SURYAMALANG.COM, - Inilah kisah Norlichan siswi SMA pulang pergi Malaysia-Indonesia setiap hari demi ke sekolah jadi sesuatu yang langka.
Sekolah lintas negara yang dirasakan Norlichan sudah dijalani sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) hingga kini di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Kendati begitu, Norlichan menjalani rutinitasnya dengan baik berangkat dari tempat tinggalnya di Malaysia untuk sekolah di Kalimantan Barat.
Norlichan yang berusia 17 tahun itu berangkat ke sekolah bukan dengan pesawat melainkan naik motor sendirian.
Hal itu terjadi karena jarak tempuh dari tempat tinggal Norlichan menuju sekolah hanya butuh waktu 30 menit.
Norlichan kini kelas 12 dii SMA Negeri 1 Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat sedangkan tempat tinggalnya ada di Serikin, Malaysia.
Norlichan lahir dari pernikahan ibunya yang berasal dari Indonesia dan ayahnya yang berdarah Serikin, Malaysia.
Pernikahan ini membawa Norlichan untuk tinggal di Malaysia.
Namun, keputusan untuk tetap bersekolah di Indonesia membuat Norlichan harus melintasi perbatasan setiap hari.
"Dari SD (mulai melintas). Jadi SD, SMP, SMA tuh melintas terus. (Pas SD) dianter sama mama," ucap Norlichan, Sabtu (17/8/2024) melansir Kompas.com (grup suryamalang).
Keputusan itu bermula dari dilema sang ibu mengenai akses pendidikan.
"Lalu mama mikir-mikir lagi, mending sekolah di Indonesia saja, lebih senang (mudah) surat-menyuratnya (administrasinya) kan," ungkap Norlichan.
Semenjak itu, Norlichan menikmati perjalanan lintas negara melalui perbatasan Jagoi Babang-Serikin yang sudah dianggapnya sebagai sahabat.
Hal itu terlihat dari bagaimana dirinya yang tak keberatan harus bangun tidur lebih awal setiap hari.
"Bangunnya kisaran 05.00-05.20 WIB. Itu saya dapat bersiap-siap dari seragam saya, buku-buku saya, terus belum lagi sarapan pagi lah kadang-kadang," tutur Norlichan
Setelah memastikan semua sudah siap dan rapi, Norlichan lantas berangkat ke arah titik nol Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Jagoi Babang yang berjarak sekitar 10 menit dari rumahnya.
"Sekolahnya kalau dari Serikin ke SMA tuh, kan masuk sekolah pukul 07.00 WIB. Kalau mau berkisar di pukul 06.30 WIB," tutur Norlichan.
Norlichan pun kini sudah diperbolehkan mengendarai motor dari rumahnya ke sekolah dengan jarak 30 menit.
"Dulu kan dianter mama, baru mulai bawa motor sendiri sekitar kelas delapan," terang Norlichan.
Lebih lanjut, Norlichan menyebut kehadiran PLBN ini membuat mobilisasinya menuju sekolah menjadi lebih aman dan nyaman.
"Dulu di sini kan belum ada PLBN, jadi ini (pos) belum jadi juga. Ini sudah semak-semak kayak gitu lah, dulu jalan juga enggak kayak gini, banyak batu-batuan," jelas Norlichan.
"Jadi semenjak tahun 2022 (PLBN) sudah jadi ini kan, jadinya kayak gini (semakin) bagusnya," tambah Norlichan.
Menurut Norlichan, dirinya harus sudah meninggalkan Indonesia pada pukul 16.00 WIB.
Pembatasan waktu itu karena layanan operasional Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Jagoi Babang hanya dibuka hingga pukul 16.00 WIB.
Sedangkan Norlichan menjalani Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mulai pukul 07.00-14.30 WIB.
Norlichan mengaku selalu pulang sebelum langit gelap meski ada tugas sekolah atau kerja kelompok.
"Enggak (enggak pernah nginep) di Indonesia," ungkap Norlichan mengutip Kompas.com.
Setiap hari, setelah bel sekolah berbunyi, Norlichan langsung bergegas kembali ke rumah.
Perjalanan dari sekolah ke rumahnya yang memakan waktu sekitar 30 menit dengan jarak belasan kilometer itu membuatnya juga tidak bisa berlama-lama di Indonesia.
Meski demikian, Norlichan mengaku perrnah tiba di PLBN Jagoi Babang pukul 16.10 WIB, atau telat 10 menit setelah layanan lintas negara ditutup.
Hal itu terjadi karena Norlichan dan teman sekolahnya harus mengerjakan pakaian fashion show untuk salah satu mata pelajaran.
"Pernah (telat), ini ada kelompok ngerjain baju fashion show. Pulangnya tuh sekitar pukul 16.10 WIB," jelas Norlichan.
"Untung abang-abangnya (penjaga perbatasan) tuh enggak marah gitu. Jadi adalah alasan buat bisa masuk (melintas)," lanjut Norlichan.
Ketekunan Norlichan untuk pulang tepat waktu juga didorong oleh harapan orang tuanya agar bisa belajar dengan baik di Indonesia.
"Kesan-kesannya sih tetap semangat pergi sekolahnya, pulang sekolahnya. Terus ada lagi harapan orang tua suruh kita sekolah yang benar," ujar Norlichan.