Oleh: Wawan

Pengajar LKP SOBBI

PERNAHKAH kamu mengalami keadaan dimana kamu ingin mengerjakan sesuatu, entah itu pekerjaan kantor atau tugas bagi yang masih sekolah, namun baru beberapa menit kamu mengerjakannya, kamu mulai merasa bosan hingga lelah?

Atau mungkin keadaan dimana kamu mengingat dulu sering membaca buku, hingga bisamenyelesaikannya dalam beberapa hari, namun sekarang jangankan selesai satu bulan, bahkan sudah bersyukur jika kamu membaca sekali atau dua kali dalam satu bulan tersebut.

Kedua keadaan diatas dan beberapa keadaan serupa lainnya, bisa jadi di sebabkan oleh konsumsi media sosial yang terlalu berlebihan.

Sehingga memunculkan sebuah keadaan atau simptom yang disebut Short Attention Spans atau keadaan dimana seseorang tidak bisa fokus untuk berpikir atau bekerja dalam satu proyek dalam waktu yang lama.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan tekhnologi memberikan kemudahan yang cukup signifikan kepada umat manusia.

Namun disisi lain, perkembangan ini ternyata juga memberikan banyak dampak negatif.

Salah satunya adalah dimana informasi terlalu banyak dan mudah kita dapatkan sehingga otak tidak dapat menerima semua itu secara langsung.

Selain itu, platform media sosial seperti TikTok, Reel Instagram, yang berisi video-video pendek, membuat para penontonnya secara tidak sadar mengalami pengurangan fokus pada otak mereka, karena sudah terbiasa menonton video yang cepat selesai.

Sehingga saat diminta untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu yang memerlukan waktu yang lama, maka seseorang akan merasa tidak mampu lagi untuk bertahan sampai pekerjaan tersebut selesai.

Bahkan bagi beberapa orang, hanya menonton video yang relatif panjang seperti dari YouTube, tidak lagi bisa mereka lakukan.

Mereka akan merasa jenuh dan tidak sabaran ingin melihat video dalam bentuk lain.

Selain itu, konten-konten yang dipertontonkan biasanya juga bersifat hiburan, sehingga seseorang akan terus mengeluarkan hormon dopamine yang akan membuat mereka merasa senang.

Namun sayangnya, hormon ini tidak akan bertahan lama dan senantiasa pergi dengan cepat.

Sehingga untuk mendapatkan hormon dopamine semakin banyak dan banyak, mereka harus menonton video lebih banyak lagi juga.

Dampaknya pun besar bagi kemampuan otak dalam fokus dan menghadapi masalah dalam mengerjakan sesuatu.

Karena sudah terbiasa merasa senang saat menyaksikan video-video pendek, maka saat diberikan sebuah kegiatan yang mengharuskan mereka berpikir, bekerja, capek, maka mereka akan senantiasa untuk menolak.

Sayangnya, masyarakat kita terutama para anak muda masih belum sadar dengan keadaan ini.

Sebuah penelitian mengatakan bahwa para generasi muda kita menghabiskan setidaknya 7 jam waktu mereka dengan ponsel hanya untuk hiburan semata.

Bahkan dari penelitian Microsoft, dikatakan bahwa waktu manusia untuk bisa fokus dalam mengerjakan sesuatu sampai hari ini sudah kalah dengan ikan mas.

Dulu, pada tahun 2000 an, rata-rata manusia memiliki Attention Span atau rentang perhatian, atau lama kemampuan seseorang bisa berkonsentrasi pada satu objek, itu masih di angka 12 detik.

Namun pada tahun 2013 kemampuan ini turun ke angka 8 detik.

Artinya, manusia hanya bisa fokus pada satu hal rata-rata dalam waktu 8 detik tersebut. Dan ini adalah 11 tahun yang lalu.

Bagaimana dengan sekarang?

Padahal ikan mas sendiri yang bisa dikatakan cukup pendek Attention Spans nya, yaitu 9 detik, masih lebih lama dibandingkan manusia.

Maka jangan heran, di zaman saat ini, kita bisa melihat rata-rata murid yang begitu susah untuk fokus dalam belajar.

Karena mereka sudah terbiasa melakukan kegiatan yang sifatnya rata-rata singkat. Ini jugalah yang mungkin jadi alasan kenapa banyak anak muda yang jarang mau berproses untuk bisa sukses, karena sifatnya yang butuh waktu lama.

Sedangkan mereka ingin melihat hasil dalam waktu yang singkat.

Begitupun dengan para pekerja yang semakin menurun kualitas kerjanya karena tidak lagi bisa fokus dan berkonsentrasi dalam waktu yang lama.

Ditambah dengan maraknya dan semakin berkembangnya tekhnologi AI yang mempermudah mereka dalam menyelesaikan pekerjaan, yang tentu akan sangat berbeda jika dikerjakan sendiri.

Karena AI biasanya terlalu kaku dan tidak begitu kreatif dalam menyelesaikan perintah yang diberikan.

Inilah kenapa mulai dari sekarang, sangat perlu bagi kita untuk bisa mengurangi konsumsi media sosial.

Agar kehidupan sehari-hari bisa berjalan dengan normal kembali. (*)

Baca Lebih Lanjut
Peneliti gandeng Meta untuk analisa dampak media sosial bagi remaja
Antaranews
Peneliti gandeng Meta untuk analisis dampak media sosial bagi remaja
Antaranews
58585, Apa Arti Kode Rahasia dalam Bahasa Gaul di Media Sosial Ini!
Hendri Gusmulyadi
Masih Gagah! 5 Lansia Penjual Makanan Ini Viral di Media Sosial
Detik
Nagita Slavina Selalu Prioritaskan Tumbuh Kembang Anak, Terbantu Sosial Media di Sela Kesibukan
Jatim Media Summit 2024: Media Harus Manfaatkan AI
Timesindonesia
Jatim Media Summit 2024: AI menjadi Bagian Integral dalam Produksi Konten Jurnalisme
Timesindonesia
Ilmuwan Teliti Efek Magic Mushroom ke Otak, Hasilnya...
Detik
Kunci Jawaban IPS Kelas 8 Hal 55, Bagaimana Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha dalam Penggunaan SDA
Pairat
Isolasi sosial atau kesepian berkepanjangan percepat penurunan kognisi
Antaranews