Laporan wartawan Surya Anggit Pujie Widodo

TRIBUNMADURA.COM JOMBANG - Di zaman modern yang serba canggih saat ini, ternyata masih menyisakan kisah perjuangan keras para guru untuk mendidik peserta didiknya.

Hal itu tercermin dari dua guru yang mengajar di daerah pelosok Kabupaten Jombang ini.

Kurang meratanya fasilitas umum di Kabupaten Jombang membuat para guru ini harus mengeluarkan tenaga ekstra hanya untuk sampai di sekolah tempatnya mengajar.

Seperti akses jalan menuju SDN Pojok Klitih II yang berada di Dusun Rapah Omboh, Desa Klitih, Kecamatan Plandaan, Jombang. Akses jalan menuju SDN Pojok Klitih ini cenderung ekstrem. Jarak tempuh yang harus dilalui untuk sampai di lokasi pun memakan waktu sekitar satu jam lebih.

Kondisi jalan sama sekali belum merata, menjadi kendala bagi masyarakat sekitar maupun para guru yang mengajar. Padahal, jalan ini menjadi akses utama warga sekitar untuk beraktivitas. Kondisi jalan masih dipenuhi bebatuan kecil, besar bahkan pasir.

Untuk menuju lokasi SDN Pojok Klitih ini harus melewati jalan berliku, sepanjang jalan bagian kanan dan kiri hanya ada hutan. Ditambah kondisi jalan yang masih bebatuan dan pasir membuat perjalanan menuju SDN tersebut cukup memakan waktu lama.

Salah satu guru sekaligus Kepala Sekolah (Kepsek) SDN Pojok Klitih II, Karmun (50) adalah sosok yang setiap harinya harus menempuh jalan berliku dan memakan waktu berjam-jam untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar.

Karmun mengaku sudah terbiasa dengan hal tersebut, bahkan jika kondisi hujan sekalipun ia tetap semangat untuk berangkat ke sekolah.

"Kondisi jalan disini memang sudah sejak dulu seperti itu. Bahkan jarak tempuh dari rumah saya yang berada di Kecamatan Plandaan, ke sekolah kalau cuaca kemarau bisa cepat, sekitar satu jam,” ucapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler ada Senin (4/11/2024).

Jika musim kemarau, kondisi jalan cenderung kering dan lebih memudahnya untuk cepat ke sekolah. Meskipun, jalan tetap berbatu dan sama sekali tidak merata. Namun berbeda jika sudah masuk musim penghujan.

Karmun menjelaskan, jika masuk musim hujan, kondisi jalan menjadi basah dan berlumpur. Hal tersebut bisa terjadi karena sebagian besar jalan di lokasi tersebut masih didominasi oleh pasir dan bebatuan.

Ia menuturkan, jika saat musim hujan, ditambah kondisi jalan yang berlumpur dan licin membuat jarak tempuh ke sekolah menjadi lebih lama bahkan hampir 2 jam lebih.

"Kalau hujan, jalan menjadi lebih ekstrem, karena jalannya jadi licin. Kalau pakai motor dengan ban biasa pasti akan jatuh terus. Karena itu mengantisipasinya dengan menggunakan ban motor drill," ujarnya.

Mengajar Total Hanya 16 Siswa

Tidak hanya harus melewati jalan berliku dan penuh hambatan untuk sampai ke sekolah. Di sekolah Karmun dan beberapa guru hanya mengajar 16 peserta didik saja. Jumlah itu sudah keseluruhan murid dari kelas 1 sampai kelas 6 SD.

"Keseluruhan jumlahnya ada 16 murid. Untuk kelas 1 ada muridnya, kelas 2 kosong, kelas 3 ada muridnya, kelas 4 ada, kelas 5 kosong dan kelas 6 ada muridnya," katanya.

Ia mengaku, kendala dalam mencari siswa baru juga dipengaruhi faktor geografis lokasi setempat yang jauh dari kota. Dsn juga jumlah penduduk yang sedikit. Hal itu juga selaras dengan kondisi kehidupan di masyarakat Dusun Rapah Omboh.

“Di daerah sini, dari keluarganya jika ada satu keluarga yang memang mau hamil lagi itu harus dipikir-pikir lagi. Karena memang, biasanya kalau sudah hamil umur 8 bulan itu harus turun gunung," ungkapnya.

"Kalau tidak, turun medannya terlalu sulit, karena medan disini ekstrem. Kalau beberapa waktu lalu pas ada yang sakit di musim penghujan itu ditandu," tukasnya.

Guru Andik Tempuh Jalur Maut Lamongan Jombang ke Sekolah

Senada dengan Karmun, hal serupa juga dialami oleh Andik Santoso, pria asal Desa Kedungkumpul, Kecamatan Sukorame, Kabupaten Lamongan yang mengajar di
SDN Jipurapah 2 yang lokasinya berada di
Dusun Kedungdendeng, Desa Jipurapah, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang.

Andik mengabdi sebagai guru hampir 20 tahun lamanya. Selama itu pula ia melewati jalan berliku untuk menuju sekolah tempatnya mengajar. Dari Lamongan menuju Jombang.

Bukan melewati aspal jalan, melainkan ia harus memacu kendaraannya melewati jalan berliku bebatuan, penuh pasir bahkan melewati sungai. Tempat ia mengajar berada di pedalaman Kabupaten Jombang yang jarang tersentuh masyarakat awam.

Pria yang lahir pada 1987 itu berpacu dengan waktu untuk menuju sekolah melewati hutan, sungai dan jalan yang tidak rata dan penuh bebatuan. Andik menjelaskan, untuk sampai ke sekolah ada dua rute jalan yang bisa ia lewati.

Kedua rute terserah tidak ada yang mudah, semuanya harus dilalui dan mengeluarkan tenaga super esktra. Rute pertama, ia bisa menempuh dari arah Dusun Kedungdendeng jika berangkat dari rumahnya.

Jalur rute pertama ini, harus melewati hutan, jalan terjal, licin dan berlumpur jika masuk musim hujan. Butuh waktu sekitar 90 menit jika ia ingin sampai ke sekolah dengan jarak tempuh lebih pendek.

Sementara itu, untuk rute kedua, ia bisa melewati akses jalan yang terbilang lebih ringan. Jika ia menulis perjalan melalui Desa Jipurapah menuju  Dusun Kedungdendeng, jaraknya keduanya berkisar 10 kilometer, dilanjutkan melewati hutan.

Jika Andik melewati rute kedua ini, ia harus menempuh jarak yang lebih panjang daripada rute pertama. Meskipun begitu, di rute kedua ini ia juga harus melewati hutan, walaupun kondisi medan jalan terbilang lebih ringan.

"Jadi tidak semua kendaraan bisa melalui jalur ini. Kendaraan yang bisa digunakan itu hanya jenis tertentu saja. Kalau saya menyiasatinya menggunakan sepeda motor trail," ungkapnya.

Andik mengaku, selama menempuh perjalan itu, rintangan pasti selalu ia lalui. Mulai dari hanyut di sungai, ditabrak oleh babi hingga sepeda motornya yang tiba-tiba rusak dan harus ia tinggalkan di lokasi.

"Saya pernah jalan kaki puluhan kilometer untuk sampai ke rumah karena motor saya rusak di tengah perjalanan," tandasnya.

Andik mengaku, setiap pagi ia harus bangun. Setiap pukul 06.00 WIB, ia sudah beranjak dari rumah, dan jika situasi normal, ia bisa sampai di sekolah pukul 07.00 WIB. Jika cuaca sedang buruk, ia bahkan bisa menempuh perjalanan hampir 1,5 jam.

"Tergantung cuaca juga, jika cuaca sedang bagus maka perjalanan lancar. Meskipun tetap harus melewati jalan berliku. Kalau hujan, ya sudah pasti jalanan licin dan pastinya memakan waktu yang sangat lama," tandasnya.

 

Baca Lebih Lanjut
Perjuangan Para Guru di Jombang, Tempuh Jalur Maut Hingga Mengajar 16 Siswa di Daerah Pedalaman
Samsul Arifin
Oknum Guru SMP di Bogor Pukul Siswa Dinonaktifkan
Detik
YPLP PGRI Harap Kejadian Guru Aniaya Siswa di Kota Bogor Diselesaikan Secara Kekeluargaan
Yudistira Wanne
Mendikdasmen soal Guru Takut Tegur Siswa: Ada UU yang Melindungi
Detik
Viral Guru SMP Lamongan Takut Tegur Siswa Tidur, Pihak Sekolah Buka Suara
Detik
Daftar Guru yang Jadi 'Korban' Orangtua Murid, Dikriminalisasi hingga Dianiaya, Ada Bu Supriyani
Seli Andina Miranti
TABIAT Siswa SD Anak Polisi Diungkap Supriyani, Guru tak Ada yang Berani, Bicara Saja Hati-hati
Liska Rahayu
Guru SMP di Bogor Diduga Aniaya Siswa hingga Memar, Ortu Korban Lapor Polisi
Detik
Viral Guru SD Dilaporkan Orangtua Siswa di Wonosobo, Pelapor Minta Rp30 Juta Sebagai Uang Damai
Deni setiawan
VIRAL, Orangtua Siswa Laporkan Seorang Guru SDN 1 Wonosobo, Kasus Dugaan Kekerasan
Deni setiawan