Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sesuai tema Pekan Menyusui Sedunia 2024 yakni Closing The Gap atau Menutup Kesenjangan untuk Kesuksesan Menyusui, peringatan tahun ini lebih bermakna karena bersamaan disahkannya Undang Undang Kesejahteraan Ibu Anak (UU KIA).

Salah satu yang menjadi sorotan adalah mengatur ibu pekerja atau pekerja perempuan berhak mendapatkan cuti melahirkan dan menyusui selama 6 bulan.

Menunggu dikeluarkannya petunjuk teknis undang-undang ini, peneliti kedokteran komunitas dan pakar kedokteran kerja FKUI Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dan pakar Kesehatan Anak dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS sepakat  pentingnya dukungan pemilik tempat kerja adalah kunci dalam proses transisi implementasi UU KIA ini di tempat kerja.

Ray Wagiu Basrowi mengatakan, saat ini yang terpenting adalah penerapan model promosi laktasi yang berbasis waktu kerja fleksibel, dukungan konselor laktasi, dan fasilitas pendukung.

"Penelitian kami membuktikan elemen pendukung ini berdampak 2 hingga 3 kali lipat meningkatkan kesuksesan menyusui dan produktivitas ibu pekerja," kata Ray kepada wartawan di Jakarta, Minggu (11/8/2024).

Bahkan, kata pendiri Health Collaborative Center (HCC) ini, penilaian dan observasi klinis dari menegaskan dukungan keluarga dalam bentuk berbagi peran terbukti dapat meningkatkan kesuksesan menyusui dan kualitas pengasuhan.

Dokter Tiwi menegaskan, secara klinis keberhasilan ibu menyusui tidak hanya tergantung kondisi ibu saja, tetapi perlu dukungan suami, keluarga, dan bila ibu pekerja, sangat perlu dukungan di tempat kerja.

"Nah aturan cuti 6 bulan sebenarnya adalah ukuran ideal, tetapi bila kondisi pekerjaan dan tuntutan ekonomi mengharuskan ibu untuk tetap bekerja pada saat periode menyusui, maka ibu harus didukung untuk bekerja dengan waktu fleksibel, agar tetap dapat menyusui, atau memerah ASI dengan berkualitas,” ungkap penulis buku Sang Bayi ini.

Terkait perlindungan terhadap hak bekerja dan menyusui untuk ibu pekerja, Dokter Ray Wagiu Basrowi menegaskan ibu tetap harus dilindungi dan dihormati haknya dalam memilih opsi pekerjaan.

Artinya secara ideal cuti 6 bulan adalah kondisi yang paling baik dan terbukti dapat menyukseskan perilaku laktasi ibu, namun tuntutan ekonomi juga harus diperhatikan.

"Apalagi ibu yang bekerja sekarang juga menjadi bagian dari ketahanan ekonomi keluarga, jadi bila ibu ingin segera kembali bekerja karena tetap mau mendapatkan gaji penuh setelah 3 bulan cuti melahirkan, maka ini harus didukung dengan kebijakan perusahaan seperti menyiapkan fasilitas menyusui, dukungan konselor atau motivator laktasi, dan terpenting adalah berikan kebebasan untuk menyusui atau memerah ASI diantara jam kerja, tanpa takut dikenakan sanksi,” ujar Dr. Ray.

Tiwi yang menambahkan, dukungan di tempat kerja harus proporsional, karena ibu pekerja benar-benar harus diberi kebebasan memompa ASI karena secara klinis ASI harus secara rutin di perah atau dikosongkan palign tidak 2 jam sekali, jadi jangan menunggu waktu makan siang saja.

Baca Lebih Lanjut
BKKBN ingatkan agar semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada bayi
Antaranews
WHO Sorot Jumlah Bayi di RI yang Dapat ASI Eksklusif Naik Signifikan
Detik
Dokter jelaskan pentingnya beri ASI eksklusif dibanding susu formula
Antaranews
Mom Uung Ajak Ibu Hamil di Surabaya Lakukan Prenatal Yoga untuk Persiapan Menyusui
Irwan sy
RSUD Sepaku kerja sama 60 perusahaan di IKN jamin kesehatan pekerja
Antaranews
Dokter jelaskan pentingnya pemenuhan gizi ibu untuk optimalkan ASI
Antaranews
Demi Keluarga Sehat, Anak Berprestasi, Kenali Waktu Tepat Memulai MPASI pada Bayi dan Persiapannya
Cynthia Paramitha Trisnanda
IJW Nilai 2 Kasus Kecelakaan Kerja di Mempawah Disebabkan Perusahaan Abaikan Keselamatan Pekerja
Jamadin
Pemberian MPASI dini bisa menyebabkan masalah pencernaan bayi
Antaranews
Bagaimana Pengaruh Stunting pada Tumbuh Kembang Anak Masa Sekolah?
Cynthia Paramitha Trisnanda