Laporan Wartawan TribunJatim.com, Melia Luthfi
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Pengalaman melahirkan yang mendebarkan dialami oleh Ayu Citra (40), peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) asal Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Jatim).
Ayu Citra yang didiagnosis dokter mengalami plasenta previa atau plasenta letak rendah, harus menjalani kehamilan dengan hati-hati.
Bahkan ironisnya, di usia kehamilan menginjak 8 bulan, Ayu kerap mengalami pendarahan dan harus dirawat di rumah sakit.
"Kehamilan terakhir kemarin luar biasa rasanya. Kehamilan ketiga saya ini tidak direncanakan, sehingga untuk kesiapan biaya juga lebih minim," kata Ayu saat ditemui, Kamis (11/7/2024).
Ayu mengatakan, karena belum ada persiapan biaya sejak awal kehamilan, ia mencoba menggunakan BPJS Kesehatan yang dimilikinya.
Awalnya ia sempat ragu akan menggunakan BPJS Kesehatan untuk kontrol kehamilan sampai melahirkan.
Sebab ia kerap mendengar cerita kurang menyenangkan terkait pasien yang menggunakan BPJS.
Namun kemudian, Ayu tetap memutuskan rutin cek kehamilan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terdaftarnya, dan mendapatkan rujukan ke dokter spesialis kandungan.
"Awalnya memang sempat ragu, karena ya tahu sendiri bagaimana suara-suara di luar terkait pelayanan pasien menggunakan BPJS,” ucapnya.
Di rumah sakit, ia menjalani serangkaian pemeriksaan termasuk USG kehamilan.
Saat menjalani pemeriksaan rawat jalan dengan dokter spesialis kandungan di rumah sakit, Ayu mengaku tidak menemui kendala.
Serangkaian pemeriksaan dijalani dengan baik dan lancar. Mulai dari pendaftaran administrasi, proses pemeriksaan, hingga obat.
Bahkan ketika mengalami pendarahan karena kondisi plasenta previa dan mengharuskan dirawat inap di rumah sakit, Ayu yang menggunakan BPJS dilayani layaknya peserta JKN lainnya maupun pasien pada umumnya.
“Namun setelah saya merasakan sendiri, ternyata sama saja, tidak dibedakan sama sekali. Proses rawat jalan maupun rawat inap saya dilayani dengan baik dan juga prosesnya cepat," terang Ayu.
Ia menceritakan, saat kandungannya memasuki 8 bulan, ia mengalami pendarahan dan menjalani rawat inap.
Karena kondisi bayi belum siap, tim dokter melakukan upaya pencegahan. Saat itu ia rawat inap menggunakan BPJS Kesehatan.
Ketika akan melahirkan, ia kembali mengalami pendarahan, padahal hari perkiraan lahir (HPL) masih kurang satu pekan lagi.
Akan tetapi Ayu mengalami pendarahan hebat yang mengharuskan dirinya kembali dilarikan ke rumah sakit.
"Belum waktunya lahiran, tetapi sudah pendarahan, akhirnya dibawa ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit pagi sekitar pukul 07.00 WIB, kemudian sore langsung tindakan operasi. Cepat sekali prosesnya, tidak ribet seperti kabar yang beredar soal layanan BPJS," papar Ayu.
Tidak hanya memudahkan saat proses pemeriksaan dan melahirkan, menurut Ayu, memiliki BPJS Kesehatan juga sangat bermanfaat.
Ayu membagikan pengalamannya naik kelas rawat inap dengan biaya yang terjangkau.
Sebagai peserta kelas 1, Ayu mengaku, naik ke kelas rawat inap VIP dengan tambahan biaya Rp 5 juta.
Pada saat itu, Ayu harus menjalani operasi dengan menggunakan metode ERACS.
"Kalau tidak pakai BPJS masuk ke kelas VIP, apalagi operasi metode ERACS biayanya bisa sampai Rp 20 juta lebih. Karena pengalaman-pengalaman saya melahirkan yang sebelumnya menggunakan umum, biayanya cukup mahal," papar Ayu.
Meski setiap bulannya harus membayar iuran BPJS Kesehatan, Ayu mengaku hal tersebut tidak menjadi masalah.
Sebab, benefit yang didapatkan jauh lebih besar. Apalagi BPJS Kesehatan bisa menjadi upaya antisipasi jika memerlukan perawatan kesehatan dengan biaya yang tinggi. (adv)