TRIBUNJATIM.COM - Masalah SMP Swasta dan pihak RW di Surabaya akhirnya selesai.

Pihak SMP Swasta tak perlu bayar iuran Rp 140 juta ke RW.

Kedua pihak sama-sama mengungkap janji.

Pihak RW juga mengklarifikasi tentang informasi yang beredar di masyarakat.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mempertemukan antara pihak SMP Swasta Petra dengan RW, setelah berseteru karena perkara iuran jalan Rp35 juta perbulan kepada 4 RW.

 Eri awalnya mendatangi rumah salah satu Ketua RW, Kelurahan Manyar Sabrangan, Kecamatan Mulyorejo, Senin (5/8/2024), sekitar pukul 14.00 WIB.

"Hari ini kita sudah bertemu dengan RW sekaligus perwakilan Petra, alhamdulillah pertemuan tadi gayeng, guyon (bercanda)," kata Eri, usai melakukan pertemuan dengan kedua pihak.

Eri mengatakan, dalam perbincangan yang berjalan kurang lebih satu jam tersebut, akhirnya menemukan titik temu.

Pihak RW memutuskan agar Petra mengurus sendiri wilayahnya.

"Pertemuan tadi itu terbuka semuanya, ditarik kesimpulan RW enggak mau ada fitnah. Jadi yang dulu uangnya (iuran) dititipkan ke RW, sekarang tidak dititpkan, langsung dipegang Petra," jelasnya.

Kini, pihak sekolah Petra tak lagi dibebani iuran keamanan oleh RW setempat tapi harus mengelola wilayahnya sendiri. 

Pihak sekolah Petra pun berjanji bakal membenahi sistem lalu lintas kendaraan antar jemput para murid.

Hal tersebut dilakukan setelah perkara iuran Rp 35 juta dengan pihak RW diselesaikan.

Wakil Direktur Sarana dan Prasarana Petra, Robertus Pranata mengatakan, akan menggunakan corporate social responsibility (CSR) untuk mengatasi kemacetan di sekitar sekolah.

"Petra akan melakukan CSR, melakukan pembenahan lalu lintas supaya tidak terjadi kemacetan lalu lintas," kata Robertus, setelah pertemuan dengan pihak RW, Senin (5/8/2024), dilansir dari Kompas.com.

Nantinya, kata Robertus, pihaknya bakal meminta bantuan Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya untuk mendapatkan rekomendasi memecahkan kemacetan.

"Kalau macet terurainya lebih cepat. Nanti kerja sama dengan Dishub untuk memberikan perhitungan bagaimana caranya lalu lintas bisa lancar di daerah (Perumahan) Tompotika," jelasnya.

Selain itu, sekolah Petra juga berjanji bakal membersihkan bozem atau penampung air hujan yang ada di perumahan.

Mereka berencana menggunakanya sebagai wisata warga setempat.

Robertus mengungkapkan, sejumlah langkah tersebut sebagai ganti karena pihaknya sudah tidak menyetorkan uang iuran ke RW. Setelah sebelumnya menimbulkan keributan antar kedua pihak.

"Kami kerja sama dengan DLH (Dinas Lingkungan Hidup). Kami bantu agar bozem ini bisa dinikmati bersama warga, tidak hanya sebagai tempat buangan tapi wisata, itu impian kami," ujarnya.

Sementara itu, Ketua RW 4, Kelurahan Menur Pumpungan, Sukolilo, Lilik Aljufri Hasan mengatakan, pihaknya menyetujui perdamaian itu.

Sebab, dia hanya ingin hidup berdampingan.

"Kami mau yang terbaik, kami ini mau (penyeselaian) kekeluargaan. Karena Petra ini bukan baru satu, dua tahun ada di sini, sudah 40 tahun yang berdampingan dengan kami," kata Lilik.

Lilik sendiri berjanji tidak akan meminta iuran keamanan tersebut kepada Petra, di bulan selanjutnya.

Sebab, dia sudah sepakat agar sekolah swasta itu mengurus wilayahnya sendiri.

"Tadi kami sudah ada kesepakatan, sudah tidak menerima (iuran) dari sekolah Petra. Dan ini saya klarifikasi lagi kami tidak pernah menerima uang Rp 140 juta perbulan dari Petra," ujarnya.  

Sebelumnya, masalah ini bermula ketika pihak sekolah merasa keberatan untuk membayar iuran penggunaan jalan yang masing-masing sebanyak Rp 35 juta ke empat RW yang ada di dekat bangunan sekolah hingga berakhir dengan warga menutup akses jalan.

Mereka mengatakan, uang dengan total Rp 140 juta itu terlalu besar untuk digunakan membayar iuran penggunaan jalan.

Awalnya, SMP swasta tersebut dikenakan iuran sebesar Rp 25 juta.

Namun, jumlah tersebut naik menjadi Rp 32 juta.

"Awalnya (iurannya) Rp 25 juta, naik Rp 32 juta itu sekolah masih mau bayar. Dinaikin lagi jadi Rp 35 juta, sekolah enggak mau, keberatan," kata Armuji, Rabu (31/7/2024).


Pihak RW menyebut, kenaikan iuran tersebut digunakan untuk membayar para satpam yang berjaga di sekitar perumahan.

Pasalnya, total ada sekitar 30 orang yang dipekerjakan sebagai tenaga sekuriti.

Selanjutnya, Armuji mendatangi lokasi tersebut untuk mendapatkan penjelasan dari masing-masing pihak.

Menurut dia, kemacetan di sekitar sekolah hanya alasan untuk menaikkan iuran.

"Saya ngomong, kalau iurannya cocok enggak macet, tapi kalau enggak cocok dikata macet. Itu juga jalan umum, bukan milik perorangan karena sudah jadi fasilitas umum pemkot," ungkapnya, melansir dari Kompas.com.

Selain itu, pengelola sekolah juga mengaudit pengelolaan iuran yang diminta warga, dan ternyata banyak sisa.

"Pihak sekolah audit sendiri, (iurannya) buat bayar 30 satpam, Satpamnya gajinya cuma Rp 2,5 juta, terus itu kali 30 (orang) hasilnya cuma berapa, sisanya masih banyak," ujarnya.

Baca Lebih Lanjut
Viral SMP Swasta Tolak Iuran Rp 140 Juta ke RW, Akses Jalan Ditutup Warga, Wawali Geram: Jalan Umum
Seli Andina Miranti
Sekolah Petra Pertanyakan Iuran Keamanan ke RW Naik Terus, Akses Jalan Ditutup
Detik
Viral Warga dan Sekolah Petra Ribut soal Iuran Keamanan Seratusan Juta
Detik
Uang Iuran Keamanan Dikeluhkan Sekolah Petra Surabaya, RW Buka Suara
Detik
Pengakuan Eks Admin Rp 400 Juta Duit Awkarin Masuk ke Rekening Pribadi
Detik
Tim Verifikasi Proklim DKI evaluasi kunjungan di RW 16 Tomang
Antaranews
Rela Jadi Ojol Demi Biaya Nikah, Pria Ini Dapat Tip Rp 8 Juta
Detik
Polisi: Admin Medsos Akui Tilap Duit Rp 400 Juta Hasil Endorse Awkarin
Detik
Wasiat di Dinding Rumah Ibu dan Anak Ditemukan Tinggal Kerangka, Tagih Janji ke Suami: Ku Bawa Mati
Fadhila Rahma
Dugaan Manipulasi 51 Rapor Siswa SMP Depok Diusut Jaksa
Detik