TRIBUNJATIM.COM - Sosok Marsono, guru olahraga SD yang dimintai uang damai viral di media sosial.
Bermula dari laporan orangtua ke polisi soal guru Marsono.
Wali murid tersebut melaporkan guru ke polisi di Wonosobo.
Dalam laporan orangtua siswa kepada polisi, menduga terjadi kekerasan guru terhadap anak pelapor.
Kasus ini sempat viral. Kemudian polisi mempertemukan kedua pihak, antara terlapor dan pelapor, untuk dimediasi yang pada ujungnya adalah kesepakatan damai. Dan benar saja, kedua pihak akhirnya sepakat berdamai.
Sebelumnya mediasi dilakukan beberapa kali oleh pihak sekolah maupun Polres Wonosobo namun tidak membuahkan hasil.
Setelah berita ini viral di dunia maya, mediasi dilakukan kembali yang difasilitasi Polres Wonosobo, Selasa (29/10/2024) sore di Mapolres.
Mediasi yang dilaksanakan pada Selasa sore, pertemukan pelapor dalam hal ini Ayu Sondakh selaku wali murid, Marsono selaku Guru olahraga SDN 1 Wonosobo sebagai terlapor, dan Rohmat sebagai saksi perwakilan dari PGRI Cabang Wonosobo.
Kasatreskrim Polres Wonosobo AKP Arif Kristiawan mengatakan dalam proses mediasi kali ini berjalan dengan lancar tidak ada saling tuntut menuntut.
"Hari ini sudah mediasi kedua belah pihak, alhamdulillah jalan tengah damai. Itu semuanya tercapai jadi sudah tidak ada saling menuntut, sudah saling memaafkan sehingga perasaan damai dari kedua belah pihak sudah tercapai," ucapnya.
Kesepakatan Bersama
Dengan adanya titik temu ini, Kasatreskrim menyampaikan antara kedua belah pihak telah membuat kesepakatan bersama yang nantinya akan diajukan kepada pimpinan untuk mencabut laporan.
Dalam jumpa media, pelapor, Ayu Sondakh menceritakan singkat kejadian ini sampai ia melaporkan guru anaknya kepada polisi.
Ia mengatakan, anaknya mengadu kepada dirinya telah ditampar oleh gurunya yang bernama Marsono saat mata pelajaran olahraga di luar sekolah. "Karena itu bermula ketika Pak Son mengajar, anak saya melakukan kesalahan dan mengaku ditampar oleh Pak Marsono," ujarnya.
Setelah kejadian itu, ia mendatangi sekolah dan melakukan proses mediasi di sekolah namun tidak ada kesepakatan.
Seusai mediasi ini, ia menyanggupi untuk mencabut laporannya di Polres Wonosobo dan saling memaafkan.
"Setelah masalah ini selesai otomatis laporan kita cabut," tandasnya.
Melerai Rebutan Bola
Sementara itu, Marsono selaku terlapor juga menyampaikan kronologi singkat pada saat kejadian.
Ia mengaku hanya melerai anak pelapor yang pada saat itu berebut bola saat hendak menuju alun-alun untuk berolahraga.
Hal itu dilakukannya untuk keselamatan siswa, mengingat perebutan bola antar siswa itu terjadi di jalan trotoar depan Kodim 0707/Wonosobo.
"Bukan perkelahian hanya perebutan bola, tarik-tarikan, kemudian saya lerai jangan sampai itu terjadi karena itu kan di tepi jalan trotoar depan Kodim," ungkapnya.
Ia menegaskan apa yang dilakukannya semata-mata untuk mendidik siswanya tidak ada niatan untuk melukai.
"Di sini saya mohon maaf, semata-mata perbuatan saya mendidik bukan untuk melukai untuk melerai, bukan bermaksud menyakiti atau bermaksud mencederai, tidak ada," tandasnya.
Viral di Medsos
Sebelumnya, kasus wali murid di Wonosobo laporkan guru ke polisi ramai menjadi perbincangan di media sosial.
Warga Wonosobo bahkan ramai-ramai membagikan ulang cerita Instagram mengenai kasus ini. Hingga Selasa (29/10/2024) 7.000 lebih orang telah membagikan cerita Instagram tersebut.
Dalam cerita Instagram tersebut dinarasikan, pak guru terlapor diminta membayar uang Rp 70 juta kemudian turun menjadi Rp 30 juta agar kasus tidak berlanjut.
Karena ada narasi demikian, tak butuh waktu lama, cerita di Instagram itu cepat menyebar. Lebih dari 7.000 orang telah membagikan cerita Instagram tersebut.
Tidak hanya itu, selebaran dengan judul 'peduli guru' agar guru-guru untuk mendonasikan uang pecahan Rp 500 juga beredar di media sosial.
Kasatreskrim Polres Wonosobo AKP Arif Kristiawan saat dikonfirmasi pada, Selasa (29/10/2024) membenarkan telah adanya laporan masuk terkait kasus tersebut.
"Laporan masuk sudah dari 7 September sebenarnya, tetapi memang baru ramai sekarang ini,” ucapnya.
Hingga saat ini masih proses tahapan penyelidikan.
Ia menjelaskan di tengah penyelidikan, mediasi yang melibatkan pelapor dan terlapor dengan ditemani kepala sekolah juga sudah dilakukan.
Sidang Ketiga
Beda lagi dengan kasus Supriyani. Guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara ini menjalani sidang ketiga di PN Andoolo, Konawe Selatan, Selasa (29/10/2024).
Majelis Hakim memutuskan sidang kasus guru honorer Supriyani yang dituduh aniaya anak polisi dilanjutkan.
Ketua Majelis Hakim, Stevie Rosano dan Hakim Anggota Vivy Fatmawati Ali dan Sigit Jati Kusumo dalam putusan selanya menolak eksepsi dari kuasa hukum Supriyani.
“Menyatakan keberatan penasehat hukum tidak dapat diterima dan memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 104/Pidsus/2024/PNAndoolo atas nama terdakwa Supriyani S.Pd binti Sudiharjo, menangguhkan perkara sampai putusan akhir,” kata Ketua Majelis Hakim Stevie Rosano dalam putusannya.
Seusai pembacaan putusan sela tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi.
Dari 8 saksi dihadirkan, 3 di antaranya anak-anak atau masih di bawah umur. Sehingga, sidang di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo berlangsung tertutup.
Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan mengatakan 3 saksi anak yang telah diperiksa, tidak bisa dijadikan sebagai saksi.
Karena tidak memenuhi syarat dan keterangan saksi tidak disumpah. Sehingga pernyataan saksi anak tersebut hanya dijadikan petunjuk untuk melihat fakta yang sebenarnya.
Dalam pemeriksaan beberapa saksi, terjadi perbedaan keterangan. Andri mengatakan menemukan fakta banyak keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak sesuai yang disampaikan saat persidangan.
Menurutnya, perbedaan itu antara lain, waktu pemukulan, cara memukul, alat yang digunakan untuk memukul. Dalam tuduhannya, guru honorer Supriyani dituduh memukul siswa (anak polisi) di bagian paha menggunakan gagang sapu.
Andri menyampaikan, keterangan saksi anak terkait cara memukul juga berbeda-beda. Seperti ada yang mengatakan dipukul dari atas, sedang yang lainnya mengatakan dipukul dari atas tetapi pelan.
Kemudian, ada pula yang mengatakan anak dari oknum polisi tersebut dipukul dengan gagang sapu bagian tengah, sedang yang lainnya mengatakan dengan ujung sapu.
Sementara itu, ayah korban, Aipda HW saat ditemui Tribunnewssultra.com, enggan berkomentar usai persidangan
“Serahkan ke PH (Penasihat Hukum)," kata Aipda dengan mengenakan kemeja coklat.
Sebelumnya, guru Supriyani telah menjalani sidang perdana agenda pembacaan dakwaan dengan tuduhan penganiayaan anak SD kelas 1 yang juga anak polisi, pada Kamis (24/10/2024).
Kemudian sidang kedua agenda pembacaan eksepsi pada Senin (28/10/2024). Dilanjutkan sidang ketiga digelar pada hari Selasa (29/10).
Mobil Diserang
Mobil yang kerap digunakan oleh Supriyani, guru honorer yang dituduh menganiaya siswanya di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), diserang oleh orang tidak dikenal (OTK). Pihak Supriyani menduga mobil tersebut ditembak.
Insiden penyerangan itu tepatnya terjadi di Depan SD Negeri 3 Baito, Jalan Poros Baito, Kelurahan Baito, Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Senin (28/10) sekitar pukul 14.40 Wita. Kuasa Hukum Supriyani, Andre Darmawan mengatakan mobil tersebut sebenarnya mobil dinas Camat Baito, Sudarsono dan kerap dipakai oleh Supriyani berangkat sidang.
"Waktu ditembak bukan Pak Camat yang bawa, ada kepala desa yang bawa," kata Andre Darmawan kepada detikcom, Senin (28/10/2024).
Berdasarkan pengakuan kepala desa yang mengemudikan mobil itu, kata Andre, terduga pelaku dari balik semak-semak.
Terduga pelaku disebut menggunakan baju kaos berwarna putih.
"Pada saat itu dia lagi bawa mobil, dia dengar bunyi 'pang' setelah dia buka (pintu) ada orang yang lari dari semak-semak hutan, baju kaos putih, ndak jauh dari sini (kantor camat, lokasi depan SDN 3 Baito), hanya tidak sempat dapat," kata Andre.