Secara etimologis, kata "pendidikan" berasal dari bahasa Yunani, yaitu "paedagogie" yang terdiri dari kata "paes" yang berarti anak dan "agogos" yang berarti membimbing. Dengan demikian, "paedagogie" diartikan sebagai bimbingan yang diberikan kepada anak.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang ataupun sekelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui sebuah pengajaran maupun pelatihan.
Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri mereka, memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh diri sendiri, masyarakat, bangsa, dan negara.
Konsep pendidikan tidak hanya diartikan sebagai pengajaran di dalam kelas, tetapi juga mencakup segala aspek pembentukan karakter, peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang membentuk manusia menjadi individu yang lebih baik.
Menurut pendiri Taman Siswa ini, pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak. Tujuan pendidikan menurutnya adalah agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Psikolog dan Filsuf asal Amerika ini mendefinisikan pendidikan sebagai proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
Pendidik dan penulis buku ini mengartikan pendidikan sebagai suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungan. Dengan demikian pendidikan akan menimbulkan perubahan dalam diri peserta didik yang memungkinkannya untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat.
Menurut pendidik dan filsuf asal Amerika ini, pendidikan adalah proses yang secara terus menerus terjadi dari bentuk penyesuaian manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental agar meningkat lebih tinggi. Manusia dianggap memiliki kebebasan dan kesadaran yang termanifestasi dalam alam sekitar, intelektual, emosional, dan rasa kemanusiaan.
\nDikutip dari buku "Ilmu Pendidikan: Konsep Teori dan Aplikasinya" (2019) yang ditulis oleh Dr Rahmat Hidayat M A, sejak awal berdirinya Republik Indonesia, rumusan mengenai tujuan pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
Secara umum, tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Manusia yang dimaksud adalah yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan ini diperlukan upaya serius dari seluruh penyelenggara pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan yang bersifat formal seperti sekolah dan universitas.
Menurut Fuad Ihsan dalam bukunya berjudul "Dasar Dasar Kependidikan" (2008), pendidikan di Indonesia memiliki beberapa landasan, di antaranya:
- Pancasila sebagai landasan ideal.
- UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
- Ketetapan MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai landasan operasional.
Dikutip dari buku "Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara" yang ditulis oleh Haryati, Ki Hajar memaknai pendidikan sebagai jalan agar peserta didik atau siswa kelak bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan di tengah masyarakat.
Ki Hajar Dewantara memaknai pendidikan sebagai cara agar anak berpikir merdeka dan mencari pengetahuan dengan jalan pikirannya sendiri. Menurutnya, tolok ukur keberhasilan pendidikan adalah ketika anak-anak mampu mengenali tantangan yang ada di depannya dan tahu bagaimana harus mengatasinya.
Dalam konsepnya, Ki Hajar mengejawantahkan dalam sejumlah pandangan mengenai dasar-dasar atau aspek pendidikan, yaitu:
Aspek ini adalah landasan pokok dan menjadi syarat mutlak dalam melakukan pendidikan. Kemerdekaan dalam hal ini mencakup pemberian keleluasaan dan kesempatan penuh kepada peserta didik untuk berproses dalam mengembangkan potensinya masing-masing.
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan perlu diterapkan berlandaskan pada kodrat alam. Konsep ini mengandung makna yang luas menyangkut potensi pribadi dan sifat dasar manusia. Konsep kodrat ini sering dikenal dengan sebutan trisakti jiwa, yakni cipta, rasa, dan karsa.
Ki Hajar memandang bahwa kebudayaan bersifat terbuka sebagai upaya menuju kemajuan adab, meninggikan kebudayaan, dan meninggikan derajat manusia Indonesia.
Pendidikan juga harus menjunjung tinggi rasa kebangsaan. Hal ini dikhawatirkan apabila tidak berlandaskan pada hal tersebut, tidak menutup kemungkinan generasi Indonesia tidak akan mengenal bahkan keluar dari sifat bangsanya sendiri.
Kemanusiaan sebagai dasar pendidikan menjadi poin yang disorot oleh Ki Hajar. Dia memandang bahwa setiap manusia adalah makhluk edukatif yang bisa saling mendidik. Tujuannya adalah untuk memberi bimbingan dan pembinaan dalam perkembangan setiap individu.
Kekeluargaan yang dimaksud dalam proses pendidikan adalah menumbuhkembangkan sifat-sifat saling mencintai, tidak menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain, terjalin kerjasama, dan memunculkan sikap toleransi.
Aspek budi pekerti merupakan modal utama untuk mengembangkan diri di tengah-tengah masyarakat, yakni dengan membawa kebermanfaatan.
Ki Hajar Dewantara turut mengkritik pelaksanaan pendidikan di negara-negara Barat yang lebih mengedepankan intelektual dan menjadikan manusia sebagai 'mesin'. Maka dari itu, Ki Hajar menekankan bahwa sistem pendidikan harus berjalan seimbang, yakni maju dan manusiawi serta selaras dengan falsafah dan kepribadian bangsa.