Nakita.id - Apakah Moms termasuk yang sering bertanya kenapa anak sering sekali bengong? Ini beberapa hal yang harus kalian waspadai.

Ketika anak terlihat sering melamun atau "bengong," banyak orang tua merasa khawatir dan bertanya-tanya, apakah hal tersebut normal atau tanda masalah tertentu.

Sebenarnya, sesekali melamun adalah hal yang wajar terjadi pada anak-anak, karena membantu mereka memproses informasi dan menenangkan pikiran.

Namun, jika anak terlalu sering melamun hingga mengganggu aktivitas sehari-hari atau berdampak pada perkembangan sosial dan akademisnya, orang tua perlu memperhatikan beberapa kemungkinan penyebab dan kapan saatnya mencari bantuan ahli.

Melansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah penjelasan mengenai kenapa anak sering bengong dan apa yang harus diwaspadai.

Penyebab Kenapa Anak Sering Bengong

1. Kurang Konsentrasi atau Fokus

Melamun pada anak sering kali disebabkan oleh kurangnya fokus atau konsentrasi, terutama di lingkungan yang membutuhkan perhatian tinggi seperti di sekolah.

Anak-anak yang memiliki kesulitan berkonsentrasi lebih rentan teralihkan perhatiannya, sehingga pikiran mereka lebih mudah mengembara.

Dalam kasus tertentu, kebiasaan melamun ini bisa menjadi gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), di mana anak mengalami gangguan pada kemampuan untuk fokus dan cenderung menunjukkan perilaku melamun yang berkepanjangan.

Tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

- Anak sering terlihat bingung atau tidak memahami instruksi sederhana.

- Anak sulit menyelesaikan tugas dengan baik dan membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan teman sebayanya.

- Guru di sekolah mungkin melaporkan bahwa anak sering kali tampak "mengembara" di kelas dan tidak mengikuti pelajaran.

2. Kelelahan atau Kurang Tidur

Kualitas dan durasi tidur yang tidak mencukupi bisa menjadi salah satu penyebab utama anak sering bengong.

Kurangnya waktu tidur dapat memengaruhi otak anak sehingga membuatnya sulit untuk tetap fokus.

Akibatnya, mereka cenderung melamun lebih sering. Anak-anak yang kurang tidur juga akan tampak lelah, cepat tersinggung, dan sulit berkonsentrasi dalam aktivitas sehari-hari.

Tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

- Anak sering menguap atau terlihat mengantuk sepanjang hari.

- Sulit dibangunkan di pagi hari atau membutuhkan waktu tidur yang lebih lama dari biasanya.

- Terlihat lemas atau kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya disukai.

3. Masalah Emosional atau Psikologis

Stres, kecemasan, atau masalah emosional lainnya juga bisa menjadi pemicu anak sering melamun.

Anak-anak yang merasa cemas atau sedang menghadapi tekanan, baik di sekolah maupun di lingkungan rumah, mungkin memilih melamun sebagai cara untuk mengalihkan perasaan yang sulit diungkapkan.

Melamun bisa menjadi bentuk pelarian bagi anak untuk menghindari situasi yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

- Anak cenderung menghindari interaksi sosial atau menarik diri dari teman-temannya.

- Mengeluh sakit kepala atau sakit perut tanpa sebab fisik yang jelas.

- Sering merasa cemas atau mudah menangis.

4. Stimulasi Berlebihan dari Gadget dan Media Sosial

Penggunaan gadget yang berlebihan dapat menyebabkan kebiasaan melamun, terutama pada anak yang terbiasa menonton video atau bermain game untuk waktu yang lama.

Aktivitas ini merangsang otak anak secara berlebihan sehingga, ketika tidak ada stimulasi, anak cenderung sulit fokus dan malah melamun.

Tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

- Anak cenderung mencari gadget saat merasa bosan.

- Tidak tertarik pada aktivitas di luar layar.

- Mengalami perubahan suasana hati ketika waktu bermain gadget dibatasi.

5. Kurangnya Rangsangan pada Otak

Melamun bisa menjadi tanda bahwa anak merasa bosan dan kurang mendapat stimulasi yang cukup.

Anak-anak membutuhkan aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya untuk merangsang otak dan memfokuskan perhatian mereka.

Jika anak sering merasa bosan atau kurang tantangan, mereka mungkin lebih sering melamun sebagai cara untuk mengisi kekosongan tersebut.

Tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

- Anak sering terlihat tidak antusias terhadap aktivitas sehari-hari.

- Tidak menunjukkan minat pada hobi atau permainan yang biasanya ia sukai.

- Anak lebih suka menghabiskan waktu sendiri atau kurang terlibat dalam aktivitas kelompok.

Kapan Orangtua Harus Waspada?

Melamun sesekali adalah hal yang normal, tetapi orangtua perlu waspada jika frekuensi melamun anak meningkat atau terjadi dalam situasi yang tidak wajar, seperti saat bermain atau belajar.

Jika orangtua melihat bahwa kebiasaan melamun ini mengganggu interaksi sosial atau prestasi akademik anak, sebaiknya konsultasikan ke dokter atau psikolog anak untuk evaluasi lebih lanjut.

Langkah yang Bisa Dilakukan Orangtua:

- Perhatikan pola tidur anak dan pastikan mereka mendapatkan waktu tidur yang cukup.

- Batasi penggunaan gadget dan ganti dengan aktivitas kreatif atau interaktif.

- Ciptakan lingkungan yang mendukung emosional anak dengan memberikan ruang untuk berbicara dan mengungkapkan perasaannya.

- Jika diperlukan, lakukan pemeriksaan ke dokter atau psikolog anak.

Dengan pemahaman lebih mendalam tentang kebiasaan melamun anak, orangtua bisa membantu mendorong perkembangan yang sehat dan memastikan anak tumbuh dengan bahagia serta percaya diri.

Baca Lebih Lanjut
Ciri-ciri Anak Stunting yang Perlu Diwaspadai Orang Tua
BASRA (Berita Anak Surabaya)
Catat Moms, Ini Alasan Anak Tak Dianjurkan Minum Teh setelah Makan
Detik
Sering Kesemutan Sebenarnya Gejala Apa? Ini 6 yang Wajib Diwaspadai
Ratnaningtyas Winahyu
Kakak dan Adik Sering Bertengkar? Ini Cara Tepat untuk Menghentikannya
Diah Puspita Ningrum
Dampak Bila Orang Tua Sering Menekan Anak
KumparanMOM
Risiko Ibu Hamil Sering Sedih, Ketahui Dampak Emosional dan Fisik yang Harus Diwaspadai
Poetri Hanzani
Apa Itu Parasocial Relationship? Istilah yang Sering Diucapkan Gen Z
Sindonews
Kenapa Seolah Cuma Gen Z yang Kena 'Jam Koma'? Eh Iya Lagi
Detik
3 Cara Supaya Si Kecil Mengurangi Makanan Manis, Mama Papa Bisa Beri Contoh Ya!
Siti Nawiroh
Kenapa Wanita Suka Pria Humoris? Ini Jawabannya
Info psikologi