TRIBUNKALTENG.COM, PALANGKARAYA - Dampak karhutla di Kalimantan Tengah. Bila saat akhir pekan biasanya komunitas senapan angin pergi berburu burung liar di sekitar lingkar luar Kota Palangkaraya.
Namun, belakangan buruan mereka terus berkurang akibat kebakaran hutan dan lahan yang melanda wilayah Kalimantan Tengah. Tak jarang mereka pulang membawa hasil buruan yang kurang memuaskan bahkan dengan tangan kosong.
Seperti yang dirasakan Bambang M Negoro, anggota komunitas senapan angin Exel Shooting Club. Selain berlatih menembak Bambang dan kawan-kawan sering pergi berburu untuk mengisi waktu luang di akhir pekan.
Sabtu (3/8/2024) sore menjelang malam, Bambang M Negoro pulang berburu, hanya tiga ekor burung punai yang ia bawa. Burung hasil buruannya itu dimasukan ke dalam kantong plastik ukuran sedang berwarna merah.
Wajah Bambang nampak tak begitu puas dengan hasil buruannya. Ia menganggap tiga ekor itu sangat sedikit jika dibandingkan hasil sebelum kebakaran lahan mulai melanda Kota Cantik.
Sebelumnya, kata Bambang, ketika karhutla belum meluas ia masih bisa mendapat 10-13 ekor burung punai hanya dalam 3-4 jam saja.
“Sama seperti tahun lalu saat musim kebakaran hutan dan lahan kami mulai jarang mendapat hasil buruan yang memuaskan,” kata Bambang.
“Seperti ini hanya sedikit,” kata dia lagi sembari menunjuk kantong plastik yang berisi tiga ekor burung Punai hasil buruannya.
Sore itu sedang ada beberapa pria berlatih menembak di Jalan Sinar Kahayan, Lingkar Luar Kota Palangkaraya. Secara bergantian mereka menembak target dari jarak 10-15 meter.
Sembari santai, Bambang bercerita, mulai rutin berburu sekira tahun 2019. Sejak itu, setiap musim kemarau dan terjadi kebakaran hasil buruannya selalu berkurang.
Ia meyakini bukan musim kemarau yang menjadi penyebabnya akan tetapi kebakaran yang membuat burung-burung buruannya sulit ditemukan.
Burung-burung yang biasa diincar Bambang dan pemburu lainnya seperti Punai, Tekukur, Ruak, dan Belibis.
Burung-burung itu tak ada yang termasuk ke dalam spesies langka dan seharusnya masih sering ditemui. Namun, sejak kebakaran melanda, Bambang dan pemburu lainnya mulai sulit menemukan burung-burung itu.
Selama berburu, lanjut Bambang, tak jarang ia menemukan Burung Elang, Enggang atau Rangkong, serta Kucing Hutan. Hewan-hewan langka dan dilindungi itu juga sulit ditemukan jika sedang terjadi kebakaran yang terus berulang di Palangkaraya.
Ketika berburu, Bambang pernah menemukan burung Punai dalam kondisi mengkhawatirkan. Badan burung itu kurus, bulunya berwarna abu-abu, padahal burung Punai seharusnya berwarna hijau.
Bambang cukup yakin kondisi yang dialami burung itu akibat kebakaran dan kabut asap yang melanda Kota Palangkaraya tahun lalu.
“Saya sampai tidak tega dan merasa bersalah karena menembaknya,” ujar Bambang.
Melihat kondisi burung Punai yang mengkhawatirakan itu, Bambang jadi teringat jika ia juga pernah melihat Kucing Hutan, Burung Enggang serta hewan langka lainnya ketika berburu.
Artinya, tak menutup menutup kemungkinan hewan-hewan yang pernah ditemukan Bambang juga bisa mengalami hal yang sama.
Rekan Bambang berburu, Ronny Sahala juga merasakan hal yang sama, jika Bambang yang sudah berpengalaman berburu dan menembak saja sudah kesulitan apalagi Ronny yang terbilang masih pemula.
Menurut Ronny karhutla tak hanya berdampak pada manusia saja, akan tetapi juga berdampak pada hewan-hewan yang begitu penting untuk ekosistem.
“Kalau berburu kami menembaknya tidak banyak dan terbatas, kalau kebakaran habitatnya tempat mencari makan, dan telurnya bisa habis,” ucap Ronny.
Meski bukan masuk ke dalam hewan langka dan dilindungi, para pemburu menyadari bahwa burung-burung seperti Belibis, Punai dan Tekukur punya peran untuk menjaga ekosistem.
Kondisi karhutla semakin hari kian mengkhawatirkan. Di Palangkaraya berdasarkan data yang dihimpun petugas BPBD hingga 3 Agustus 2024 sudah 36 kali kejadian karhutla dengan luas mencapai 12,86 hektare atau lebih dari sepuluh kali lapangan sepak bola.
Petugas lapangan BPBD Palangkaraya, Nasir membeberkan, pada 3 Agustus 2024 ada tiga kejadian kebakaran seluas 1,54 hektare yakni di Jalan Danau Rangas Ujung, Jalan Delly Bangkan serta di Jalan G Obos 24.
“Belum diketahui penyebab pastinya, masih dalam penyidikan pihak berwajib,” jelas Nasir, Minggu (4/8/2024).
Karhutla diprediksi terus meluas di Kota Palangkaraya mengingat musim kemarau masih panjang. Program sumur bor dan karhutla yang diharapkan menjadi Solusi untuk mencegah karhutla juga belum maksimal.
Sebagai informasi Exel Shooting Club sendiri merupakan komunitas senapan angin. Selain belajar menembak dan sesekali berburu, para anggota juga diedukasi agar mengetahui bagaimana cara menggunakan senjata dengan aman.
Jika karhutla terus meluas, dampak yang dirasakan Bambang dan Ronny serta anggota komunitas Exel Shooting Club seperti buruan yang berkurang bisa bertambah parah hingga menimbulkan berbagai macam penyakit seperti gangguan pernapasan dan jarak pandang yang menurun.
(Tribunkalteng.com/Ahmad Supriandi)