Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 6%. Namun begitu, suku bunga kredit bank dinilai masih sulit turun.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menerangkan, bank perlu mempercepat suku bunga acuan ke bunga kredit. Menurutnya, jika transmisi ke bunga pinjaman terlalu lama dikhawatirkan momentum penurunan bunga acuan BI tidak banyak berdampak ke pertumbuhan kredit.

"Kredit konsumsi maupun modal usaha membutuhkan stimulus bunga pinjaman yang lebih rendah sehingga bisa meringankan beban biaya bunga," katanya kepada detikcom, Selasa (24/9/2024).

Dia mengatakan, tingginya bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menjadi kendala dalam penurunan bunga kredit. Sebab, SRBI menawarkan imbal hasil yang lebih menarik.

Oleh karena itu, ia menilai, BI perlu mempercepat penurunan bunga SBRI agar bank mempercepat penurunan suku kredit.

"Kendala tingginya bunga SRBI juga membuat bank lebih cenderung menahan penurunan bunga kreditnya. Investor maupun deposan memilih parkir di SRBI karena imbal hasil yang menarik dibanding deposito perbankan. Jadi BI juga perlu percepat penurunan bunga SRBI sehingga persaingan dana dengan perbankan lebih reda, sehingga bank bisa cepat transmisi ke penurunan bunga kredit," terangnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Pitter Abdullah mengatakan, suku bunga adalah harga dari likuiditas. Menurutnya, jika likuiditas masih ketat maka harga likuiditas masih tetap akan mahal kendati suku bunga acuan diturunkan.

"Artinya suku bunga kredit ya tetap akan mahal, tetap akan tinggi, tidak akan serta-merta turun," ungkapnya.

Dia mengatakan, likuiditas ketat karena BI melakukan operasi moneter yang sifatnya kontraktif yakni menarik likuiditas dari perekonomian. Operasi moneter tersebut seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

"Jadi apa yang disampaikan tadi ya relevan banget, itu memang menggambarkan bahwa suku bunga kredit belum akan serta-merta turun, yang artinya penurunan suku bunga acuan itu tidak akan juga segera berdampak ke perekonomian, perekonomian tidak akan langsung meresponnya dengan misalnya kenaikan pertumbuhan ekonomi dan sebagainya," terang Piter.

"Artinya suku bunga kredit ya tetap akan mahal, tetap akan tinggi, tidak akan serta-merta turun," ungkapnya.

Dia mengatakan, likuiditas ketat karena BI melakukan operasi moneter yang sifatnya kontraktif yakni menarik likuiditas dari perekonomian. Operasi moneter tersebut seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

"Jadi apa yang disampaikan tadi ya relevan banget, itu memang menggambarkan bahwa suku bunga kredit belum akan serta-merta turun, yang artinya penurunan suku bunga acuan itu tidak akan juga segera berdampak ke perekonomian, perekonomian tidak akan langsung meresponnya dengan misalnya kenaikan pertumbuhan ekonomi dan sebagainya," terang Piter.

Baca Lebih Lanjut
BI Rate Dipangkas, Perry Warjiyo Minta Perbankan Turunkan Suku Bunga Kredit
KumparanBISNIS
BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 6,0%, Investasi Ini yang Menarik
Sindonews
Suku Bunga BI Turun, Cicilan Mobil Bakal Lebih Murah?
Detik
BI Turunkan Suku Bunga Acuan, Apa Dampaknya ke Ekonomi RI?
Detik
BI dan The Fed Pangkas Suku Bunga, Perbankan Kapan?
Sindonews
Ekonom perkirakan BI-Rate turun lagi sebesar 25 basis poin pada 2024
Antaranews
Suku bunga BI atau BI-Rate turun jadi 6 persen
Antaranews
Ekonom UI: BI tahan BI-Rate tetap di level 6,25 persen
Antaranews
IHSG Rabu: Fed Bakal Turunkan Suku Bunga, Akankah BI Mendahului?
Timesindonesia
Gubernur BI Ramal The Fed Pangkas Suku Bunga 3 Kali Tahun Ini
Sindonews