Belakangan masyarakat mengeluhkan cuaca panas yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Yogyakarta. Kondisi serupa juga dirasakan di berbagai wilayah lain, termasuk Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Tak sedikit yang mengaitkan cuaca panas tersebut akibat dari fenomena badai matahari yang memang terjadi pada Jumat (11/10/2024) hingga Minggu (13/10). Lantas bagaimana faktanya? Simak fakta-faktanya berikut ini.
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Andri Ramdhani mengatakan cuaca panas yang terjadi di sejumlah wilayah RI tidak berkaitan secara langsung dengan fenomena badai matahari.
"Tidak ada kaitannya secara langsung," ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (14/10/2024).
Menurutnya, kondisi cuaca panas yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Jabodetabek, didominasi oleh kondisi cuaca cerah yang minimnya tingkat pertumbuhan awan terutama pada siang hari.
Kondisi ini, kata Andri, menyebabkan penyinaran matahari pada siang hari ke permukaan bumi tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan terasa sangat terik.
"Seperti diketahui, bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia di selatan ekuator masih mengalami musim kemarau dan sebagian lainnya akan mulai memasuki periode peralihan musim pada periode Oktober-November ini, sehingga kondisi cuaca cerah masih mendominasi pada siang hari," katanya lagi.
Adapun salah satu ciri khas masa peralihan ini adalah terjadinya hujan pada sore hingga malam hari, yang diawali dengan cuaca panas dan terik pada pagi hingga siang.
Hujan selama periode peralihan musim ini biasanya tidak merata atau sporadis, dan durasi yang singkat.
"Selain itu, gerak semu Matahari pada periode Oktober ini berada pada posisi sekitar 5 derajat Lintang Selatan, sehingga wilayah atau daratan yang berada di sekitar lintang tersebut (Jawa-Bali-Nusa Tenggara) mendapat intensitas penyinaran matahari yang maksimum," katanya lagi.
"Meskipun intensitas sinar matahari akan maksimum, akan tetapi intensitas ini tidak serta merta memengaruhi kenaikan suhu signifikan di permukaan bumi terutama di wilayah yang mengalami hari tanpa bayangan," sambungnya.
Andri mengatakan hal tersebut disebabkan karena naiknya suhu tidak hanya dipengaruhi oleh sudut penyinaran, tetapi juga dipengaruhi oleh tutupan awan, kelembapan, dan jumlah potensi awan hujan.
"Sementara itu, potensi hujan sedang-lebat di sejumlah wilayah di Indonesia, diantaranya Aceh, Sumatera Utara, Sumatra Barat, Riau, Kep. Riau, Bengkulu, Lampung, Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua," imbuhnya.
NEXT: Apa Itu Badai Matahari?
Dikutip dari laman resmi National Aeronautics and Space Administration (NASA), badai matahari adalah ledakan besar partikel, energi, medan magnet, dan material yang dikeluarkan oleh Matahari ke tata surya.
Ledakan ini sering terjadi ketika medan magnet yang saling terjerat di permukaan Matahari menjadi sangat kusut hingga akhirnya melepaskan energi besar dalam bentuk ledakan partikel dan radiasi.
Bila diarahkan ke Bumi, badai matahari dapat menimbulkan gangguan besar pada medan magnet Bumi, yang disebut badai geomagnetik, yang dapat menimbulkan dampak seperti pemadaman radio, pemadaman listrik, dan aurora yang indah.
Namun, badai ini tidak menyebabkan bahaya langsung pada manusia. Hal ini karena medan magnet dan atmosfer planet melindungi dari badai terburuk ini.