Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa populasi manusia secara global mencapai hampir 8,2 miliar pada pertengahan tahun 2024. Angka ini diperkirakan akan terus bertambah hingga 2060-2080. Namun, setelah itu populasi manusia akan menurun. Apa dampaknya?
Menurut PBB, perubahan populasi global tidak merata dan secara umum demografi terus berkembang. Di beberapa negara, pertumbuhan populasi cukup cepat dan di banyak negara lain, penuaan cepat juga terjadi.
"(Kondisi ini) menjadikan data populasi yang dapat diandalkan lebih penting dari sebelumnya," kata badan kesehatan seksual dan reproduksi PBB (UNFPA), yang dikutip dari situs resmi PBB.
Sebagai contoh, di negara-negara maju, populasi yang menurun sudah terjadi. Misalnya di Jepang, populasi menurun tajam, dengan penurunan 100 orang setiap jamnya.
Di Eropa, Amerika, dan Asia Timur, tingkat kesuburan ikut menurun tajam. Kemudian, banyak negara berpendapatan menengah atau rendah juga akan mengalami penurunan.
Selama 50 tahun, banyak pakar dan pengamat telah mencoba menyelamatkan lingkungan dengan mengurangi pertumbuhan populasi global. Pada 1968, The Population Bomb meramalkan terjadinya kelaparan besar-besaran dan menyerukan pengendalian kelahiran skala besar.
Namun, perkiraan PBB justru telah menunjukkan penurunan populasi pada masa depan tanpa adanya pengendalian jumlah penduduk.
Bahkan, di sebagian besar wilayah Eropa, Amerika Utara, dan sebagian Asia Utara, depopulasi telah berlangsung selama beberapa dekade. Tingkat kesuburan terus menurun selama 70 tahun terakhir dan tetap rendah.
Di sisi lain, harapan hidup yang lebih panjang berarti jumlah orang yang sangat tua (di atas 80 tahun) akan meningkat dua kali lipat di wilayah tersebut dalam waktu 25 tahun.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, China juga telah mengalami penurunan, dan penurunannya diperkirakan akan semakin cepat. Penurunan yang tiba-tiba ini disebabkan oleh kebijakan "Satu Anak" yang berakhir pada 2016.
Pada akhir abad ini, jumlah penduduk China diperkirakan dua pertiga lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk saat ini yang mencapai 1,4 miliar jiwa, demikian keterangan yang dikutip dari phys.org.
Menurut pakar, penurunan populasi global mungkin dapat mengurangi konsumsi secara keseluruhan dan mengurangi tekanan terhadap lingkungan. Namun, ini adalah dampak kecil yang terlihat dan dampak besar lain juga mengikuti.
Kenyataannya, penurunan populasi juga menimbulkan tantangan nyata secara ekonomi. Jumlah pekerja yang tersedia semakin sedikit dan semakin banyak lansia yang membutuhkan dukungan.
Persaingan untuk mendapatkan pekerja terampil akan semakin ketat secara global. Kemudian, muncul kesenjangan besar dalam penggunaan sumber daya.
Negara-negara kaya mengonsumsi lebih banyak. Jadi, seiring semakin banyak negara yang menjadi lebih kaya dan sehat, tetapi dengan jumlah anak yang lebih sedikit, kemungkinan besar populasi global akan menjadi penghasil emisi yang lebih tinggi.
Jika hal ini terjadi, maka diperlukan kebijakan migrasi yang lebih liberal untuk meningkatkan jumlah penduduk usia kerja. Namun, ketika orang bermigrasi ke negara maju, hal ini dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi mereka dan negara yang mengadopsinya.
Secara lingkungan, hal tersebut justru dapat meningkatkan emisi per kapita dan dampak terhadap lingkungan, mengingat hubungan antara pendapatan dan emisi saling berkaitan.
Jadi bisa dikatakan, penurunan populasi masih terus diperhatikan dampaknya oleh banyak pihak. Sebab, ada banyak hal yang bisa menjadi dampaknya, mulai dari lingkungan, pola konsumsi negara kaya, hingga persoalan migrasi.