TRIBUNMADURA.COM, SURABAYA - Fenomena gelar guru besar yang diperoleh dengan proses yang tidak semestinya ternyata telah lama diketahui akademisi di berbagai perguruan tinggi.

Bahkan praktik tersebut sudah tersistem, sehingga membuat banyak dosen resah.

Salah satu dosen berinisal SW, yang ditemui Surya, mengungkapkan proses korupsi akademik ini dimulai di tingkat universitas, kemudian Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) hingga kementerian.

Dikatakannya, oknum utama yang menawarkan jasanya mempermudah peraihan guru besar yaitu pejabat di lingkungan LLDikti berinisial IR. Dia mulai memasuki kampus dengan kegiatan sosialisasi percepatan guru besar.

Kemudian ia akan menawarkan kemudahan mendapatkan guru besar ke pihak universitas. "Tentunya universitas juga butuh guru besar untuk akreditasi unggul kampusnya dan untuk mengurus guru besar ini sulit," tegasnya.

Kemudian penawaran akan dilanjutkan pada calon guru besar dengan nominal Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. "Yang ditawari Rp 200 juta ini bahkan nggak punya jurnal sama sekali," kenangnya.

Para dosen yang memakai jasa IR, data administrasinya akan diverifikasi oleh tim yang ada di LLDikti yang dikomandoinya. Sehingga bisa meloloskan berbagai persyaratan yang sebenarnya belum terpenuhi para dosen.

Data ini kemudian diteruskan ke asesor yang ada di tim PAK Kemendikbuddikti yang sudah dikenalnya.

"Jadi yang bagian memasukkan data para calon guru besar ini anak buah IR di LLDikti. Kemudian IR ini dari Jakarta, jadi sudah ada kenalan assesor, mana saja yang bisa main sama dia. Termasuk yang jadi asesor di ULM dan menghasilkan guru besar abal-abal itu," tegasnya.

Syarat publikasi guru besar yaitu pulikasi di jurnal internasional yang terindeks Scopus.

Dan, di sini IR bersama para asesor memainkan perannya meloloskan publikasi jurnal yang discontinue atau yang tidak terindeks Scopus. Meskipun jurnal discontinue tidak memenuhi persyaratan menjadi guru besar.

Sementara yang belum bisa lolos ke jurnal bereputasi akan dimasukkan ke jurnal predator. Dengan tambahan biaya per jurnalnya mencapai Rp 50 juta hingga 70 juta.

"Kalau untuk biaya Rp 200-300 juta, kalau sudah jadi guru besar, setahun saja sudah balik modal dari berbagai tunjangannya. Apalagi didukung sistem korup di tingkat kampus sampai LLDikti bahkan kementerian. Ini yang namanya tindak pidana di dunia pendidikan, korupsinya orang-orang akademik," tegasnya.

Praktik seperti ini, dikatakannya, sangat merugikan bagi banyak pihak. Tak terkecuali dosen yang tidak memakai jasa IR maka proses pengajuan guru besarnya akan sangat lama.

Bahkan banyak jurnal bereputasi saat diverifikasi tidak menambah kredit poin, sehingga tidak memenuhi pengajuan guru besar. "Ada yang memenuhi jadi guru besar tapi tidak mau pakai jasa IR ya dipersulit. Karena semua surat masuk administrasinya kan masuk ke pejabat itu," tegasnya.

Hal ini diamini oleh seorang karyawan LLDikti VII Jawa Timur, JN. Dia merasa layanan LLDikti tiga tahun terakhir sangat buruk karena mendapat banyak keluhan dari para dosen akan adanya tawaran percepatan guru besar yang berbayar tersebut.

"Kalau memang dari kampus ada kecurangan untuk meloloskan guru besar maka guide keeper-nya ini harusnya LLDikti, tapi LLDikti ini malah melenggangkan," ujarnya.

Dikatakannya praktik korupsi dalam meloloskan guru besar baru ini terlihat jelas di lingkungan LLDikti VII. Hanya saja tidak ada yang berani bertindak karena pelaku merupakan salah satu petinggi lembaga.

Tak hanya untuk guru besar, semua jenis kenaikan jabatan fungsional/akademik dosen (JAFA) dimainkan oleh pejabat tersebut bersama tim kerja sumber daya perguruan tinggi agar bisa lolos meskipun persyaratan belum memenuhi.

"Seharusnya pejabat ini ngurusi kantor di dalam. Tapi selalu keluar dan menemui dosen-dosen yang berkepentingan secara informal. Dan kami tahu karena mendengar dari para dosen yang berkepentingan ini," tuturnya.

Baca Lebih Lanjut
Guru Profesional Siap Mengabdi, UNIPMA Gelar Pelepasan dan Sumpah Profesi Guru
Timesindonesia
Modus Minta Pijat, Pengajar Ponpes Diduga Cabuli 40 Santri Laki-laki dan Diancam Tak Naik Kelas
Alina
Viral Ijazah Mahasiswi Ditahan Gara-gara Mengkritik, LLDIKTI Sumut: Setiap Kampus Punya Aturan
Malvyandie Haryadi
UNJ Kukuhkan Kembali Tiga Guru Besar dari FIK, FT, dan FIP
Timesindonesia
Terungkap Modus WNA 'Kuasai' Pulau di RI
Detik
Guru Besar FK UI raih penghargaan obstetri internasional RANZCOG
Antaranews
UNJ Kukuhkan 3 Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan Pada Kajian Sekolah Dasar
Timesindonesia
Pelanggaran Berat, Sanksi 2 Oknum Dokter Berselingkuh Tunggu Berita Acara, Bantah Berhubungan Badan
Putu Dewi Adi Damayanthi
Oknum Guru di TTU Diduga Aniaya Siswa Pakai Rotan, Tubuh Korban Memar
Gordy Donovan
Guru Besar Urologi Pimpin Operasi Perdana PCNL di Siloam Hospitals Ambon
Fandi Wattimena