SURYA.co.id - Kisah Sariyanto, seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) memang cukup menginspirasi.

Pria yang akrab disapa Pak Yanto itu menghabiskan hari-harinya dengan kerja, kerja dan kerja. Hampir tak pernah berlibur.

Di hari biasa, Senin-Jumat, Pak Yanto bekerja sebagai PNS di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Lalu weekend, Sabtu dan Minggu, Ia menghabiskan waktunya dengan bertani.

Tak cuma itu, Pak Yanto juga menjabat sebagai Ketua RT di daerahnya.

Menjadi ASN saja sudah cukup sibuk.

Ditambah menjadi petani juga semakin sibuk.

Uniknya, ia sudah menjadi Ketua RT dalam tiga periode.

Periode ketiganya berakhir Oktober 2024 nanti.

Padahal banyak pekerja aktif enggan menjadi Ketua RT karena takut keteteran.

Apalagi menjadi Ketua RT harus siaga setiap waktu dan kapanpun warga membutuhkan sosok Pak RT.

Sariyanto menceritakan awal mula bekerja di Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai ASN.

Mulanya, Pak Yanto bekerja di Teknik Geologi sejak 5 Januari 2005 sebagai penjaga gedung.

Empat tahun kemudian, pada 1 Oktober 2009 berpindah pada jabatan teknisi laboratorium.

Sejak 1 April 2011 sebagai laboran di laboratorium Geologi Optik, berarti dia sudah 13 tahun menjadi laboran.

Setiap hari ia pulang pergi bekerja dari tempat tinggalnya di Dusun Biru kelurahan Trihanggo, Kapanewon Gamping, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ke UGM.

Untungnya, jaraknya 5,7 km atau sekitar 15 menit.

Sebagai ASN ia harus bekerja dalam 5 hari kerja, lalu untuk bertani harus meluangkan waktu di hari Sabtu dan Minggu.

Menjadi petani sendiri baru dilakoni sejak November 2022. Jadi belum begitu lama.

Pak Yanto mencoba menjadi petani karena dipicu keinginan memanfaatan lahan dan menyalurkan salah satu hobinya, yaitu bercocok tanam.

“Juga sebagai ajang silaturahmi dan bersosial di lingkungan masyarakat,” katanya, dilansir dari laman UGM.

Sebidang tanah di mbulak Nganjir, Sleman dia garap bersama istrinya.

Tanah berupa sawah itu ditanami berbagai jenis tanaman produktif, mulai dari padi, ketela pohon, kacang prol, dan cabai.

"Bertani itu asyik dan baik, petani selalu menggantungkan nasib hidupnya dari rejeki yang diberikan oleh Tuhan," ungkapnya.

Dia menambahkan, dalam bertani Pak Yanto banyak diilhami oleh petuah “nandur apa sing dipangan lan mangan apa sik ditandur”.

Hasil bertaninya dimanfaatkan untuk swasembada pangan keluarga, dan sebagian untuk dijual.

Di kisah sebelumnya, seorang guru honorer terciduk sedang mengumpulkan barang bekas alias rongsokan.

Momen itu sempat direkam kemudian diunggah oleh akun Instagram @undercover.id. 

Dalam video tersebut memperlihatkan sang guru duduk di pinggir jalan sembari membawa karung berisi rongsokan.

Tampaknya pria yang masih mengenakan kemeja batik itu sedang beristirahat setelah berkeliling mengumpulkan barang bekas.

Lalu, ia dihampiri oleh perekam yang menanyakan sosok pengumpul rongsokan tersebut apakah seorang guru.

"Assalamu’alaikum pak, bapak ini guru?” tanya perekam.

Dengan wajah tersenyum pria pengumpul rongsokan itu pun membenarkannya.

Ternyata, guru honorer yang bernama Pak Alvi itu selalu mengumpulkan barang rongsokan sepulang mengajar.

Perekam tampak simpati mendengar kisah pilu Pak Alvi.

“Emang kurang pak?” tanya perekam.

Pak Alvi mengaku, melakoni pekerjaan itu untuk mendapatkan uang tambahan sebab penghasilan sebagai guru honorer tidak mencukupi biaya hidup sehari-hari.

Ditambah, membiayai pengobatan istrinya yang sempat sakit kanker payudara hingga akhirnya meninggal dunia 3 tahun lalu.

Kini, ia pun tinggal bersama dua anaknya.

Pak Alvi, guru honorer nyambi cari rongsokan usai ngajar
Pak Alvi, guru honorer nyambi cari rongsokan usai ngajar (KOLASE INSTAGRAM)

Dari pekerjaannya sebagai guru dan mencari rongsokan inilah Pak Alvi bisa menghidupi keluarganya.

Pak Alvi sendiri telah mengabdi atau mengajar sebagai guru honorer sejak tahun 1988.

Artinya, Pak Alvi sudah mengajar kurang lebih sudah 36 tahun.

Pria 57 tahun ini mengajar di sebuah Mardrasah Aliyah setara SMA/SMK.

Pak Alvi menceritakan sehari-hari berangkat mengajar menaiki angkot.

Namun, untuk pulang ia harus jalan kaki supaya bisa sembari memungut barang bekas sepanjang jalan dari sekolah menuju rumah. 

Sebagai guru honorer, penghasilan Pak Alvi pun kurang mencukupi apalagi harus menggunakan alat transportasi pulang pergi menuju sekolah.

Kini, kisah pilu Pak Alvi guru honorer yang bekerja sampingan sebagai tukang rongsokan ini menarik simpati warganet.

Pengunggah pun membuka donasi bagi siapa saja yang ingin membantu perekonomian guru honorer sekaligus tukang rongsokan tersebut.

Sejumlah warganet turut prihatin dengan nasib yang dialami Pak Alvi.

Baca Lebih Lanjut
Prioritaskan Keselamatan Kerja, Sentul Factory Danone SN Capai 6.000 Hari Tanpa Kecelakaan Kerja
Sindonews
Dalam 2 Hari Imigrasi Temukan 185 WNA Langgar Aturan: Kerja Tanpa Izin-Overstay
KumparanNEWS
Contoh Surat Kontrak Kerja Karyawan, Magang, PKWT, Part Time, dan Freelance
Maudy Asri Gita Utami
Berhenti Kerja, Karyawan IT Ini Pilih Jadi Tukang Kebun!
Detik
Rumah Baru dan Ruang Kerja Impian, Diera Nathania Tunjukkan Perjalanan Hidupnya di Jepang
Sindonews
Awas Pantun Ini Berbahaya Buat Mereka Si Paling Kerja, Mendaki Bersama ke gunung mahameru, Cakep!
Yudha Kristiawan
Ini Pantun Berbahaya Buat Mereka Si Paling Kerja, Kopi di meja sebatang menyala, Cakep!
Yudha Kristiawan
Menarik Pelamar Kerja, 3 Tunjangan Ini Wajib Ada Selain Gaji
Sindonews
Survei: Tiga manfaat wajib ada untuk menarik minat pelamar kerja
Antaranews
ARTI Mimpi Lolos PNS atau ASN, Waspada Adanya Tekanan Sosial
Syahroni