Nakita.id -Belum lama ini, Onadio Leonardo atau yang dikenal dengan nama Onad jadi sasaran empuk warganet.
Pasalnya, pernyataan Onad mengenai antar-jemput dan merawat anak hanyalah tugas istri menjadikan dirinya disebut suami patriarki.
Perlu diketahui, budayapatriarki, yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dalam keluarga dan masyarakat, masih kerap dijumpai di berbagai belahan dunia.
Dalam konteks rumah tangga, suami dengan sikap patriarki cenderung mendominasi dan mengendalikan keputusan-keputusan penting, seringkali mengabaikan peran serta kontribusi istri.
Sikap ini tidak hanya berdampak pada dinamika keluarga, tetapi juga memiliki konsekuensi serius terhadap kesehatan mental istri dan anak-anak.
Hal ini bisa mencakup keputusan sehari-hari hingga keputusan besar seperti pendidikan anak atau pengelolaan keuangan.
Stres Berkepanjangan: Kurangnya dukungan emosional dan ketidakseimbangan peran dalam rumah tangga menyebabkan istri mengalami stres berkepanjangan.
Stres ini dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental, termasuk gangguan tidur, kecemasan, dan depresi.
Hal ini bisa mengarah pada perasaan rendah diri dan depresi.
Ketergantungan Ekonomi: Dalam banyak kasus, suami patriarki juga mengontrol aspek finansial, membuat istri bergantung secara ekonomi.
Ketergantungan ini mengurangi kemampuan istri untuk merasa mandiri dan memberdayakan diri mereka sendiri.
Kekerasan Fisik: Dalam beberapa kasus, dominasi patriarki juga dapat berujung pada kekerasan fisik, yang memiliki dampak serius terhadap kesehatan mental dan fisik istri.
Ini bisa menyebabkan anak merasa tidak aman dan cemas.
Ketakutan dan Kecemasan: Anak-anak mungkin merasa takut terhadap figur ayah yang dominan dan otoriter, mengakibatkan rasa cemas dan stres yang berkelanjutan.
Dalam keluarga patriarki, mereka mungkin menginternalisasi peran gender yang kaku dan tidak setara, yang dapat mempengaruhi hubungan mereka di masa depan.
Kurangnya Keterampilan Sosial: Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh tekanan mungkin mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan sosial yang sehat, seperti empati, komunikasi efektif, dan penyelesaian konflik.
Anak-anak mungkin mengalami kesulitan dalam belajar dan mengalami penurunan kinerja di sekolah.
Perilaku Agresif atau Menarik Diri: Beberapa anak mungkin mengekspresikan ketidakstabilan emosional mereka melalui perilaku agresif atau menarik diri dari lingkungan sosial.
Untuk menciptakan lingkungan keluarga yang sehat dan harmonis, penting bagi pasangan untuk berbagi peran dan tanggung jawab secara setara, serta menghargai dan mendukung satu sama lain.
Pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender perlu ditingkatkan agar generasi mendatang tumbuh dalam lingkungan yang lebih adil dan sehat, baik secara fisik maupun mental.