ini dulunya diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), yang menegaskan bahwa durasi perjanjian kerja adalah maksimal 2 tahun dengan opsi perpanjangan maksimal 1 tahun, alias total maksimalnya 3 tahun.
Setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) disahkan, ketentuan tentang durasi perjanjian kerja PKWT sedikit mengalami perubahan.
Pada kontrak awal, durasi perjanjian kerja menyesuaikan dengan yang disepakati oleh pemberi kerja dan pekerja dalam kontrak tersebut. Meski begitu, total maksimal kontraknya tetap 3 tahun.
Apa itu PKWTT?
Sebaliknya, PKWTT merupakan perjanjian kerja yang mengikat pemberi kerja dan pekerja dalam sebuah kerja sama tanpa kurun waktu tertentu.
Dalam UU Ketenagakerjaan maupun UU Ciptaker, durasi perjanjian kerja PKWTT tidak mengalami perubahan, yaitu tetap “tidak tentu” alias bisa selama yang dibutuhkan pemberi kerja atau diinginkan pekerja.
Berikut adalah uraian tentang perbedaan antara PKWT dan PKWTT.
Durasi atau waktu kontrak
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pembeda utama antara PKWT dan PKWTT adalah durasi atau waktu perjanjian kerja.
Dalam PKWT, durasi minimum adalah ketika sebuah pekerjaan selesai dilakukan oleh pekerja dan durasi maksimumnya adalah 3 tahun. Sementara dalam PKWTT, durasi minimum tidak ditentukan dan durasi maksimumnya tidak ada. Sehingga bisa terus berjalan hingga usia pensiun pekerja atau ketika pekerja meninggal dunia.
Status kepegawaian
Perbedaan kedua terletak pada status pekerja di mata hukum. Mengingat PKWT memiliki durasi kontrak, maka status kepegawaian pekerja adalah pekerja kontrak atau pekerja lepas.
Pekerja magang juga akan mendapat PKWT ketika mulai bekerja di sebuah perusahaan. Di sisi lain, PKWTT tidak memiliki durasi pekerjaan, sehingga status kepegawaian pekerja adalah pekerja tetap.
Masa percobaan
Sesuai dengan peraturan UU Ketenagakerjaan dan Ciptaker, PKWT tidak diperbolehkan memiliki masa percobaan (probation).
Bila diberlakukan, masa percobaan akan batal di mata hukum dan dianggap tidak pernah ada. Dalam PKWTT, masa percobaan diperbolehkan, dengan maksimal durasi selama 3 bulan dan pemberian upah minimum yang berlaku.
Keabsahan kontrak kerja
PKWT wajib dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, PKWTT dapat dibuat secara tulisan maupun lisan, selama melibatkan dua pihak (pemberi kerja dan pekerja).
Pemutusan hubungan kerja (PHK)
Pegawai atau karyawan dengan PKWT dapat diberhentikan hubungan kerjanya setelah kontrak berakhir.
Bila ini terjadi, pemberi kerja (perusahaan) tidak ada kewajiban untuk membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Sebaliknya, pegawai atau karyawan dengan PKWTT dapat diberhentikan hubungan kerjanya pada waktu kapan pun.
Dengan catatan, pemberi kerja (perusahaan) wajib memberikan sejumlah kompensasi berupa uang penghargaan, uang penggantian hak, atau uang pesangon.