Jaksa mengungkap cara para terdakwa melakukan penyalahgunaan izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah. Para terdakwa melegalkan penambangan liar dengan menggunakan metode 'kaleng susu'. Apa itu?

Hal itu diungkap jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap terdakwa Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019 Suranto Wibowo, Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021-2024 Amir Syahbana, dan Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019 Rusbani di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).

Mulanya, pada 2015, PT Timah tidak lagi melakukan penambangan di darat. Namun PT Timah justru melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.

"Bahwa sejak tahun 2015 PT Timah Tbk tidak lagi melakukan penambangan di wilayah penambangan darat, namun menampung bijih timah hasil penambang ilegal dalam wilayah IUP PT Timah Tbk," ungkap jaksa.

PT Timah lalu menjalin kerja sama dengan penambang ilegal agar dapat membeli bijih timah. Padahal, kata jaksa, pihak PT Timah mengetahui bahwa penambangan ilegal itu dilarang.

"Meskipun mengetahui bahwa penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk tidak diperbolehkan, PT Timah Tbk menyepakati untuk membeli timah hasil penambangan ilegal tersebut dengan membuat dan melaksanakan Program Kerja Sama Mitra Jasa Penambangan agar dapat membeli bijih timah dari penambang ilegal," ujarnya.

Jaksa mengungkap kerja sama PT Timah dengan mitra jasa pertambangan (pemilik IUJP) hanya untuk kegiatan jasa penambangan kepada PT Timah. Namun, dalam pelaksanaannya, kata jaksa, PT Timah memberikan kesempatan kepada mitra jasa pertambangan untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal dan melakukan penambangan sendiri di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Lalu, pada pertengahan 2017, Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah bersama-sama Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Emil Emindra selaku Direktur Keuangan PT Timah berkongkalikong untuk meningkatkan produksi bijih timah dengan cara membeli dari penambang baik mitra jasa pertambangan maupun penambang ilegal. Untuk melegalkan itu, mereka meminta Ichwan Aswardy Lubis selaku Kepala Perencanaan dan Pengendalian Produksi PT Timah membuat program peningkatan sisa hasil penambangan (SHP) dari lokasi tambang di IUP PT Timah.

"Bahwa setelah program tersebut disusun oleh Ichwan Aswardy, selanjutnya disosialisasikan dalam acara Temu Produksi pada 20 Juli 2017. Setelah sosialisasi tersebut, pada Oktober 2017 kemudian diterbitkan standard operating procedure (SOP) oleh Direktorat Operasi Produksi atas persetujuan Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Timah," lanjut jaksa.

Selanjutnya, Alwin memerintahkan untuk melaksanakan pembelian bijih timah secara jemput bola. Pembelian dilakukan dari semua sumber dengan metode pembayaran tunai.

"Namun pelaksanaan pembayaran tersebut mengalami kendala karena pemilik bijih timah tidak bersedia menjual sesuai dengan harga yang ditetapkan dalam RAB PT Timah Tbk, melainkan berdasarkan harga pasar saat itu," kata jaksa.

Akhirnya mereka mewajibkan karyawan yang berada di bawah pimpinan Alwin untuk mendatangi penambang ilegal yang melakukan pengambilan sisa-sisa hasil penambangan. Hal itu, ungkap jaksa, untuk melaksanakan program pembelian langsung bijih timah dari penambang ilegal.

"Bahwa untuk melaksanakan program pembelian langsung bijih timah dari penambang ilegal dengan sistem jemput bola tersebut, mewajibkan karyawan yang berada di bawah Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk untuk mendatangi penambang ilegal yang melakukan kegiatan pengambilan sisa-sisa hasil penambangan (melimbang) di lokasi tambang di wilayah IUP PT Timah Tbk (jemput bola)," kata jaksa.

"Yang bertujuan meningkatkan hasil produksi PT Timah Tbk dengan cara membayar upah kerja dari para pelimbang tersebut," imbuhnya.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, jaksa mengungkap PT Timah membeli bijih timah kadar rendah dengan harga kadar tinggi yang ditambang oleh penambang ilegal di dalam wilayah IUP PT Timah. Sementara itu, penentuan tonase bijih timah yang dibeli menggunakan 'metode kaleng susu' tanpa uji laboratorium.

"Dalam pelaksanaannya, PT Timah Tbk membeli bijih timah kadar rendah dengan harga kadar tinggi yang ditambang oleh penambang ilegal di dalam wilayah IUP PT Timah. Penentuan tonase bijih timah yang dibeli menggunakan 'metode kaleng susu' tanpa uji laboratorium," ungkap jaksa.

Baca Lebih Lanjut
Merasa Tak Bersalah Ichwan Azwardi Terdakwa Korupsi CSD dan WP PT Timah Minta Dibebaskan
Hendra
Aliran Duit Korupsi Timah, Harvey Moeis dan Helena Lim Kebagian Rp 420 M
Detik
3 Eks Kadis ESDM Babel Didakwa Korupsi Timah Rugikan Negara Rp 300 T
Detik
Kasus Timah Bikin Rugi Negara Rp 300 T Mulai Diadili
Detik
2 Eks Karyawan PT Timah Kasus CSD dan WP di Bangka Belitung Sidang Hari Ini dengan Agenda Berbeda
Kamri
Dua Orang Eks Karyawan PT Timah Kasus CSD dan WP Bakal Menjalani Sidang dengan Agenda Berbeda
Ardhina Trisila Sakti
Kolektor Timah Ungkap Alasan Timah Belitung Dikirim ke Bangka
Teddy Malaka
Mengintip Makan Siang Mantan Dir Ops PT Timah Tbk di Sel Tahanan, Menunya Nasi Kotak dari Restoran
Asmadi Pandapotan Siregar
Sidang Perdana Kasus Timah, 3 Eks Pejabat ESDM Didakwa Rugikan Negara Rp300 Triliun
Sindonews
Jaksa Kejari Ponorogo Ajukan Banding atas Vonis Kasus Pungli 2 Perangkat Desa Sawoo, Ini Alasannya
Samsul Arifin