Ada sejumlah perempuan yang turut serta dalam Kongres Pemuda II. Kongres ini menghasilkan Sumpah Pemuda yang kemudian hingga kini diperingati setiap 28 Oktober 2024.
Dalam artikel ini akan kita ulas sosok 5 perempuan yang menghadiri kongres, lengkap dengan peran perempuan dalam Sumpah Pemuda.
Berikut ini sosok lima perempuan dan perannya dalam Sumpah Pemuda:
Siti Soendari adalah adik dari dr Soetomo. Dia termasuk kalangan Jawa elite yang mampu meraih gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) di Universitas Leiden di Belanda pada 1934.
Dikutip dari buku Sumpah Pemuda: Latar Sejarah dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional terbitan Museum Sumpah Pemuda, Siti Soendari turut menyampaikan gagasannya dalam Kongres Pemuda II.
Menurutnya, saat itu pendidikan hanya diberikan kepada golongan pria, sehingga dia ingin mengubah hal tersebut. Penting untuk mendidik para wanita sejak dini karena mereka memiliki kemauan dan dapat turut secara aktif menyokong pergerakan untuk kepentingan negara.
Dalam kongres, Siti berpidato menggunakan bahasa Belanda. Muhammad Yamin yang menjabat sebagai sekretaris Kongres Pemuda II, menerjemahkan pidato Siti agar seluruh peserta bisa memahami.
Dalam penelitian berjudul Peranan Emma Poeradiredja Memajukan Pendidikan Perempuan di Bandung Melalui Organisasi Pasundan Istri Tahun 1930-1942 dari situs Universitas Siliwangi, disebutkan bahwa Emma berasal dari keluarga ningrat.
Dia pun berkesempatan bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan kemudian melanjutkan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Emma pun aktif sebagai anggota Jong Java dan Jong Islamieten Bond (JIB) sebagai ketua cabang Bandung pada tahun 1925.
Dalam Kongres Pemuda I dan II, dia turut hadir mewakili JIB. Dia juga sempat menyatakan simpatinya terhadap kongres dan mengimbau kepada kaum wanita agar ikut aktif dalam pergerakan. Wanita tidak boleh hanya bicara, tetapi harus ikut berbuat aktif.
Dikutip dari Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI), Poernomowoelan dikenal sebagai guru yang mengajarkan baca tulis kepada anak-anak.
Poernomowoelan sempat berpidato dalam bahasa Belanda. Dia menyampaikan agar anak-anak harus dididik supaya menjadi orang baik dan setia pada tanah air. Menurutnya ada dua faktor yang perlu diajarkan, yaitu tucht en orde (tata tertib dan keteraturan). Anak-anak harus diberi pelajaran merdeka, jangan diperintah atau dipaksa, namun harus diberi pengertian.
Dilansir dari buku Sejarah Hukum Indonesia karya Sutan Remy Sjahdeini, Theodora Athia Salim atau Dolly Salim adalah putri dari Agus Salim.
Ada sedikit perubahan lirik lagu Indonesia Raya yang dia nyanyikan. Kata 'merdeka' diubah menjadi 'mulia' karena kata tersebut dilarang. Dan saat pelaksanaan Kongres Pemuda tersebut dijaga oleh polisi Belanda.
Dilansir dari Buku Panduan Guru Seni Musik untuk SMA/MA Kelas XII dari Kemdikbud, Saridjah Niung atau yang dikenal dengan sebutan Ibu Sud adalah pemusik dan guru musik. Wanita kelahiran Sukabumi itu juga dikenal menciptakan banyak lagu nasional dan lagu anak-anak, misalnya Berkibarlah Benderaku, Bendera Merah Putih, Burung Kutilang, dan Desaku.
Meski namanya terkenal, jarang diketahui bahwa Ibu Sud turut serta dalam Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam acara tersebut, dia turut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama WR Soepratman. Ibu Sud memang dikenal sebagai pemain biola yang baik.
Itulah tadi informasi mengenai peran perempuan dalam Sumpah Pemuda yang diwakili oleh Siti Soendari, Emma Poeradiredja, Poernomowoelan, Dolly Salim, dan Ibu Soed.